BERUNTUNGNYA! ACEH TIDAK PUNYA BIOSKOPsteemCreated with Sketch.

in #indonesia7 years ago (edited)

Kemarin ada Diskusi Santai di Sekretariat Aceh Documentary @acehdoc, yang membahas tentang Publishing & Manajemen Pemutaran Film bersama MELATI NOER FAJRI (Founder Anak Singa Fim). Kebetulan si Mbak Melati lagi Roadshow keliling Indonesia buat Mutar filmnya Yoseph Anggi Noen yang judulnya “Istirahatlah Kata-Kata”. Setelah mutar di Banda Aceh dan Takengon, sebelum beliau balik ke Jawa. Langsung saja diculik sama teman-teman @acehdoc, untuk kemudian diinterogasi pengetahuaan beliau tentang Distribusi Film, khususnya film independent. Jadi di postingan ini saya akan berbagi sedikit, tentang apa yang dibahas ketika kami diskusi kemarin.

E1C2156D-AC98-49B3-854E-18873857F293.jpeg
Turut hadir juga steemian @irzaulya, @jackmun, @andrikyokyo, @saidrasul, @tenhero.

Melati mengawali diskusi dengan menceritakan tentang komunitasnya di Malang yang bernama GAMBAROBA. Bersama Gambaroba, dia sering memutarkan film-film yang dirangkum dalam program dan tema tertentu. Namun menariknya, pemutarannya tidak khusus dihadiri oleh kalangan filmmaker, bahkan seperti “haram” buat komunitas film untuk hadir menonton dan berdiskusi. Hal ini dikarenakan, agar film benar-benar bisa dinikmati dan dialami oleh penonton seutuhnya. Sehingga ketika sesi diskusi pun benar-benar bisa membucarakan hal-hal yang tidak berbau tekhnis. Namun demikian bukan tidak boleh atau benar-benar haram sebagaiaman fatwa haram yang dikeluarkan MPU buat pembuat film untuk hadir di acara Gambaroba. Kalaupun pembuat filmnya hadir, maka dia juga akan dianggap sebagai penonton seutuhnya. Sehingga ketika sesi diskusi, pembuat film bisa ikut mendengarkan saran-saran serta masukkan dari penonton.

Arah diskusi kemudian berlanjut ke pembahasan terkait Programmer Film. Jujur bagi saya sendiri hal ini masih cukup awam dan membingungkan. Walaupun saya dipercaya kawan-kawan di Aceh Film Festival (AFF) sebagai Programmer, namun rasanya masih belum pantas menerima tanggung jawab tersebut. Bagaikan gayung bersambut hadirnya Melati di diskusi tersebut, menjadi sasaran empuk bagi saya untuk jadi sasaran bertanya. Dari sekian hal yang kami bahas terkait programmer, ada satu hal yang bagi saya cukup mencerahkan ketika Melati menjelaskan bahwa seorang Programmer Film dalam menyusun program pemutaran film, juga tidak beda halnya ketika Sutradara menyusun plot dalam filmnya. Bagaimana dalam membuat film, seorang sutradara dituntut untuk benar-benar bisa mengolah rasa serta pesan dari filmnya, yang dirangkai melalui tiap plot dalam filmnya. Skill ini menjadi penting juga bagi seorang programmer, agar program pemutarannya tidak hanya menjadi sekedar acara nonton film yang menghibur saja, tetapi juga diharapkan bisa ikut mengubah perspektif penonton tentang pesan dari film dan tema acara pemutarannya. Sehingga penonton merasa butuh dengan acaranya dan tercerahkan lah paling tidak dengan film-film yang diputarkan.

2DFF6252-A1B7-4ADC-AC10-14F89236F730.jpeg

Ada cerita yang menarik dari Melati ketika dia menceritakan kondisi Pemutaran Alternatif bersama teman-temannya di Parade Film Malang dan Festival Film Malang. Tentunya Malang sebuah kota yang tidak perlu merasa rindu dengan ruang-ruang tontonan. Hadirnya bioskop 21, XXI, Moviemax yang menjamur di hampir setiap Mall di Malang memberikan kesempatan besar bagi Industri Kapitalis, dan pengalaman menonton yang cukup bagi Arek Malang. Kondisi yang jauh berbeda pastinya bagi Awak Aceh. Terus apa yang menarik dari cerita Melati bersama komunitasnya?. Ketika awal Festival Film Malang diadakan, mereka menggunakan alun-alun kota Malang sebagai lokasi acara. Secara lokasi, alun-alun Kota Malang diapit oleh pusat perbelanjaan yang juga diisi oleh Bioskop 21 dan Moviemax. Menggunakan konsep layar tancap, pasti rasanya sangat beda dengan konsep Bioskop yang berada persis di samping alun-alun. Ketika pemutaran, ada seorang Ibu bersama anaknya yang datang ke acara sambil membawa ceret dan tikar, layaknya acara camping keluarga di pantai. Ketika ditanya tentang acara, si Ibu mengatakan sangat senang bisa nonton film bareng keluarga. Bagi si Ibu, acara nonton film di alun-alun dengan layar tancap, lebih mudah untuk diakses baginya, dibandingkan harus nonton film di bioskop yang harus bayar tiket senilai 25-35 ribu rupiah. “Mending uangnya saya simpan buat jajan anak-anak. Kalau dituruti ikut nonton bioskop, bisa-bisa gak ada jajan ntar anak-anak saya”.

