Bantimurung
Dari Leang-leang, kami melanjutkan perjalanan ke Bantimurung. Bantimurung merupakan salah satu objek wisata di Kabupaten Maros. Selain terdapat air terjun, di Bantimurung sendiri terdapat penangkaran kupu-kupu, Gua Batu, Gua Mimpi dan danau yang sudah ditutup untuk pengunjung semenjak beberapa pengunjung yang terjun ke dalam danau tidak pernah muncul lagi ke permukaan sehingga dari daerah sekitar danau dan sungai di atas air terjun dipagari guna memberi batas bagi pengunjung.
Semenjak banjir 4 tahun silam yang terjadi di Kabupaten Maros dan sekitarnya, tempat wisata Bantimurung sempat ditutup sementara waktu untuk dilakukan pembersihan akibar banjir dan kemudian dibuka kembali setelah pembersihan selesai. Namun pagar yang sebelumnya membatasi danau dan sungai yang rusak akibat banjir tidak diperbaiki hingga sekarang dan dibiarkan begitu saja.
Pada Oktober 2013 yang lalu, bersama kawan-kawan seangkatan di kampusku, kami mengikuti orientasi yang diselenggarakan oleh kakak tingkat angkatan 2012 ke Bantimurung. Ini pertama kalinya aku ke Bantimurung. Di sana kami melakukan pengenalan diri, mengikuti game-game seru yang diperlombakan, ikut menari poco-poco yang dipimpin langsung oleh Prof. Hafied Cangara selaku Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi di Unhas, makan siang bersama dan diakhiri dengan pembagian hadiah bagi kami yang memenangkan perlombaan.
Pada saat salah satu sahabatku berkunjung ke Makassar dalam rangka pekerjaan, aku yang nota bene masih awam dengan Makassar mengiyakan ajakannya untuk mengunjungi tempat wisata di kota ini. Bantimurung adalah tempat yang dipilih atas rekomendasi driver kantornya yang bertugas mengantar jemput sahabatku selama dia di Makassar. Bersama Beliau juga kami diantar ke Bantimurung. Di sana kami bertualang ke Gua Batu.
Kami menaiki tangga yang ada tepat di samping air terjun. Tidak begitu jauh kukira. Setelah tangga, kami harus menempuh jalan setapak diantara hutan. Sambil berjalan, sesekali berfoto-foto dan bercerita, tanpa terasa gua yang kami tuju sudah dekat. Sebelum masuk ke gua, kami dianjurkan untuk menyewa senter dikarenakan di dalam sangat gelap dan tidak disediakan penerangan. Gua Batu ini berukuran kurang lebih 100 meter. Di dalamnya, terdapat ruang-ruang yang dapat kita masuki. Dan lagi-lagi terdapat coretan-coretan di dinding gua ulah tangan-tangan yang tak menghargai sejarah. Kami mencoba mengabadikan diri dengan menebak posisi kami, karena di dalam memang sangat gelap, kami agak kesulitan mengambil gambar. Kamera DSLR yang kubawa sedikit membantu dengan cahaya flash yang dapat mengcapture kami dengan gaya seadanya. Setelah puas berkeliling-keliling, kami memutuskan untuk turun dan berencana mengunjungi tempat penangkaran kupu-kupu. Tapi sayang karena pada saat itu musim hujan, keinginan kami pupus sudah dikarena pada musim itu kupu-kupu enggan keluar dari sarangnya. Kami datang di waktu yang kurang tepat. Karena hari mulai sore, kami menyudahi perjalanan dan memutuskan untuk pulang.
()
Dan kali ini, kali ketiga aku berkunjung ke Bantimurung. Di kesempatan kali inilah aku tidak menyiakan kesempatan berfoto di bawah patung monyet yang berada tidak jauh dari gerbang tempat kami membeli karcis masuk. Di kali ini pula aku berhasil untuk masuk ke tempat penangkaran kupu-kupu. Melihat jenis-jenis kupu-kupu yang diawetkan, memasuki penangkarannya, menangkap kupu-kupu yang berwarna putih karena kata Ahmad, salah satu pemandu cilik di penangkaran kupu-kupu ini. Katanya "hanya kupu-kupu warna putih saja yang boleh ditangkap, selebihnya jangan." Ahmad merupakan siswa kelas 2 SMP. Pada hari libur dan sehabis pulang sekolah, ia membantu pamannya yang bekerja sebagai penjaga penangkaran kupu-kupu di sini. Walaupun tubuhnya mungil, dia begitu profesional. Keahliannya didapat dari latihan selama 2 bulan. Dia mampu menjelaskan setiap detil dari penangkaran ini. Yang paling menarik bagiku saat ia menjelaskan bagaimana kupu-kupu itu kawin. Bahkan ia menangkap sepasang kupu-kupu yang sedang kawin dan menunjukkan kepada kami. Dengan sigap kamera hp kami memotretnya dari berbagai sudut. Katanya "kupu-kupu itu senang dengan wangi-wangian, seperti parfum dan suka dengan warna merah. Kalau kita memakai baju warna merah dan menggunakan parfum, maka kupu-kupu akan hinggap dengan sendirinya ke kita."
Hari sudah memasuki waktu Ashar. Kami menyempatkan diri untuk shalat terlebih dahulu. Setelah itu aku mengajak mereka untuk mengunjungi tepian sungai. Mungkin karena tenaga kami sudah terkuras di Leang-Leang. Perjalanan ke tepi sungai sangat berat. Jalan yang kami tempuh juga merupakan jalan ke Gua Batu. Kami harus menaiki tangga, melewati jalan setapak di sekitar hutan dan dengan sisa energi akhirnya kami sampai. Waktu tidak memungkinkan kami untuk masuk ke Gua Batu. Tidak lama kemudian kami pulang dan beristirahat di bawah pohon di depan Kolam Jamala. Tertulis di papan bahwa Kolam Jamala berkhasiat untuk menyembuhkan berbagai penyakit enteng jodoh. Kolam Jamala ini juga disebut telaga bidadari, tempat mandi para bidadari. Setelah duduk-duduk sebentar seraya menunggu energi terkumpulkan kembali, kami pulang dan kembali ke kediaman masing-masing.
![1382196_10153307702430063_513922753_n.jpg]