Memahami Model Kerjasama Manusia dan Simpanse dari Sudut Pandang Sejarawan Israel
Manusia dan simpanse sama-sama makhluk yang memiliki kemampuan berkerjasama. Lantas apa bedanya? Penjelasan berikut mengacu kepada pandangan sejarawan dunia kelahiran Israel, Yuzal Noah Hahari.
Beda manusia dan simpanse dalam berkerjasama terletak pada jumlahnya. Simpanse hanya bisa berkerjasama dalam kelompok kecil, sebaliknya manusia bisa berkerjasama dalam kelompok besar.
Jangan membandingkan manusia dengan simpanse secara individu. Bukan hanya sering disebut hampir mirip secara DNA, tapi jika dihadapkan pada situasi tertentu bisa jadi simpanse lebih unggul dari individu manusia, misalnya dalam soal panjat memanjat mencari makan untuk bertahan hidup.
Manusia menjadi makhluk lebih unggul ketika dihadapkan soal kerjasama dalam kelompok lebih besar. Di sinilah manusia lebih unggul.
Sumber Youtube
Simpanse jika diserahkan sebuah kota dengan penuh pohon pisang dan serangga, maka dipastikan kota itu akan segera berantakan, hanya dalam satu hari. Atau, silahkan kumpulkan seratus simpanse dari berbagai hutan untuk mengikuti seminar yang di dalamnya tergantung banyak pisang, dan pematerinya Steemian terkenal. Apa yang terjadi? Bisa jadi, yang dikejar bukan SBD-Steem melainkan pisang, dan tidak ada simpanse yang mau menukar pisang dengan Steem, meski 1 Steem telah bernilai Rp 1 juta.
Sebaliknya, manusia yang bisa jadi dulunya tidak lebih hebat dari ubur-ubur, kini telah menjadi penguasa dunia dengan hasil perdamaian yang tidak sekedar bermakna tanpa perang, tapi juga ketidakmungkinan terjadinya kembali perang.
Jadi, dalam jumlah berapapun, dan berasal dari belahan daerah dan dunia manapun, kenal secara personal ataupun tidak, jika berada dalam satu tempat, misalnya menghadiri seminar promo-steem, sangat mungkin tertib, penuh semangat, dan sampai kegiatan berakhir, semua bisa jadi berjalan tanpa permusuhan.
Lebih dahsyatnya lagi, jika simpanse membutuhkan syarat ketat untuk bisa berkerjasama yaitu pengenalan secara personal, maka manusia tidak mesti terlebih dahulu kenal secara personal baru bisa berkerjasama. 1 lawan 1, atau 10 lawan 10, bisa jadi manusia akan kalah dengan simpanse, tapi jika 1000 simpanse lawan 1000 manusia maka manusia akan menang sebab simpanse tidak mampu berkerjasama dalam kelompok yang besar. Sebesar apapun jumlahnya, manusia masih bisa berkerjasama, bahkan dalam sistem yang semakin canggih dan efektif. Apa yang membuat manusia mampu melebihi simpanse? Hal ini karena manusia memiliki kekuatan imajinasi.
Bagi simpanse, hanya ada satu realita, yaitu realita objektif dan dengan komunikasinya juga hanya mampu melukiskan realitas apa adanya. Sedangkan manusia, disamping mampu melukiskan realita objektif juga mampu menciptakan realita fiktif. Uang adalah contoh realitas fiktif yang berhasil diciptakan dan dipercaya sehingga memungkinkan manusia berkerjasama, bukan hanya secara fleksibel tapi juga bisa terjadi dalam kelompok yang lebih besar, bahkan global sekalipun satu dengan lainnya tidak terjadi kontak fisik atau kenal secara personal. Uang adalah salah satu konsep yang paling berhasil menghubungkan manusia dalam kerjasama global, tidak ada yang menolak diberikan uang, kecuali simpanse. Simpanse bisa jadi akan menerima pisang ditukar dengan kelapa, tapi simpanse akan menolak diberi uang untuk ditukar dengan pisang.
Berbeda dengan makhluk lain, seperti lebah misalnya. Meski mereka bisa hidup dalam kelompok yang lebih besar namun kerjasama mereka tidak bisa berlangsung dengan fleksibel, sebagaimana yang terjadi dalam kelompok kerjasama simpanse dan manusia. Simpanse meski bisa fleksibel namun hanya bisa berkerjasama dalam kelompok terbatas, dan mensyaratkan kenal secara personal.
