KASIH SAYANG YANG HILANG Part 1
Setiap orang pasti mengharapkan kasih sayang dari siapapun, terutama dari ayah dan ibunya. Namunn lain halnya dengan yang dialami oleh Raifan, bocah berumur 8 tahun bernama Raifan yang tinggal di desa Meunasah Sagoe. Ia harus merasakan hal pahitnya kehidupan karena keluarganya yang broken home.
Berawal dari ayahnya yang bekerja di Meulaboh dan menikahi wanita lain, membuat keluarganya semakin tidak harmonis. Sudah sangat lama kabar itu terdengar, namun ibunya tak menghiraukan. Lambat laun, sang ibu pun tak kuasa lagi menahannya, ia terlihat sangat sedih.
Berbekal informasi dari tetangga, ibunya berangkat menuju Meulaboh bersama sang adik yang bernama Randy, untuk mencari keberadaan sang ayah dan memastikan kebenaran berita yang santer terdengar. Menjelang malam, ibu bergegas mengeluarkan beberapa baju yang tersusun rapi didalam lemari.
“Ibu mau pergi kemana?” Tanya Raifan
“Ibu ingin mencari ayahmu, Nak”. Jawab ibunya sambil memasukkan baju kedalam tas bepergian.
“Kapan ibu akan pulang?” tanya Raifan yang masih bingung.
“Ibu juga belum tau, pokoknya selama ibu belum pulang, kamu tinggal bersama nenek ya! Dan kamu harus pergi ke sekolah.” jawab ibunya.
Selesai berkemas, Ibu mengantar Raifan ke rumah neneknya yang bersebalahan dengan rumahnya. Setelah pamit, ibu langsung pergi menuju mobil yang kebetulan sedang menunggu penumpang lain yang pergi menuju ke Meulaboh. Raifan berdiri di pintu rumah neneknya, dan melihat ke arah ibunya yang terus berjalan menuju mobil. Mobil yang ditumpangi ibunya sudah lama pergi, namun dia masih terdiam membisu di depan pintu.
“Raifan, sudah makan? Kalau belum, ayo kita makan sama-sama” suara ajakan neneknya, membuyarkan lamunan Raifan.
Bukannya menjawab ajakan neneknya, Raifan justru lari menuju ruang tamu sambil mengusap air mata yang membasahi pipinya. Lalu ia tidur di samping sepupunya yang sedang menonton tv di ruang tamu. Sesekali terdengar gelak tawa abang dan kakak sepupunya yang juga sedang menonton acara komedi. Abang dan kakak sepupu Raifan (anak dari nenek) memang banyak, berjumlah 11 orang terdiri dari 5 laki-laki dan 6 perempuan (termasuk ayah Raifan). Semua masih tinggal bersama nenek kecuali ayahnya yang sudah memiliki rumah sendiri. Masykuri, sepupu yang paling akrab dengan Raifan. Dia selalu mengajak Raifan ke sungai saat hari minggu.
“Besok bangunin Raifan ya” ujar Raifan pada sepupunya.
“Iyaaaaa” jawab salah satu sepupunya.
Mentari mulai bersinar di pagi hari, jam dinding menunjukkan pukul 07.00 WIB.
“Raifan banguuuuun, sudah pukul tujuh” teriak Masykuri membangunkan Raifan.
Terkejut dengan teriakan Masykuri, Raifan langsung bangun dan menuju kamar mandi meski dengan mata yang mengantuk. Selesai mandi, ia baru teringat ternyata perlengkapan sekolah termasuk seragam sekolah masih dirumahnya. Ia meminta Masykuri untuk menemaninya pulang kerumah. Setiba di rumah ia langsung mengambil baju seragam dan menyuruh sepupunya menyiapkan perlengkapan sekolah lainnya.
“Kalau pulang sekolah, langsung pulang ke rumah ya” nasehat Masykuri sambil memasukan alat tulis ke dalam tas Raifan.
Setelah semuanya beres, Masykuri segera mengantar Raifan untuk naik *labi-labi. Labi-labi adalah salah satu alat trasnportasi di desa Meunasah Sagoe yang sering ditumpangi Raifan ketika pergi ke sekolah. Raifan bersekolah di SDN 2 Banda Sakti yang memang jauh dari desanya, butuh 45 menit untuk sampai kesana menggunakan labi-labi.
