4 Orang yang Ingin Kubunuh

in #indonesia6 years ago (edited)

Tanda-Tanda tulisan bagus adalah saat membacanya, aku selalu kesal dan berkata dalam benak, “Mengapa bukan aku yang menuliskannya?!” bergema berkali-kali. Melahirkan kesal dan pernyataan baru, “Mestinya aku yang menulisnya,” lalu berubah menjadi pertanyaan lagi, “Bagaimana bisa ia berpikir begini?!” siksaan masih berlanjut dengan pernyataan penutup, “Anjing ‘kali tulisan ini…!!!”

Menulis
Belakangan juga kupikir lebih luas, karya yang baik akan menimbulkan pertanyaan sejenis dengan isi paragraf di atas. Kesal yang dilansasi sepakat, Ketika kesal dan sepakat menjadi satu. Pertanyaan-pertanyaan itu muncul menjadi sebentuk rasa iri yang sesungguhnya dilandasi sebentuk sepakat atas materi apapun yang kita baca dari buah pikir seseorang.

Boleh percaya, boleh juga tidak... Aceh punya koleksi penulis yang keusilan berpikirnya membuat aku terhenyak. Sebagai rasa syukurku atas kesempatan berinteraksi dengan mereka, akan kutampilkan 4 orang penulis hebat yang terinderai selama kesadaranku tumbuh.

Tikungan Musmarwan

Musmarwan Abdullah, bukan bintang iklan di kotak rokok
Lelaki bernama lengkap Musmarwan Abdullah ini adalah orang yang ketiban pulung saat klan Abdullah menguasai Aceh; Suatu ketika, klan Abdullah pernah berkuasa di Aceh. Saat itu, seorang lelaki yang berpendidikan medis bernama Zaini Abdullah menduduki jabatan Gubernur Aceh. Di saat bersamaan, saudara kandungnya yang bernama Hasbi Abdullah menempati jabatan Ketua DPRA (Dewan Perwakilan Rakyat Aceh). Jadi, ada obrolan usil yang menyebut Aceh sedang dikuasai klan Abdullah. Golongan yang berseberangan menganggap kondisi ini membuka peluang nepotisme. Sementara, golongan yang mendukung mencoba mencocok-cocokkan kekuasaan ‘klan’ Abdullah di Aceh dengan Raja Abdullah di Arab Saudi; memanfaatkan julukan Serambi Mekah yang melekat pada Aceh.

Nah… polemik selalu menghadirkan golongan ketiga. Kali ini wujudnya aliran olok-olok. Nama-Nama orang yang kukenal bernama Abdullah kecipratan olok-olok berbau penguasa Abdullah. Bahkan, seorang di antara kawan tersebut tak pernah kutau bernama belakang Abdullah. Ia terlanjur kukenal dengan nama akun facebook Bang Prossa (dengan ‘s’ ganda) atau Petrus. Ternyata, nama aslinya adalah Fadhli Abdullah. Bertepatan pula, ia loyalis tulen Zaini Abdullah; hal yang tak pernah ia tutupi dari kami semua.

Lantas, nama Musmarwan Abdullah masuk ke ranah olok-olok rejim Abdullah. Manusia yang kukenal lewat antologi cerpen berjudul Pada Tikungan Berikutnya. Sebuah pusaran pikir yang menyedotku dalam palung terdalam cara pandang terhadap hidup; satir filosofis. Musmarwan Abdullah hingga kini masih berstatus sebagai makhluk virtual bagiku. Ia masih berupa sinyal efek photo-electric temuan Mbah Einstein. Bagiku ia belumlah sebuah kenyataan insani utuh yang teralami (empiris). Namun, aku tak pernah ragu mengakuinya sebagai guru, panutan dalam berpikir. Sebentuk pengakuan yang mungkin saja bertepuk sebelah sandal.

Membaca celotehnya di facebook membuat naluri menulisku menjadi tumpul. Segala yang hendak kutulis telah terwakili olehnya. Hingga aku terjangkit sebuah penyakit yang belum terdeteksi oleh dunia kedokteran dan psikologi; Musmarwan Inferior Complex Stadium Akhir. Benakku seolah selalu teronggok pasrah tak berdaya membaca tiap goresan otaknya yang nyaris tiap hari muncul di Timeline facebook. Terpesona, jumud dan menjelmalah aku menjadi air dalam kubangan. Aku sungguh bersyukur, setelah membaca beragam karyanya, tersimpulkanlah sebuah fakta subjektif yang kunamai sebagai Paradoks Musmarwan, “Memasukkan ironi hidup ke dalam pikiran akan mengubahnya menjadi lelucon”.

