Politik Media [1]
PENGANTAR
Stemian...
Mulai malam ini saya akan upload tulisan berseri soal politik media. Semoga ini bisa memandu kita bagaimana kondisi media sejak beberapa dekade. Jika ada masukan silakan kirim ke email saya [email protected]
Sebelumnya tulisan ini sudah saya upload ke blog saya masriadisambo.unimal.ac.id. Masukan dari pembaca tentu sangat berharga untuk memperbaiki kealpaan saya di tulisan ini.
salam
SALAH satu lingkup kajian sosiologi politik adalah bagaimana nilai, informasi, atau doktrin politik disiarkan oleh agen-agen instusi di dalam masyarakat. Pada tingkat paling mula, “agen primer sosialisasi politik” itu adalah keluarga atau orang-orang di lingkungan sekitar. Dari sana, minimal seorang anak atau remaja akan memperoleh pengetahuan mengenai sejarah bangsanya, siapa presiden pertama, ideologi apa yang dianut negara, dan seterusnya.
Oleh negara, setiap keluarga diidamkan sebagai pengarah orientasi politis yang efektif, meski disadari hal tersebut akan lebih banyak dibentuk oleh tekanan-tekanan di luar keluarga. Karena bagaimana pun juga, faktanya, dunia luar akan memberi pengetahuan yang lebih komprehensif mengenai politik ketimbang keluarga. Maka bisa dikatakan keluarga sarana tradisional sosialisasi politik. Sementara informasi atau pengetahuan lanjutan akan didapatkan dari agen-agen di luar keluarga, terutama media massa.
Rasanya, tak berlebihan bila dikatakan bahwa dewasa ini media adalah agen yang paling cakap mempresentasikan pilihan-pilihan politik yang lebih lengkap dan dalam kepada khalayak. Media dapat memantapkan simpati seseorang pada nilai atau entitas politik tertentu. Sampai ketika pengaruh politik media sudah sedemikian kuatnya seperti saat ini, segenap sarana tradisional sosialisasi politik menurun pengaruhnya.
Sebab itulah tak mengherankan bila saat ini ada keluarga-keluarga yang sandaran politik para anggotanya terpilah-pilah; ada kepala keluarga yang sangat mendukung setiap aktivitas militer tempur, bahkan manuver di dalam politik, sementara anaknya menjadi aktivis antimiliterisme dan antipretorianisme; seorang pemuda menjadi pendukung partai A, padahal keluarga besarnya adalah simpatisan partai B. Masih banyak contoh lain.
Akan tetapi, sebagaimana dikatakan Heywood, tetap ada “sebagian kecil pengamat meragukan kemampuan media untuk membentuk sikap-sikap dan nilai-nilai politik, atau paling tidak, membentuk pilihan poitik elektoral dengan memengaruhi persepsi-persepsi publik tentang sikap dan pengaruh dari isu-isu dan problem-problem”. Keraguan mereka tentu tidak dilandaskan dengan pengamatan atas betapa sangat diperhitungkannya kekuatan media saat ini. Bukan hanya dalam memengaruhi sikap politik individu per individu, bahkan mampu menjadi salah satu pendorong perubahan kebijakan (strategis) negara.
Akan tetapi, perlu ada penjelasan mengenai model-model media yang ada. Sebab, term “pengaruh politik media”, “kekuatan media”, atau “media adalah agen sosialisasi politik paling cakap” memberi kesan bahwa media sangat monopolistik, yang mana setiap gagasan atau informasinya didesakkan kepada publik sampai mereka tak dapat menghindar dari pengaruhnya dan merasa apa yang disiarkan adalah “kebenaran tunggal”.
Meski memang ada media yang bersifat demikian, yang akan banyak muncul di masa perang untuk keperluan penyebarluasan propaganda, tetapi ada media-media yang bercorak pluralis, yakni memberikan ruang untuk bermacam nilai, gagasan, dan informasi bertemu di dalamnya.
baca juga
Andrew Heywood. 2014. Politik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hlm. 311.
Menurut saya, media sangat berpengaruh dengan politik dan bukan itu saja, saat ini media menjadi senjata ampuh dalam setiap hal. Namun menurut sudut pandang saya, selain memberikan efek positif, terkadang media juga terkesan negatif dengan penyajiannya. Teringan saya, pada pemerintahan Alm. Pak Soeharto, pada masa rezimnya ruang lingkup awak media masih terbatas, tidak boleh ada isu negatif tentang pemerintahan, tidak ada karikatur-karikatur kocak dengan latar belakang orang terpandang yang akan memberikan kesan humor dan pelakunya adalah pajabat. Pada zaman sekarang ini, ada facebook yang merupakan media sosial gratis yang sangat ramai diminati, dari kalangan masyarakat biasa sampai dengan orang yang sangat penting di suatu daerah atau disebuah negara. Contohnya di Aceh ini, kita bisa membaca status dan komentar facebook atas nama Gubernur misalnya, kadang sampai dengan komentar kotor yang diucapkan bahkan sampai mengupload foto yang tidak layak oleh orang-orang terhormattersebut. Dulu kita begitu segan kepada sosok pejabat, apalagi Gubernur, DPRA atau lainnya, tapi kalau sekarang dengan melihat perjalanan media sosial yang mereka jalani kita akan menganggap mereka hanyalah deretan pelawak berdasi yang akan memainkan perannya dalam masa tertentu.
Media sebagai alat atau senjata politik yang paling ampuh..bung @masriadi
bagaimana cara mendapatkan bukunya ya mas, saya suka pembahasan politik apalagi di kaitkan dengan Media. karena media (pers) merupakan salah satu 4 pilar Negara.