7976BAF6-94E2-42F4-A05E-FD6D722D4F40.jpeg
source

Beruntung Aceh Tidak Punya Bioskop

Dari cerita Melati tentang Ibu dan anak-anaknya yang ikut nonton layar tancap. Bila kita sandingkan dengan kondisi Aceh yang hari ini sudah tidak punya lagi Bioskop. Satu sisi menjadi Keuntungan bagi masyarakat yang kadang untuk memberi jajan anak-anaknya saja masih harus hemat-hemat. Sisi lainnya ini juga jadi keuntungan buat para penggiat film lokal untuk tetap bisa mengikat para penontonnya, baik dengan cara mendistribusikan filmnya dalam kaset CD/DVD yang dijual, atau bahkan membuat ruang-ruang tonton alternatif yang mampu diakses semua kalangan. Contohnya saja seperti yang pernah dilakukan kawan-kawan HIMAKASI beberapa tahun silam, dan juga yang masih dilakukan saat ini oleh kawan-kawan Aceh Documentary dan Aceh Film Festival, dengan acara “Gampong Film” layar tancap di lapangan gampong dan halaman-halaman masjid di gampong.

4E1D78FB-2424-4F8A-AA9D-CB9FEEBFC272.jpeg
source

Sudah saatnya para penggiat film terutama komunitas film Aceh mengambil keuntungan ini, sebelum industri raksasa nantinya hadir bersama film-film Hollywoodnya.!

Saleum Sinema!
Teurima kasih

Sort:  

Jujur aku sedih tidak bisa mengikuti sesi berbagi ini. Aku sangat suka jika membahas tentang programmer film. Bagaimana menyusun sebuah agenda pemutaran. Namun, dengan adanya tulisan ini aku bisa menbayangkan bagaimana jalannya diskusi.

Aku baru pertama kali ke Jogja, melihat lesehan dan angkringan di sepanjang jalan Malioboro, aku jadi ingat dengan Gampong Film yang sempat aku dan kawan-kawan AFF panitiai 2016 silam. Sangat merakyat. Seperti yang Ibu jelaskan di tulisan di atas.

Tahun ini aku dkk mencoba untuk membangkitkan semangat film akar rumput di Pidie. Dan akan meneruskan apa yg telah di tinggalkan Gampong Film AFF beberapa tahun lalu.

Aku sangat senang dengan tulisan ini

Teruskan Bung!
Terima kasih!

Mantap mal @jamsphonna, 👍👍🙌

Setuju, alternatifnya bagus nih kadang masyarakat masih susah diajak formal..dan duduk lesehan sangat merakyat dalam membangun solidaritas antar sesama..

Iyha seru ya...

Terima kasih.

sisi yang cukup bisa menyegarkan pikiran bisa menikmati film dalam konteks edukasi bg @jamsphonna

Iyha sudah seharusnya sisi edukasi jadi point penting, tidak hanya mengedepankan sisi entertain saja.

Terima kasih Indra

tapi saya lebih setuju kalau ada bioskop di Aceh. karena media dimensi bercerita ke CD\DVD agak berbeda dengan layar. pun dengan keuntungan ada bioskop. para seniman film di Aceh bisa naik level ke tingkat nasional bahkan internasional. karena skillnya bukan hanya khusus di aceh saja. memfokuskan medianya sebatas cd player saja yang sudah sangat kuno kalau mau bersaing di dunia digital. saya rasa, banyak seniman dan pencerita handal di aceh yang tak kalah dengan apa yang dimiliki jakarta. persoalannya hanya kita sebagai pemuda aceh kekurangan wadah. dan dengan adanya bioskop, film2 pemuda Aceh bisa di putar disitu. dan kalau tidak laku, bisa dicari dimana letak ketidak lakuaannya. sehingga kita bisa berproses untuk jadi lebih baik.
tentunya, bullshit atau ok siangen bila kita berbicara film tanpa berbicara duit didalamnya. cara kita memaknai idealis tak melulu harus jauh-jauh dengan rupiah. sebut saja James Cameron, sutradara film Titanic dan Rajkumar Hirani sutradara film 3 idiot dan PK. mereka adalah seniman2 yang sangat idealis namun mereka merajai film box office di negara masing-masing.

