Cinta dan Perang | Love of War || 12 ||

in #indonesia7 years ago (edited)

image

“Tari... ke mari! Ada surat buatmu,” ujar Ibu kos memanggilku.

Dia berdiri di depan pintu sembari memegang amplop warna kuning tua. Aku baru tiba di rumah. Mempercepat jalan ketika mendung menggantung di langit. Beruntung aku tiba di kos sebelum mendung berubah menjadi bulir hujan.

“Ini surat buatmu. Tidak tahu dari siapa. Tadi pagi, Pak Pos datang dan memberikan surat ini,” ulang Ibu kos.
Kuperhatikan nama pengirim di surat itu. Ibu Darwanti. Aku tak kenal nama itu. Selama ini, hanya satu orang yang mengirimiku surat, yaitu Bu Keuchik. Isi surat pun biasanya hanya menjelaskan kondisi kebun, hasil kebun dan kabar keluarga Bu Keuchik.

“Siapa ya Bu? Saya tidak kenal dengan pengirimnya?” “Dibaca saja dulu.”

Perlahan kusobek amplop itu. Selembar kertas putih dengan tulisan warna biru keluar. Tulisan itu penuh satu halaman. Bu kos berlalu, meninggalkanku sendiri.

Kepada Yth
Nak Tari di tempat

Assalamualaikum Wr Wb

Apa kabar. Sebelumnya, saya memperkenalkan diri. Saya Darwanti, ibu dari Romi, orang yang dulu pernah berhubungan dengan Nak Tari. Sudah lama Ibu ingin mengabarimu tentang kondisi Romi. Namun, ibu tak tahu alamatmu.

Belakangan, sekitar seminggu yang lalu, saya bertemu Bu Keuchik. Saat itu, sebenarnya saya mencarimu ke desa kalian. Saya tahu nama desa itu setelah membongkar isi lemari Romi. Dia menulis namamu dan alamat desamu pada salah satu kertas yang disimpan dalam lipatan baju di lemari kamar.

Nak, ceritanya agak panjang. Setahun lalu, Romi bertugas melaksanakan tugas negara melawan kelompok pemberontak. Satu malam menjelang subuh, kontak tembak terjadi antara pasukan Romi dan para gerilyawan. Romi tertembak pada bagian kepala dan jantungnya. Dia dipercaya menjadi komandan regu saat itu. Romi bersama tujuh personelnya sedang melaksanakan patroli rutin di desa-desa dekat pos militer. Saat patroli itu, dua gerilyawan menyerang mereka. Romi salah satu korban kala itu.

Nak, saat perang berlangsung, Romi sangat gigih menyelamatkan anggotanya. Dua anggotanya meninggal dunia. Dia berusaha melawan sekuat tenaga, meski dia sendiri telah terkena peluru. Saat pasukan bantuan datang dan gerilyawan itu bisa dilumpuhkan. Namun, kondisi Romi kritis. Tubuhnya mengeluarkan banyak darah. Seluruh pasukan sepakat membawanya ke rumah sakit militer di Lhokseumawe, di kotamu saat ini.

Sejak masuk rumah sakit, dia tak sadarkan diri. Dokter berhasil mengeluarkan peluru dari kepala dan jantungnya. Dia dirawat selama sepuluh bulan di rumah sakit itu. Perlahan kondisinya membaik. Namun, dia tak bisa bicara, tak bisa mengingat, dan tak bisa bergerak. Seakan-akan dia sudah mati. Hanya matanya yang masih terbuka dan napas keluar pelan dari hidungnya. Lalu, kami memutuskan, membawa Romi berobat ke salah satu rumah sakit di Penang, Malaysia. Sebulan di sana, tim dokter meyatakan harus dilakukan operasi sekali lagi. Pecahan peluru masih menempel di otaknya.

Air mataku mulai menetes. Aku tak siap menerima kabar ini. Rasanya aku bisa merasakan penderitaan yang dialami Romi. Sakitnya bisa kurasakan. Seolah-olah aku yang terkena peluru. Tanganku gemetar memegang kertas putih berisi coretan pena warna biru muda itu.

“Kenapa Tari?” suara Ibu kos mengejutkanku. Sejurus hening. Ibu kos datang tiba- tiba setelah mendengar isak tangisku yang memecah hening kamar.

“Romi Bu. Romi, lelaki yang pernah dekat denganku. Dia telah meninggal dunia hiks hiks hiks.”

Tangisku pecah. Aku tak sanggup menahan luka ini. Ibu kos mendekapku. Memegang kepalaku dan menjatuhkan ke pundaknya. Mencoba memberi rasa nyaman dan menentramkan aku.

