Karena Mu Kami Bertahan

Sungguh,anak adalah anugerah terindah yang menjadi kekuatan dalam membangun rumah tangga.

Tidak jarang cobaan selalu datang,hubungan jarak jauh,orang ketiga, dan bermacam duri lainnya selalu membuat hubungan berada di ujung tanduk.

Tidak ingin mengorbankan sang buah hati, sebagian orang rela menggadaikan kebahagiaan sendiri demi sang darah daging.

Disini, di dunia yang luas dan kejam ini panggung sandiwara hidup pun dimulai dan seolah dipertontonkan di depan umum.

Entah ini hukuman atau cobaan,
Hukuman untuk kesalahan yang telah ku perbuat, atau cobaan untuk melatih kedewasaan ku.

Sakit dan hancur saat aku tau ada penghianatan dalam hubungan ini,hubungan yang kami awali dengan akad nikah, dan akan kah di akhiri dengan sidang perpisahan??

Mengaku sama-sama bersalah kami ingin memulai kembali awal yang baru.
Meski begitu kesepakatan kami, sakit ini belum lah hilang, masih terlihat luka berdarah yang sangat parah disini.

Entah sampai kapan luka ini sembuh.

Berbagai cara ditempuh untuk menyembuhi sakit ini tapi belum berhasil membuat ku lupa akan apa yang sudah terjadi dalam pernikahan kami.

Sekarang aku memilih diam,karena itu satu-satunya cara untuk menenangkan pikiran ini.

Rasa menyesal yang seharusnya ku alami ternyata seketika berubah menjadi rasa benci.

Mengapa aku tidak melakukan penghianatan yang sebenarnya?
Tidak,jangan kotori tubuhmu demi membalas sakit itu(kata hatiku).

Karena rasa sakit itu akan hilang dengan sendirinya seiring berjalannya waktu.

Mengapa aku terlalu percaya? menganggap dia adalah seorang terhebat dalam hidupku, tidak mungkin melakukan hal yang tidak baik!

Oh tuhan, ternyata dia menghianatiku jauh sebelum aku mengkhianatinya.

Sejauh apa penghiantan itu ?
Entah hanya dia dan tuhan yang tahu.

Intinya aku tidak ingin lagi ada sandiwara.

Jangan dibaca serius.Wkwkw