kiranya, saya terlalu banyak bicara. saya hanya gelisah jika seni dikotak-kotakan. mohon maaf yang lebih banyak :)

Semoga saja kalau nanti ada Bioskop lagi, film karya sineas Aceh mau dikasih layar, dan masyarakat Aceh mau nonton semua, walaupun film hollywood juga lagi tayang.

Terkait level, rasanya sekarang sudah ada juga karya anak Aceh yang Go International. Mungkin bisa cek Medsosnya Aceh Documentary, Karya Kita Kreatif, dll. Bahkan selebgram seperti Hadi Ramit juga baru produksi film yg kualitasnya gak kalah sama Nasional. Jadi semoga saja, bila nanti bioskop hadir lagi di Aceh, bisa menambah semangat mereka berkarya, dan semangat kita untuk menontonnya.

Terkait idealis yang tak melulu jauh dari Rupiah; Nyan lon sangat setuju.

Teuma maksud droen “Seni dikotak-kotakkan” nyan kiban?

Teurima kasih ka neu singgah dan berkomentar.

AMIN. moga beu menan. nye. lon tepe bang. ada sineas kita yang udah go internasional. tapi maksud saya, tak ada sineas kita yang masuk ke dalam industri nasional yang membicarakan atau mengangkat isu keacehan, bahkan. orang aceh sendiri malu atau enggan me-aceh-kan diri. lage artis sinetron ta pegah. maka jih, tanyo yang galak film harus bersaing shit dalam liga nyan dengan tetap menjaga ke acehan tanyo. maksud lon dari "seni di kotak-kotakan" adalah yang lon tangkap dari tulisan droe neuh, leubeh get hana bioskop di Aceh, demi menjaga kelestarian kebersahajaan tanyoe sebagai orang Aceh. jadi lon agak hana setuju ngen "statement" nyan. karena han akan maju tanyoe Aceh mese lagenyan pemikiran. tapi kan perspektif, kadang keun nyan maksud tulisan droe neuh. sige teuk lon lake meah bang. salem aneuk naggroe.

Hana peu syedara, santai mantong. Jroh tat droen mantong neu seumikee dan berdialektika keu Aceh, khusus jih penggiat film Aceh.

Teuma lon neu peutrang bahwa sajih, lam tulisan hana statement lon yang mengatakan “Leubeh get hana Bioskop di Aceh”. Point yg di tulisan lon, leubeh keu arah keuntungan yg jadi kesempatan bagi para penggiat film di Aceh, untuk mempersiapkan diri, sbelum XXI dan sejenisnya hadir di Aceh.

Terima kasih syedara.
Saleum

nyan keuh maksud lon. berarti menteng bangai lon dalam menafsirkan sebuah tulisan.

nyang haba lon denge bak ngen, jadi na lon tepe bacut lon hah aju. that lebeh droe neuh, neu terjun langsung dari pada lon komentator sagai.

moga u kee makin jroh Aceh tanyo

Biasa nyan bang beda penafsiran.
Get bang. Amin!

Congratulations! This post has been upvoted from the communal account, @minnowsupport, by jamsphonna from the Minnow Support Project. It's a witness project run by aggroed, ausbitbank, teamsteem, theprophet0, someguy123, neoxian, followbtcnews, and netuoso. The goal is to help Steemit grow by supporting Minnows. Please find us at the Peace, Abundance, and Liberty Network (PALnet) Discord Channel. It's a completely public and open space to all members of the Steemit community who voluntarily choose to be there.

If you would like to delegate to the Minnow Support Project you can do so by clicking on the following links: 50SP, 100SP, 250SP, 500SP, 1000SP, 5000SP.
Be sure to leave at least 50SP undelegated on your account.

Alhamdulillah.. beruntungnya saya lahir di Aceh, setidaknya masih bisa menikmati film secara terbuka di lapangan-lapangan kampung yang segar, tidak pengap dan terkotak dalam ruang gelap. Tq bro @jamsphonna

Alhamdulillah..

Thanks adun

Coin Marketplace

STEEM 0.22
TRX 0.20
JST 0.034
BTC 99006.74
ETH 3331.65
USDT 1.00
SBD 3.09