Raifan sudah terbiasa pergi sekolah sendiri tanpa ada yang mengantar. Bukan tidak ada sekolah di desanya, tapi ibunya menginginkan anaknya mendapat pendidikan yang terbaik. Sesampai di sekolah dia sangat semangat mengikuti pelajaran, terlebih saat itu pelajaran matematika yang merupakan pelajaran favoritnya.
“Ting….. Ting….Ting….“ lonceng pertanda waktunya pulang berbunyi.
Raifan yang tadinya riang, semangat ketika mengikuti pelajaran, bersenda gurau bersama teman-temanya saat waktu istirahat, kini raut wajahnya terlihat sedih. Bagaimana tidak, ia melihat teman-temannya berlarian menuju orangtuanya yang sudah menunggu di depan pintu gerbang sekolah.
“Raifan, besok kita main lagi ya” ucap salah satu teman sekelasnya.
“Iya” jawabnya sambil melampaikan tangan ke arah temannya.
Raifan langsung menuju labi-labi yang sudah berhenti di persimpangan sekolah. Setibanya dirumah, dia langsung menuju rumah neneknya untuk makan siang.
“Assalamu’alaikum” ucapnya sambil mengetuk pintu rumah neneknya. Namun, tak ada suara siapapun yang menjawab salamnya
“Nek… nenek…..” panggilnya lagi.
Tidak ada juga yang menjawab penggilannya, dia duduk di kursi depan rumah dengan seragam sekolah yang masih melekat di badannya sambil menunggu nenek. Tidak lama kemudian, nenek pulang dengan kakinya yang berlumpur dan cangkul dibahunya. Neneknya baru saja pulang dari sawah.
“Sudah lama pulang?” tanya nenek sambil membersikan kakinya.
“Baru saja.. *Abu mana nek?” tanya Raifan.
“Abu di sungai sedang muat pasir” jawab nenek.
Selesai neneknya membersihkan sisa lumpur dikakinya, Raifan dan neneknya masuk ke rumah. Ia bergegas ganti pakaian dan neneknya menuju dapur menyiapkan makan siang. Terdengar suara sepupunya yang sudah pulang juga. Setelah makan siang, suara mobil Abu terdengar dari kejauhan. Suara Azan Zuhur berkumandang di Meunasah, ia dan beberapa sepupunya harus bersiap-siap untuk pergi mengaji siang itu.
“Abu antar kami ngaji ya!” pinta Raifan.
“Iyaaa” jawab Abu yang sedang makan siang.
Raifan dan sepupunya sering diantar Abunya pergi mengaji. Abunya itu bekerja sebagai sopir dum truk yang setiap harinya mengangkut pasir maupun batu sungai.
Satu minggu telah berlalu, malam itu ketika Raifan pulang mengaji malam pukul 9 malam, terlihat pintu rumahnya terbuka.
“Abang……” suara adiknya memanggil dari dalam rumah.
Raifan berlari menuju rumahnya dan melihat ibunya sudah pulang. Ia memeluk erat ibunya, melepaskan rindu pada ibunya yang meninggalkannya dalam waktu yang lama. Ia melihat wajah ibunya yang sedih, murung dan lelah.
“Ayah tidak pulang bu?” tanya Raifan yang sedang asyik bermain dengan adiknya.
Ibunya terdiam seribu bahasa dan hanya tersenyum. Raifan terus bertanya dengan penuh rasa penasaran.
“Bu, ayah sudah nikah lagi ya?” tanyanya Raifan lagi.
Ibu terlihat bingung dengan pertanyaan yang dilontarkan anaknya itu, penuh tanda tanya dipikirannya darimana anaknya tau akan berita itu. Ibunya hanya terdiam dan tersenyum melihat kepolosan anaknya, lalu ia memeluk anak pertamanya itu. Namun, Raifan merasakan perbedaan dari pelukan hangat Ibunya itu dari pelukan sebelumnya. Raifan semakin binggung, apa yang terjadi? Kabar apa yang ibu dapat di sana.
…………………………………
https://rachmatsaputra95.blogspot.com/2018/05/kasih-sayang-yang-hilang-part-1.html