“Menangislah. Keluarkan beban di dadamu dengan menangis. Ibu ada di sini. Tenangkan dirimu Nak.”
Perlahan kubaca lagi surat itu.


image

Nak... kamu tahu, kami juga bukan dari keluarga berada. Seluruh kebun dan sawah kami jual untuk pengobatan Romi. Kami ingin dia sembuh. Meski mungkin akan cacat, yang terpenting dia bisa bicara dan senyum seperti dulu lagi. Namun, harapan itu sirna. Romi telah tiada.

Dia pergi dengan tenang, bahkan sambil tersenyum. Pergi untuk selama-lamanya, menghadap Sang Pencipta. Meninggalkan luka di dada kami. Mungkin juga luka buatmu.

Nak, maafkanlah ibu yang telat memberitahumu. Ibu tidak mengetahui hubungan kalian. Ibu baru tahu bahwa kamu adalah wanita spesial bagi Romi setelah membaca catatannya.

Dalam catatannya, Romi menuliskan dia ingin kamu menjadi istrinya. Ibu dari anak- anaknnya kelak. Dia memang jarang berkirim kabar. Itu karena medan tugas di pedalaman.

Dia tak bisa keluar sembarangan menuju kantor pos yang hanya ada di ibukota kecamatan. Mereka hanya bisa keluar dari pos penjagaan sebulan sekali. Itupun dengan senjata di tangan. Nak, maafkanlah seluruh kesalahan Romi padamu. Agar dia tenang di alam sana,doakanlah agar dia masuk surga.

Nak....
Jika satu waktu kamu ingin mengunjungi Romi, kunjungilah tempat pemakaman umum Kutarih, Kutacane. Di sanalah kami memakamkannya. Makam Romi mudah ditemui, persis berada di samping kiri gerbang TPU itu. Nisannya kami cat dengan warna biru. Warna itu warna kesukaan Romi dan belakangan Ibu tahu juga kesukaanmu.

Nak....
Meskipun Romi telah tiada. Kami harap, kamu masih menganggap kami sebagai orangtuamu. Jika ada waktu, singgahlah ke rumah. Kita masih sebagai keluarga bukan?

Nak....
Maafkanlah jika selama ini Ibu bersalah. Atas nama Romi dan seluruh keluarga besar, saya minta maaf. Doa kami agar kamu sukses menjalani kehidupan, meski tanpa Romi. Cobaan ini memang berat. Kita harus mengikhlaskan dia pergi. Agar dia tenang selama-lamanya.

Wasalam
Darwati

Kulipat kertas putih itu. Memasukkannya kembali ke dalam amplop. Kuceritakan tentang hubungan dan cita-citaku bersama Romi pada Ibu kos.

Wanita ini penuh perhatian, mendengarkan ceritaku. Mendekapku dan memintaku sabar menghadapi cobaan hidup yang bertubi-tubi, seakan tiada habisnya.

“Sekarang, kamu makan dulu. Sebentar lagi azan Maghrib. Ayo... makan bersama

Ibu.”

Kami menuju meja makan. Baru kali ini aku makan bersama Ibu kosku. Selama ini,aku makan sendiri di kamar kosku. Ibu kos memasak sayur daun ubi ditumbuk, sambal terasi dan sambal goreng udang. Makanan itu sebenarnya nikmat sekali. Namun, lidahku kecut. Selera makanku hilang.

“Tari, dimakan nasinya. Sedikit saja. Ibu bisa memahami perasaan dan pergolakan jiwamu.”
“Iya Bu. Terima kasih.”


image

BERSAMBUNG...


image

Sort:  

cerita yang menarik kanda @masriadi , saya telah mengikuti sejak cerita pertama anda bagikan bersama kami di steemit. Sejak saat itu saya selalu ingin membaca kisah berikutnya, bahkan sekarang sudah post yang ke 12 dan semakin menarik. Disatu sisi munkin ketertarikan kepada kisah fiksi yang kanda tulis dikarnaka masa perang itu adalah dimana saya baru mengenal cinta.. heheh

Good post thank for sharing...

🖒🖒🖒🖒🖒🖒🖒

Ini surat buatmu. Tidak tahu dari siapa. Tadi pagi, Pak Pos datang dan memberikan surat ini,” ulang Ibu kos.
Kuperhatikan nama pengirim di surat itu. Ibu Darwanti. Aku tak kenal nama itu. Selama ini, hanya satu orang yang mengirimiku surat, yaitu Bu Keuchik. Isi surat pun biasanya hanya menjelaskan kondisi kebun, hasil kebun dan kabar keluarga Bu Keuchik.

Sangat meng-inspirasi tentang cara menulis yang baik, ternyata sudah bagian ke 12 baru ketemu post nya. Mantap bang masriadi

Ditunggu cerita cinta dek Tari di episode selanjutnya 😁
Nice story, brother @masriadi 👍

Great post. Bang

Coin Marketplace

STEEM 0.17
TRX 0.15
JST 0.028
BTC 57135.10
ETH 2349.23
USDT 1.00
SBD 2.39