Cerpen yang menurutku paling fenomenal miliknya berjudul Pada Tikungan Berikutnya. Bacalah dengan menggunakan konteks periode konflik Aceh. Kalian akan menemukan betapa pengulangan peristiwa yang sama, dihadapi dengan jawaban yang sama akan menghasilkan reaksi yang beragam. Aku tak mau membocorkannya lebih jauh agar tak menggiring kalian ke dalam subjektivitas penilaianku. Baca saja. Nanti kalian akan paham, atau kalian akan memahaminya secara berbeda. Aku cuma bisa bilang, inilah cara memandang konflik yang sungguh filosofis, nakal, usil dan menghibur. Ironi menjelma menjadi komedi, begitulah Musmarwan Abdullah bekerja dalam kepalaku.

Asam dan Pedasnya Makian Azhari

Ini Azhari Aiyub, bukan Thierry Henry
Aku mengenal Azhari Aiyub sebagai penulis dengan kemampuan memaki yang baik. Dari benaknya, makian menjelma kesantunan dalam mengekspresikan marah. Saat ia memaki, makna yang lahir adalah nasehat. Konteks tertentu dalam pergaulan menjadikan makian sebagai tingkat kekariban yang telah kental, sekental pomade di ruang belakang Bivak Emperom. Hikayat Asam Pedas adalah wujud makian terbaik berisi ironi masa konflik. Bercerita tentang seorang perempuan tua yang hidup sebatangkara. Suatu hari keinginannya mewujud dalam rindu atas sehidang Asam Pedas.

Rentetan peristiwa selanjutnya mesti kalian baca sendiri. Cernalah pedasnya kisah yang bercerita mengenai cara memperoleh lada, kiat mendapatkan ikan gratis, juga cabai dan belimbing wuluh yang kesemuanya berasal dari relasi yang telah dibangun di masa lampau oleh tokoh perempuan tua dalam cerita. Juga tentang bagaimana kekuasaan tak mengizinkannya menyeruput… ah… sudahlah. Aku sudah terlalu jauh mencelotehkannya, baca saja sendiri. Temukan kesimpulan kalian sendiri! Azhari telah berhasil memaksa kuliner bersenggama dengan sastra hingga menghadirkan kebuntingan yang melahirkan Hikayat Asam Pedas

Meet-Up dalam Kepala Bookrak

Bookrak dan Gadis Korban Hipnotisnya
Nah… tokoh, sekaligus karya ketiga dengan level yang sungguh membuat aku berteriak, “BEEEDEBAAAHHH…!!! BIADAAAB…!!!" adalah lelaki yang belakangan terlanjur bernama [Reza Mustafa](https://steemit.com/@bookrak). Ia menyelenggarakan sebentuk satir mengenai tradisi meet-up yang tumbuh-bersemi-mekar-harum-mewangi di wahana kosmis bernama Steemit. Meet-up menjadi trend di kalangan Steemian, nyaris seluruh penjuru Aceh tersentuh oleh jangkaunya. Bookrak, selaku insan yang takut dengan cahaya mentari di bawah jam 3 sore, mungkin selalu tak nyaman. Juga untuk sekedar mewangikan aroma ketiak dengan deodorant demi menjalin anjangsana di kalangan steemian ia tak suka. Entah apa sebab. Kupikir, kita perlu membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta untuk menyelidikinya.

Singkat kata, sebentuk kelicikan lantas hadir di benak yang berlindung di balik rambut acak-acakan di atas kepalanya; [Meet-Up dalam Kepala](https://steemit.com/promo-steem/@bookrak/meet-up-promo-steemit-terlama-di-dunia-adalah-meet-up-yang-ada-di-pikiranku-6-hari-7-malam-lamanya-bayangkan-saja). Sebatalyon penuh koleksi makian lantas mengalir dalam otakku saat membaca judulnya. Sensasi keanjingan itu semakin menjadi saat aku membaca lebih dalam ke belantara gagasannya. “Apa yang dimakannya sebelum menulis Meet-Up dalam Kepala?!”

Sebagai bocoran, ia adalah insan yang alergi dengan pujian. Tampangnya langsung menjelma seperti Kura-Kura (tak berjanggut), tapi lebih mirip Nycticebus Coucang saat ada yang mengalamatkan puji padanya. Lehernya langsung melengkung dengan tatapan berubah menjadi penuh selidik ke arah pemuji, ditingkahi dengan hadirnya sebentuk cengiran jengah.

Jika sebatang rokok tengah terselip di antara pangkal telunjuk dan jaritengahnya, ia akan segera mengisap dalam untuk meredakan gejolak hormonal akibat pujian; jika tak mengepit rokok, ia segera menyulut sebatang untuk membangkitkan kesiagaan diri dari serangan pujian yang baginya sungguh beracun. “Pujian itu manis, dalam manis racun kerap bersembunyi,” mungkin begitu ia membatin. Mungkin demikianlah sudah early warning system dalam dirinya selalu bersiaga.

Arakatee Oja

Oja dan Hasil 'Kerja Lemburnya'
Lelaki ini kukenal saat sama-sama berseragam |ATJEH|. Kami dan puluhan prajurit lain berada dalam komando [Wali Fardian](https://steemit.com/@fxf999) mengguncang kancah internasional. Membaca [Arakatee](https://steemit.com/indonesia/@ojaatjeh/ek-manok-ek-canok-dan-ek-nok-meulempap-s-dan-meu-arakatee)-nya, aku tersadar tentang satu hal, seseorang akan bisa menulis penuh pesona saat menggunakan bahasa aslinya, lingua franca-nya.