Dari pandangan sejarawan dunia asal Israel itu hendaknya kita sebagai manusia mesti berhati-hati dalam menempatkan diri kita dalam konteks berkerjasama termasuk dalam berkomunitas. Hati-hatinya dimana?
Hati-hatinya jika pada diri kita mulai muncul kecenderungan-kecenderungan untuk mundur kebelakang, misalnya ingin hidup sendiri saja, ingin membentuk atau berada hanya dalam kelompok kecil yang kenal secara personal saja, dan bila perlu melegalkan sikap dan tindakan agresif kepada kelompok lain. Hati-hatinya dimana? Ya hati-hati saja, jangan sampai hadir quote berikut: “Jika hidup sekedar hidup, terbatas, kaku, dan agresif maka simpanse dan lebah juga bisa bertahan hidup sampai sekarang.”
Jadi, manusia dan simpanse secara personal tidak terlalu berbeda, alias dekat dengan orangutan, gorila dan simpase. Media Kompas pernah mengutip publikasi Jurnal Nature, yang ditulisnya begini:
Lewat hasil penelitian, ilmuwan mengetahui bahwa manusia dan gorila berbagi 98 persen DNA. Sementara, diketahui bahwa manusia berbagi 97 persen DNA dengan orangutan dan 99 persen DNA dengan simpanse. Sumber
Publikasi yang hampir mirip juga bisa dibaca di sini:
https://tekno.tempo.co/read/766936/di-bagian-ini-manusia-dan-gorila-mirip-96-persen
Manusia dan lebah juga mirip, sama-sama bisa berkerjasama dalam kelompok yang lebih besar. Tapi, kerjasama lebah sangat kaku, sementara kerjsama manusia berlangsung fleksibel, sehingga lebih memungkinkan berkerjasama dalam kelompok yang lebih masif bahkan global. Dalam konteks agresifitas, simpanse dan lebah bisa saja sangat agresif khususnya kepada kelompok lawan yang mengganggu, dan keduanya siap berperang sampai tiba waktunya berhenti dan kembali memicu perang. Tapi manusia dengan kemampuan imajinasinya telah berhasil mencapai kemampuan mengghadirkan perang, bukan sekedar berhenti berperang tapi juga mampu untuk tidak memilih lagi jalan perang.
Uang adalah salah satu konsep dari hasil imajinasi manusia yang paling berhasil. Pada masanya uang pernah menjadi jembatan para penganut idiologi berbeda bertemu karena uang, pedagang dari negara berbeda berjumpa karena uang, pemeluk keyakinan bertoleransi karena uang. Sayangnya, ketika uang dikuasai oleh bangkir dan politisi korup, uang tidak lagi menjadi jembatan toleransi. Uang sudah menjadi alat bagi munculnya konflik baru, bahkan di tingkat penyair yang terkenal berbudi bahasa luhur. Manusia yang sudah berhasil menjadi pemimpin di bumi, sedikit demi sedikit kembali ke pola kerjasama dalam kelompok kecil, spesifik dan mensyaratkan kenal secara personal, selebihnya adalah musuh dan karena itu boleh diperlakukan secara agresif.
Apa yang salah dengan uang fisik, hasil dari imajinasi manusia terdahulu itu? Jawabannya bisa ditemui dari mengapa virtual currency hadir. Keduanya sama-sama hasil dari imajinasi, realitas fiktif. Baik uang fisik maupun uang digital sama-sama fiksi, tidak bisa dimakan, tidak bisa diminum, bahkan uang virtual tidak bisa disentuh. Tapi, karena keberhasilan penemunya menyakinkan dan membangun kepercayaan maka uang virtual akhirnya diterima dan makin meluas penerimaannya. Meski masih ada beberapa negara menolak virtual currency dengan ragam alasan, namun pada waktunya cryptocurrency akan menjadi sahabat perjalanan hidup manusia, kelompok, komunitas, masyarakat dan bahkan negara. Bahkan, jika pun banyak negara menolak, sudah ada negara virtual, seperti Estonia yang siap menerima warga virtual menjadi warga negaranya, dengan cryptocurrency sebagai alat pembayaran, perdagangan, dan aset digital. Kode-kode yang dicipta dari teknologi blockchain pada waktunya akan menjadi emas digital menggantikan emas objektif yang ada di perut bumi.
