Jangan Pernah Menolak Rezeki

in #indonesia7 years ago

burung-kecil.jpg
Ilustrasi foto dari Thayyiba

Saya teringat saat awal-awal tinggal di kompleks kost yang sekarang. Rumah yang saya tempati berdempetan dengan dua rumah lainnya. Di sebelah kananan ditempati oleh dua pemuda, yang sampai mereka pindah saya tidak tahu seperti apa rupa mereka. Rumah itu sekarang ditempati oleh sebuah keluarga. Sementara di sebelah kiri ditinggali oleh anak pemilik kost yang sudah menikah.

Berhadapan dengan saya ada rumah yang ditempati oleh sekelompok mahasiswi. Di sebelah kiri rumah itu ditempati oleh seorang nenek dengan anak lelakinya. Di sebelah rumah nenek ini, adalah rumah pemilik kost yang kami panggil Bu Dhe dan Pak Dhe. Mereka sangat ramah dan baik.

Ada kebiasaan baik yang kami budayakan di kompleks ini, yaitu saling memberi makanan jika ada yang bisa kami bagi. Bu Dhe misalnya, ia punya keponakan yang punya usaha katering, tak jarang kami para penghuni kost kecipratan rezeki yang melimpah. Kadang ia memberi bubur, kue, sayur, buah, apa pun yang bisa diberikan. Begitu juga dengan dua tetangga lainnya.

Namun hal yang sama tidak berlaku untuk tetangga di depan yang penghuninya adalah para mahasiswi tadi. Suatu hari saya memasak sayur dalam jumlah yang banyak, saya meminta adik mengantarkan satu mangkuk untuk mereka. Dulu waktu saya masih jadi mahasiswa, ada tetangga-tetangga yang sangat perhatian dengan kami, mereka sering memberi sayur dan makanan lainnya. Pikir saya, inilah saatnya saya melakukan hal yang sama pada adik-adik mahasiswi tersebut.

Tapi ternyata pada pemberian yang ketiga kali itu, ada sepotong pesan yang mereka titipkan pada adik. "Nanti jangan kasih-kasih lagi ya, kami nggak bisa balas."

What!!!

Terus terang saya terkejut mendengar ungkapan itu. Mungkin mereka berpikir, apa yang mereka dapatkan harus dibalas. Padahal, tidak harus begitu. Yang memberi sudah tentu tidak berharap balasan. Dan yang menerima jangan merasa sungkan. Tapi sejak itu memang saya tidak pernah lagi memberi kepada mereka. Pun karena beberapa hal, misalnya sikap mereka yang tidak terlalu ramah, padahal kami bertetangga.

Hal yang sama ternyata juga dialami Bu Dhe, pada tetangga sebelah rumahnya. Setiap ia memberi sesuatu, tetangganya itu sering kali menjawab, tidak ada yang makan. Wajar kalau Bu Dhe akhirnya tidak pernah memberikan apa pun lagi pada tetangga tersebut.

rezeki-milik-allah.gif
Ilustrasi foto dari Ummi Online

Di lain waktu, di depan sebuah pusat perbelanjaan Barata di Banda Aceh, saya ingin menyeberang ke Bank Aceh di Jalan Diponegoro. Tapi karena waktu itu sedang terburu-buru, tidak mungkin saya jalan kaki, selain karena membutuhkan waktu setidaknya sampai 15 menit untuk pergi pulang, saya juga tidak mau berbasah-basah dengan peluh karena sudah cantik jelita hahaha.

Akhirnya saya memanggil salah satu becak yang mangkal di sana. Bapak yang pertama menawar harga Rp15 ribu. Wow... saya kaget, "dari Barata ke Bank Aceh di depan Simbun itu kan dekat, Pak. Masak sampai 15 ribu. Lima ribu saja ya?"

"Kalau lima ribu tidak bisa, karena harus mutar lagi," dia menjawab seenaknya. Mutar apanya?

Kemudian dia memanggil rekannya. "Sama Bapak ini saja, dia mau kalau dikasih lima ribu."

Saya tidak habis pikir. Sombong sekali bapak ini.

Lalu melangkahlah saya menuju pada bapak yang kedua ini. Orangnya sudah tua, umurnya mungkin sudah di 60-an. Wajahnya penuh keriput dan tampak lelah. Tatapannya sendu. Sebenarnya di awal tadi saya mencari-cari bapak ini, tapi dia sudah berpindah posisi dari tempat saya melihatnya pertama kali. Melihat bapak ini terbit iba di hati saya. Saat saya menawar lima ribu, tanpa ba bi bu beliau langsung engkol motornya.