Orang yang kerap mengeluh mengenai kendala menulis kusarankan membaca karya [Oja](https://steemit.com/@ojaatjeh) yang satu ini. Bahkan, maestro sekelas [Aceh Pungo](https://steemit.com/@acehpungo)pun tak mampu menahan diri untuk mengguyuri Oja dengan pujian. Isinya lugas dan bernas dengan gaya penulisan yang sangat krak Aceh.

***

Mari mengulang paragraf pertama...

Tanda-Tanda tulisan bagus adalah saat membacanya, aku selalu kesal dan berkata dalam benak, “Mengapa bukan aku yang menuliskannya?!” bergema berkali-kali. Melahirkan kesal dan pernyataan baru, “Mestinya aku yang menulisnya,” lalu berubah menjadi pertanyaan lagi, “Bagaimana bisa ia berpikir begini?!” siksaan masih berlanjut dengan pernyataan penutup, “Anjing ‘kali tulisan ini…!!!”

Kupikir paragraf tersebut cukup untuk memuaskanku mengungkap rasa. Ternyata tidak! Ulah degil 4 orang di atas justru membuat aku ingin mengungkapkan keinginan lebih atas karya mereka; tingkah yang membangkitkan iri dan dengki melebihi keinginanku memiliki Wrangler Rubicon. Jenjang rasa iri yang membuat aku bersedia membunuh mereka untuk merebut ilham penulisan saat masih berada di Semesta Gagasan.

Catat baik-baik (pakai gaya Bookrak), “Tulisan yang baik adalah tulisan yang membuat engkau iri, hingga ingin membunuh penulisnya!”

Sort:  

Kalau fara sering bilang "sial ini kan yang aku pikirkan kemarin, harusnya kutulis Sebelum ada yang menyalip!"

Akan ada bahasan khusus tentang poin yang Nona ungkap ini. Tunggu tanggal mainnya... :)

Me no name..hiks

Tenang... Aku punya pembahasan khusus tentang R10.

baik, tapi saya tak janji, mungkin kalau ada mood saya akan tulis tentang Sang Kuriang.. eh Sang Diyus. tapi karena sekali bertemu baru, tak tahu mungkin nanti saya mau tulis apa

Jangan berpikir aku tidak takut.. Kelak jika berjumpa aku akan lari ke hadapan@sangdiyus dan mengatakan sudok pliss. Hahahahaa

"Apa thakoth...?! Mathi thanammm...!!!"

Hardisk pliss..

Aku beruntung bisa ngopi semeja dengan @sangdiyus dan @bookrak

Pengen aku racun kalian dengan kopi pakai garam agar kita bisa diskusi panjang dan bertukar kisah hidup,

Disitu kesempatanku mencuri ilmu

Nah... Inilah nggak enaknya... Bro Hendra bongkar-bongkar rahasia. Baiklah... Kubalas langsung dengan membongkar sebuah rahasia di antara kita agar pembaca menemukan fakta yang berimbang. "Sesungguhnya lebih banyak ilmu yang kupetik dari kisah petualangan Hendra Fauzi!"

Hahahahahaha...

Catat baik-baik (pakai gaya Bookrak), “Tulisan yang baik adalah tulisan yang membuat engkau iri, hingga ingin membunuh penulisnya!” Sangat setuju dengan kata kata ini.. Mereka harus mati.. Hhhhhha

Cihuyyy! Udah ada pendukungku.

Hahahahahaha...

Woiii.... Itu mulut diciptakan bukan untuk mendengar.. 😅

Jangan dibunuh, diiris saja...

Hahahaha, kejam

Irisannya membujur atau melintang, Kak? :P

Sadiz ni tulisannya

Sadiz-Sadiz mesra, Bang...
:P

Ini artinya, setelah kau selesai membunuh keempat orang itu lalu datanglah giliranmu bang @sangdiyus.

Eitsss...!!! Mana bisssaaa... Aku nggak ikut di barisan antrean, mana ada hak dapat giliran?!
:D

Kenal atau tak pernah kenal dengan @sangdiyus punya efek celaka yang kadar keasamannya sama.


Postingan ini telah dibagikan pada kanal #Bahasa-Indonesia di Curation Collective Discord community, sebuah komunitas untuk kurator, dan akan di-upvote dan di-resteem oleh akun komunitas @C-Squared setelah direview secara manual.
This post was shared in the #Bahasa-Indonesia channel in the Curation Collective Discord community for curators, and upvoted and resteemed by the @c-squared community account after manual review.

Terimakasih atas apresiasinya yang membuatku makin semangat belajar menulis.

Coin Marketplace

STEEM 0.17
TRX 0.16
JST 0.029
BTC 76408.37
ETH 2936.47
USDT 1.00
SBD 2.63