Memaknai Laylatul Qadar
Laylatul Qadar adalah malam yang ditunggu-tunggu oleh milyaran umat Islam di seluruh dunia. Malam ini menjadi malam yang amat berguna sekali dalam kehidupan Muslim, di dalam menuju kendekatannya dengan Allah. Karena itu, malam ini selalu diburu dan dianggap hadir pada 10 terakhir dalam bulan Ramadhan. Ada ‘ulama yang menjelaskan bagaimana kehadiran malam ini melalui pengalaman spiritual mereka. Jika hari A dimulai bulan puasa, maka malam B diperkirakan akan datang malam yang agung ini.
Saya tidak berani menjamin bahwa pada D adalah malam Laylatul Qadar. Namun dalam perjalanan spiritual, mungkin ada rasa yang berbeda yang diberikan oleh alam pada kalangan tertentu. Atau, bagi mereka yang sudah sangat dekat dengan Allah, kehadiran malam tersebut biasa saja, karena dia memohon ridha Allah dalam perjalanan hidupnya di dunia ini. Para ‘ulama telah pun menjelaskan bagaimana yang dimaksud dengan kehadiran malam ini dan dampaknya bagi mereka yang berhasil.
Saya memandang bahwa bulan Ramadhan adalah lorong waktu yang diberikan oleh Allah untuk menuju pada kesucian kembali (fitrah). Oleh sebab itu, siapapun akan masuk pada lorong waktu yang dipersiapkan selama 29 atau 30 hari. Lorong waktu adalah upaya kosmos untuk membantu manusia agar mendapatkan kembali hakikat kekhalifahan melalui proses re-born (terlahir kembali) dalam keadaan fitrah.
Lahir yang dimaksud ini adalah bukan jasad manusia, melainkan alam ruhani yang mengalami perubahan. Karena itu, semua amalan dalam bulan puasa adalah perjalanan ruhani. Tidak makan dan minum di siang hari hanya sebagai kunci untuk membuka gembok lorong waktu tersebut. Kita akan begitu menghormati waktu dalam berpuasa. Karena semua aspek di dalam bulan ini benar-benar menggunakan waktu yang amat akurat. Untuk selain bulan Ramadhan, tidak ada yang mengintip bulan sebagai awal dan akhir dari bulan Qamariyah. Hanya bulan Ramadhan, kita melihat waktu secara akurat dan cermat. Jadwal Imsakiyyah begitu berguna. Seolah-olah tidak ada waktu yang sia-sia dalam bulan ini, yang tidak diperhatikan oleh umat Islam. Waktu menjadi begitu penting.
Hubungan waktu dengan ruh sangat dekat sekali. Ruh dimasukkan dan dikeluarkan ke dan dari dalam jasad manusia juga memakai konsep waktu. Sehingga, proses kelahiran manusia itu pun dicatat berdasarkan waktu. Namun, malam Laylatul Qadar yang sangat dahsyat dampaknya, tidak diberitahukan waktunya. Ini adalah rahasia ilahi. Walaupun ada yang mengatakan malam ini ada di 10 akhir Ramadhan, namun tidak menutup kemungkinan ada di malam-malam selain itu. Karena malam itu merupakan rahasia ilahi, maka hanya Allah yang tahu.
Manusia tidak tahu kapan mati. Tetapi manusia tahu lahir ketika dia keluar dari rahim. Karena itu, manusia dapat memprediksi waktu kelahiran, tetapi tidak untuk waktu kematian. Kehidupannya dihitung berdasarkan tanggal dia lahir, sesuai dengan ilmu kedokteran dan siklus kelahiran manusia. Namun, untuk kematian tidak ada yang dapat memprediksi. Kalau begitu, jika bulan Ramadhan adalah menuju fitrah, sebagaimana lazimnya posisi manusia saat dilahirkan, maka malam Laylatul Qadar adalah malam penentuan dalam satu fase lorong waktu. Artinya, kalau malam ini dikenal sebagai lebih baik dari 1000 bulan, maka sesungguhnya, dari segi waktu, ruh manusia itu akan mengalami kebaikan selama 83 tahun. Di sini, ruh yang menikmati malam tersebut, bukan jasad manusia. Sangat wajar kalau manusia tidak begitu paham, kapan dia sebenarnya merasakan malam Laylatul Qadar.