Mengapa hadir uang baru? Jelas fungsinya untuk kembali mewujudkan manusia yang bisa berkerjasama dalam jumlah yang besar, masif, bahkan global dalam satu kesadaran yang lebih bagus lagi, sehingga langkah mundur dari manusia untuk kembali hidup seperti simpanse, bahkan lebih rendah dari hewan tidak terjadi. Uang bukan persoalan, yang menjadi soal adalah pandangan mundur segelintir orang yang secara agresif tidak lagi melihat uang sebagai media membangun toleransi sehingga mencari cara untuk menjadikan uang sebagai kunci kesalahan. Bagi komunitas kripto, karena uang sudah dilihat sebagai setan terkutuk, maka hanya ada satu cara baru, yaitu merebut mesin cetak uang seraya mendorong terjadinya perubahan dengan menerapkan jurus Aikido melalui teknologi blockchain dan cryptocurrency.[]
Baca juga:
Money in Books "Sapiens: A Brief History of Humankind" (Bahasa)
Apakah Kebebasan Mensyaratkan Transparansi Radikal atau Privasi Radikal?
Mengenali Daya Gangguan Blockchain
Revolusi Kripto dan Dorongan Menumbuhkan Sikap Elegan di Steemit
War for the Planet of the Apes di film ini mungkin kita dapat lebih mengetahui lagi apa persamaan dan perbedaan manusia dan simpanse.di postingan bapak juga sudah menjelaskan banyak, mantap pak @rismanrichman
Ya keren tuh film, baru pinjam fotonya saja tadi.
Setelah membaca tulisan ini, saya pun kembali berpikir bahwa uang harus diberikan kepada ot terhindar, agar mampu memberikan uang. Sebagai orang yang mampu membeli uang posisi terhormat, maka saya pun berharap agar uang diberikan kepada saya. Hahaha.
Uang masa depan bisa saja nirzona. Bila selama ini sehebat apapun Dollar UDA, ia tetap mengenal wilayah hukum. Harganya pun relatif. Sedangkan uang virtual semakin menarik karena kesamaan harga antara Indonesia dan kutub Utara.
Wo ju bah cok peng hahaha
bagus tulisannya bang
Dibagian mana?
semuanya bang, tulisan kakanda @rismanrachman menjadi pedoman atau pelajaran buat saya yang baru belajar menulis
Uang memang bukan persoalan, tapi tak ada uang menjadi persoalan.. Hehe
Toh peng sion
Jadi teringat Nek Sion, @hayatullahpasee masih ingat?
Luar biasa Bang @rismanrachman amat sangat visioner. Imajinatif namun realistis. Boleh juga itu buku, membuat Bang Risman terinspirasi untuk mengulas dari kacamata kekinian, nanti Aini cari dan baca juga bukunya. Hehe
Ayo beli terus, sebelum itu lihat dulu videonya
Imajinasi yg khas dari seorang @rismanrachman, sejak belasan tahun lalu. Nice
Bertuss, langsong aktif, keren
Satu lagi bang... Sepandai-pandainya simpanse, mereka hanya bisa bekerja untuk mendapatkan makanan dan bertahan hidup, mereka tidak bisa berkarya! Hanya manusia yang bisa berkarya, bukan untuk makan dan bertahan hidup tetapi untuk bisa menjasi manusia yang seutuhnya dan benar berguna bermanfaat bagi kehidupan dan masa depan. Manusia bisa memilih dan menentukan apa yang terbaik dilakukan bagi semua tetapi simpanse tidak, hanya untuk diri sendiri dan kelompok kecilnya saja.
Uang bukanlah segalanya, tanpa uang tak dapat segalanya, sering saya mendengar kalimat ini, yang jelas jika seseorang diberikan uang sebanyak 100 jt saja kemungkinan besar sifat asli akan tampak, mungkin sama dengan simpanse jika diberi segerobak pisang.
Terimakasih atas tulisannya Bang @rismanrachman, sebuah pemahaman baru saya rasa, bagimana kita memandang uang. Semoga kehidupan steemit tidak seperti lebah dan simpanse yang bertahan hidup karena kurang fleksibel dan kaku.
👍👍👍👌
setelah membaca tulisan ini ada beberapa hal menarik yang dapat saya ambil salah satunya adalah mengenai
"Simpanse meski bisa fleksibel namun hanya bisa berkerjasama dalam kelompok terbatas, dan mensyaratkan kenal secara personal."
Saya teringat dengan praktik-praktik curang oleh sekelompok orang yang memiliki kekuasaan dan wewenang namun sulit bekerja dengan kelompok lainnya dan membatasi diri dengan orang lain, mungkin seperti praktek "KKN"pada masa Orde Baru..
Simpanse kerja sama
Manusia sama-sama kerja
Itu perbedaannya
Mantap pak @rismanrachman