"Kosmologi Aceh" Review Acehnologi (II : 15)
Sebelumnya saya pernah memposting tentang cara berpikir orang Aceh yang saya review dari buku Acehnologi volume 3. Disana saya menemukan kata-kata 'kosmologi' di beberapa tempat. Selain itu, selama perkuliahan berlangsung pun dosen saya yaitu pak @kba13, seringkali menggunakan istilah tersebut. Pada awalnya saya bertanya-tanya, apa itu kosmologi? Apalagi jika terkadang kata kosmologi dikaitkan dengan keberadaan suatu suku dalam wilayah tertentu seperti Kosmologi Aceh, Kosmologi Jawa, Kosmologi Sunda. Tentunya hal ini semakin membuat saya bingung, karena yang saya ketahui selama ini kosmos adalah bagian terbesar dari kehidupan, dimana mencakup di dalamnya seluruh planet hingga satelit. Lantas apa kaitannya dengan kosmologi Aceh? Pertanyaan ini akan terjawab dalam buku Acehnologi volume 2 tentang Kosmologi Aceh.
Dalam bab ini akan dikemukakan mengenai konsep kosmologi Aceh secara khusus. Sebelum menjelaskan lebih jauh tentang Kosmologi Aceh, ada baiknya terlebih dahulu kita mengetahui makna dan hakikat kosmologi itu sendiri. Pada dasarnya kosmos secara sederhana berarti 'alam semesta'. Paling tidak ada dua pembagian kosmos secara garis besar, keduanya adalah mikro kosmos dan makro kosmos. Dengan demikian, kajian tentang kosmologi adalah studi tentang pandangan dan hubungan suatu komunitas dengan alam, baik alam mikro maupun alam makro, singkatnya hal-hal terkait alam yang ada di luar diri mereka dan alam yang terdapat di dalam diri manusia itu sendiri.
Dalam pembahasan selanjutnya penulis kemudian memberikan simpulan gambaran beberapa hal mengenai kosmologi yaitu merupakan ilmu yang berhubungan dengan bagaimana asal-usul alam, struktur, komponen, aturan, dan hukum-hukum. Singkat kata, kosmologi mencoba menjelaskan tentang bagaimana asal-usul kehidupan manusia hingga kematian dan mengapa berjalan di atas bumi. Dengan memahami alam, akan menghasilkan pengetahuan, lalu diarahkan sebagai sebuah keyakinan, setelah itu menjadi sistem keyakinan, yang pada akhirnya menciptakan aturan berupa arahan hingga ia meninggalkan alam ini.
Di dalam ajaran islam, konsep mengenai kosmologi telah dijabarkan secara berulang-ulang dalam kitab Al-Qur'an. Misalnya saja tentang kisah penciptaan manusia, malaikat, jin, serta penciptaan bumi dan langit. Juga kisah tentang masa depan (kiamat), gejala alam semesta, perihal binatang, sistem waktu, dan lain sebagainya. Melalui konsep kosmologi ini, maka sudah sepatutnya manusia beriman kepada Allah. Jika tidak ada pemberitaan tentang konsep kosmologi ini dalam bentuk bashiraw wa nadzira (kabar baik dan peringatan), maka tidak ada informasi bagi manusia untuk mencari alasan pembenaran, mengapa harus memiliki keyakinan yang berwujud keislaman kepada Allah. Selain itu, mengenai kisah para ambiya (nabi-nabi) juga seringkali dikaitkan dengan keadaan kosmik, seperti kisah kisah Nabi Adam yang diajarkan oleh Allah tentang nama-nama yang terdapat di dalam alam semesta, kisah Nabi Sulaiman yang mampu memahami dan mengendalikan makhluk di muka bumi, namun tetap beriman kepada Allah, kisah Nabi dan kaumnya yang membelot, yang kemudian diberi balasan (azab) terhadap mereka oleh alam atas izin Allah, adapula kisah Rasulullah Saw yang melakukan perjalanan ke langit dunia, syurga dan neraka. Hal ini membuktikan bahwa manusia dapat menembus ruang angkasa raya dengan izin Allah. Dengan demikian, hampir semua perihal di dalam Al-Qur'an berkaitan dengan mikro kosmos dan makro kosmos.
Sistem kosmologi islam ini erat kaitannya dengan kosmologi Aceh. Konsep kosmologi Aceh juga mengajarkan bagaimana manusia dan hubungannya dengan alam, manusia dengan manusia, dan manusia dengan Tuhan. Konsep ini kemudian melahirkan aturan yang berfungsi untuk menyeimbangkan (peutimang) ketiga hal tersebut agar mencapai Dar al-salam. Mengenai kajian Kosmologi di Aceh lebih lanjut dapat kita lihat dalam beberapa literatur karangan ulama Aceh seperti kitab 'Bad' kalq al-Samawat wa al-ard' karya Syeikh Nuruddin Ar-Raniry yang mengupas secara sistematis tentang kisah penciptaan alam.
Pertanyaannya kemudian, mengapa perlu mempelajari kosmologi? Sebagaimana kita ketahui bahwa suatu peradaban besar di dunia selalu memiliki sistem kosmologi. Para penafsir, pelaku, dan pemikir akan berusaha untuk mendalami kosmologi bangsanya, ketika hendak membuat suatu aturan. Kiranya inilah yang mendasari peradaban Aceh di masa lalu mencapai kejayaannya, karena para intelektual Aceh tempoe doeloe memiliki semangat (spirit) untuk mengkaji sesuatu atau ilmu berdasarkan pada sistem kosmologi. Hal ini juga berlaku bagi peradaban-peradaban besar lainnya seperti barat dan sebagainya, hanya saja perbedaannya dalam sistem kosmologi mereka terkadang menafikan campur tangan Tuhan dalam hubungannya dengan manusia.
Pada akhirnya kajian terhadap kosmologi akan mengantarkan manusia pada kajian spirit yang membuahkan studi keyakinan, nilai, dan pengetahuan. Inilah tujuan Acehnologi sebenarnya yaitu membuka cakrawala berpikir generasi Aceh saat ini dengan mencari semangat kajian kosmologi pada era kekinian, dengan melihat konteks Aceh pada masa sekarang. Tentunya hal ini bukanlah sesuatu yang mudah, karena sebagaimana kita ketahui bahwa kajian science before science tersebut terkadang mambawa manusia semakin jauh dari pencipta-Nya. Saya kira ini erat kaitannya dengan kajian falsafah yang akan dibahas pada bab berikutnya.
Disini Acehnologi ingin mendasarkan pemikirannya pada sistem kosmologi yang sudah ditata oleh para ulama dan sarjana kita agar generasi selanjutnya memiliki mindset tentang adanya campur tangan Tuhan di dalam gerak alam semesta ini, tidak hanya seputar hubungan antar manusia dengan alam.