Mencintai Rutinitas, Menikmati Hidup
Di sisi lain, selalu ada pelajaran berbobot yang bisa kita jinjing usai pergi ke tempat-tempat di mana orang tak kenal lelah bermunajah. Bahwa hidup tak selalu tentang doa-doa yang terijabah. Hidup juga tentang gagal yang kerap membesarkan hati. Dengan demikian, kita akan menjadi orang-orang yang mencintai rutinitas, orang-orang yang cakap menikmati hidup.
Barangkali, kita sering melihat orang yang berada di tampuk kekuasaan berlaku rakus lagi congkak. Mereka, orang-orang bertangan besi dan berpikiran dekil hingga abai mensyukuri kekuasaan. Alih-alih berbuat baik dengan jabatan, mereka justru memilih jalan gelap dengan menyusahkan orang-orang di sekitarnya.
Dari titik inilah saya jarang menemukan berbagai pelajaran hidup dari orang-orang besar lagi berpangkat. Meskipun ada, mereka layaknya seperti mencari beruang kutub di padang pasir. Sangat langka dan sukar ditemukan. Maka, kita sepakat bahwa pelajaran besar justru sering mengendap di sekitar orang-orang kecil yang tangguh dan jarang mengeluh.
Saya jadi teringat kisah yang beredar luas di youtube akhir-akhir ini. Diceritakan seorang pria paruh baya hendak menuju tempat pengajian dengan mengendarai vespa bututnya. Di tengah jalan tiba-tiba vespanya mogok kehabisan bahan bakar. Jarak dengan SPBU lumayan jauh. Selain itu, uang di kantongnya hanya tinggal Rp 5000 perak. Dia memilih mendorong vespanya ke tempat pengajian yang jaraknya 1,5 kilometer. Jarak yang tak dekat mendorong vespa.
Setibanya di pengajian, kebetulan tema malam itu tentang bersedekah. Sang guru pada malam itu bercerita tentang betapa sedekah bisa saja menghadirkan keajaiban tak terduga. Lebih dari itu, sedekah juga merupakan tabungan hari esok. Mendengar pelajaran tersebut, sang laki-laki paruh baya tadi sangat bersemangat untuk bersedekah. Uang Rp 5000 dalam kantongnya pun dia sumbangkan untuk pembangunan mesjid tempatnya mengaji. Ia lupa tangki motornya sedang kosong. Maka ia pun pulang dengan kembali mendorong vespanya yang tentu saja berat.
Serelah mendorong vespanya sejauh seperempat jalan, tiba-tiba sebuah mobil mewah berhenti di depannya. Dua orang pemuda berwajah baik keluar dari mobil tersebut. Setelah menanyakan perihal laki-laki yang mendorong vespa ini, dua pemuda tadi membelikan satu liter bensin untuknya. Selain itu, tanpa diduga dua pemuda tadi juga memberikan amplop yang berisi uang Rp 5 juta untuk laki-laki paruh baya ini. Siapa menduga?
Lantas berbagai komentar terkait kisah ini muncul. Beberapa orang menyangkal kisah ini sebagai sebuah fiksi yang tak nyata. Namun, beberapa orang yang lain percaya bahwa kisah macam ini memang ada di dunia nyata. Mari kita menarik diri dari perdebatan itu. Kisah macam ini selalu menggugah dan menjadi inspirasi. Terlepas ia hanya sebuah fiksi. Bukankah esensi dari sebuah cerita adalah pesan moralnya? Saya kira kita sepakat dengan pendapat ini.
Maka di akhir postingan saya ingin mengajak teman-teman steemian semua untuk menjadi pribadi yang mencintai rutinitas dan cakap menikmati hidup. Karena tak ada bahagia yang muncul pada orang-orang yang tak mencintai rutinitas lagi tak pandai bersyukur. Semoga kita termasuk orang-orang yang mencintai pekerjaan dan rutinitas kita, dan cakap bersyukur. Salam literasi.
Regards
Konsep dan pemahaman yang salah tentang fiksi adalah tak nyata. Namun fiksilah yang nyata namun belum terjadi dan akan nyata.
*Beda halnya dengan fiktif, suatu gejolak untuk mengaktifkan imajinasi fiksi.
Terima kasih komentar bernasnya abangdaa... Makin semangat ini.. Cassss ✋😀😀
Hahaha cas adikda!
LoL
Aaamiiiin 😁
Aminnn yaa Han 😂😂