"Tunggu sebentar ya, Pak. Saya cuma sebentar, nanti balik lagi ke Barata." Kata saya begitu sampai di depan bank. Bapak itu mengangguk. Menunggu dengan sabar, padahal saya harus mengantre di bank itu. Sebagai bentuk terimakasih, saya membayar ongkos melampaui harga yang sudah kami sepakati. Saya masih teringat bagaimana reaksi wajah bapak itu saat menerima ongkos yang saya berikan. Ia tergugu. Saya tersenyum lega di hati.

Sejak kecil orang tua selalu mengajarkan kami agar tidak menjadi penadah tangan. Kami selalu diajarkan untuk memberi. Diajarkan untuk mandiri, dan selalu menyandarkan diri pada Sang Empunya kehidupan. Karena hanya di depan-Nya saja kita boleh menunjukkan betapa lemah dan tak berdayanya kita sebagai makhluk. Meski begitu, Ibu juga mengajarkan kami untuk tidak pernah menolak rezeki yang diberikan oleh orang lain. Entah itu pemberian dari tetangga, dari teman-teman, atau bahkan tak jarang dari orang yang tidak dikenal sama sekali. Itu adalah rezeki dari Allah yang dititipkan kepada kita melalui tangan orang lain.

Kalaupun memang terpaksa menolak, tolaklah dengan halus sehingga tidak menyinggung perasaan orang yang memberi. Dan jangan lupa selalu doakan keberkahan dan kemudahan rezeki bagi mereka yang memberi. Karena memberi yang diniatkan karena Allah akan bernilai ibadah dalam bentuk sedekah. Pun bagi yang menerima, jangan berkecil hati, karena menerima pemberian yang tulus dari orang lain juga bisa bernilai pahala bagi kita, karena sudah menyenangkan hati orang lain.

Pun ketika ada yang menawarkan Anda untuk membuat akun di Steemit, jangan langsung menolak. Karena bisa jadi itu adalah jawaban dari doa-doa yang dipanjatkan kepada Sang Pemberi Rezeki selama ini.[]

Sort:  

Terima kasih telah mengingatkan. Memang pesoalan seperti ini sering terjadi. Tulisan dengan konten mengingatkan sesama menjadi lebih bermamfaat. Saya harap terus menulis karya yang humanis untuk perjuangan literasi yang sehat.

poto yang sangat baik

lanjut trus bang😎

Ke momong kita.... Hahaha

Ada 8 pintu rezeki untuk manusia yang dijanjikan-Nya. Di antaranya: dari yg tidak terduga-duga, juga hasil usaha dan bersyukur. Selain itu karena menikah dan kemudian punya anak... begitulah.

Yang selain itu.... Ihan belum tu hahahahah

Di dalam kitab Jam'ul Jawami' alias kitab 8, pernah saya baca perihal membahagiakan hati sesama mukmin (tidak menyakiti hati mereka) itu adalah termasuk dalam tiga hal yang paling penting. Lebih penting dari banyaknya ilmu yg ada dalam dada kita.

Disana disebutkan, tidak disebut alim seseorang kecuali melaksanakan 3 perkara, walaupun ia hafal beribu-ribu kitab sekalipun. 1.Rendah diri 2. Tidak menyakiti hati sesama mukmin 3. Tidak berteman dengan raja-raja.

Poin nomor dua selalu menjadi landasan saya ketika ada seseorang yg memberi sesuatu kepada kita. Apresiasi yg kita bagikan dengan bentuk menerimanya adalah membahagiakan dia. Menolak, mungkin saja timbul kesedihan baginya.

Yuppp.... Menerima pemberian orang bukan berarti kita tidak berpunya.

Mantaappp that tgk.. Yg harus ta tulak nyan ken raseki... Grek gen bala yg ne geyue tulak.. :)

Hehee... Memang hanjeut tatulak.... Han geubi le le Po teuh nteuk....

Keknya perlu foto profil yg agak besar deh @ihansunrise .... Supaya jelas bahwa penulis yg tulisan2nya mantap ini ureung inong.... 😁

Mntp tulisannya

Jeeeh kok gitu? Setuju dengan pendapat Ihan, kita gak melulu mengharapkan balasan untuk apa yg kita berikan. Juga menolak pemberian Bu Dhe dengan cara begitu kakak rasa kurang elok.

jehhhh nggak tahu juga kak heheheh

Mantap. Saling mengingatkan. Saling menginspirasi. Menjadi pribadi yang bijak akan lebih menyejukkan terutama untuk diri sendiri juga akan dirasakan oleh orang-orang di sekeliling kita. Saleum.

Saleum juga kak. Mari lewat media ini kita berbagi inspirasi.

Coin Marketplace

STEEM 0.16
TRX 0.15
JST 0.027
BTC 60256.67
ETH 2327.64
USDT 1.00
SBD 2.46