Saya membayangkan malam Laylatul Qadar merupakan malam pertemuan para arwah. Sangat dianjurkan pada malam itu, jasad manusia yang masih memiliki ruh berada dalam kondisi ibadat kepada Allah. Inilah agaknya mengapa manusia dianjurkan untuk bertungkus lumus di 10 akhir bulan Ramadhan. Sebab, ketika ruh sampai di bumi, maka koneksi ruh akan mencari jejaring ruh dalam lorong waktu. Di sinilah kemudian terjadi proses sujud hakiki para ruh kepada rabbi.
Dapat diketahui pula bahwa ruhlah yang sudah disumpah untuk tidak akan ingkar dan sombong kepada Allah. Sumpah inilah yang kemudian melekat pada jasa manusia, bahwa tidak mungkin secara hakikat, seseorang kafir kepada Allah, kecuali hidayah-Nya tidak sampai. Karena ruh sampai dan mendapati jejaringnya sedang beribadat di rumah-rumah ibadat, maka proses penyerahan diri (salam) inilah yang terjadi. Ruh itu sujud kepada Allah. Jika masih ada di dalam jasad, dia menginginkan wadahnya berada di dalam sujud. Dalam proses sujud ini, para Malaikat hadir juga dalam pertemuan tahunan ruh di muka bumi.
Tapaknya, malam Laylatur Qadar adalah malam pertemuan ruh yang berjanji kepada Allah setiap tahun menurut hitungan waktu di bumi, dimana sang Iblis tidak akan pernah ikut di dalamnya. Bagi manusia yang sedang beribadat pada malam itu, maka ruhnya sedang benar-benar berkomunikasi dalam jagat rayat. Di sini disebutkan bahwa alam semesta menjadi tenang dan tenteram pada saat itu. Setelah pertemuan ini, lantas manusia yang masih memiliki ruh di dalam tubuhnya, akan mengalami kesucian kembali. Sebagai wujud dari kebahagiaan tersebut, semua manusia yang berada di ujung lorong waktu bulan Ramadhan, akan memberikan zakat fitrah. Ini adalah bentuk syukur atas kemenangan yang di dapatkan pada malam pertemuan konferensi ruh.
Ukuran malam, sebenarnya bukan ukuran malam yang ada di dunia. Sebab, secara substansi malam dan siang di dunia adalah akibat dari gerak kosmologis. Kalau dilihat peta, maka hanya gelap dan terang yang bergeser dari suatu tempat ke tempat lain, karena putaran bumi yang mengelilingi matahari. Dalam hal ini, malam itu merupakan lubang hitam (black hole) yang tidak berada di bumi. Lubang ini tidak sama perjalanan waktunya dengan waktu di bumi. Karena itu, perbandingan malam ini adalah 1000 bulan dimana itu adalah 83 tahun untuk ukuran waktu di bumu. Tentu saja, ukuran siang dan malam ini, bukan ukuran di bumi, melainkan peristiwa ini berlaku pada batasan alam manusia dengan alam ghaib. Di sinilah titik hitungan malam yang dibatasi oleh lobang hitam perjalanan yang cukup panjang dari bumi ke alam Kerajaan Langit.
Hal ini didukung oleh kenyataan bahwa dalam jagat raya atau galaksi, bumi hanya seperti sebutir pasir kecil diantara ciptaan-ciptaan Allah lainnya. Perjalanan secara jasadi tidak mungkin ditempuh oleh manusia, kecuali diberikan keutamaan oleh Allah untuk menembusi ruang dan waktu, seperti pengalaman Rasulullah israk dan mikraj. Karena itu, perjalanan waktu disini dilakukan melalui perjalanan ruhani atau non-fisik, dimana akal manusia belum sanggup memanipulasi gerak dan waktu, ketika masuk melalui black hole sebagai pembatas antara alam ini dengan alam ruh. Di situlah pintu ruh memasuki alam ghaib.
Jadi, peristiwa Laylatul Qadar itu peristiwa ruhani, bukan peristiwa jasmani. Alam di bumi hanya merespon melalui proses penyerahan diri atau sujud, yang dilakukan semua makhluk selama bulan Ramadhan. Jadi, menanti malam Laylatu Qadar adalah penantian alam ruh. Kalau pun ada orang yang beribadat pada malam-malam terakhir bulan Ramadhan, untuk memperlihat bahwa manusia yang sebagai butir pasir di alam jagat raya ini juga ikut di dalam pertemuan pada malam penentuan kembali janji hakiki di alam ruh dengan Allah.
Malam yang kita rindukan Pak @kba13. Entah bagaimana sampai ke sana.
Insya Allah akan ada harapan Pak, selama ada iman dikandung badan. Ini memang rahasia di atas rahasia.