Persaingan Hanyalah Kata Lain Dari Pengisapan
Cinta yang menyahabati selalu menuntut kebijaksanaan yang penuh dalam melayari realitas kebersamaan dengan sesama. Artinya, dalam pelayaran itu dituntut kearifan kita untuk tidak jatuh pada upaya penonjolan diri. Kita ada karena adanya dia. Lalu bagaimana ada yang menonjol dari yang lainnya. Lahirnya semangat berbeda secara kurvatif dengan yang lain karena sistem yang terproduksi dalam masyarakat yang menuntun demikian, yakni sistem yang membedakan manusia berdasarkan status ekonomi individu semata. Individu ada karena usaha individu itu sendiri. Kalau mau maju ya bersainglah dengan saya. Dan persaingan itu tak mungkin bisa ada sebab yang satu sudah memiliki fasilitas yang jibunan, sedangkan yang satunya, boro-boro punya fasilitas dan modal besar, untuk makan saja susahnya minta ampun. Betapa buruknya sistem yang emoh dengan segala hal yang berbau kebersamaan yang sifatnya benar-benar menyahabati.
ㅤㅤ
Inilah kritik moral dari Cinta yang menyahabati kepada sistem bermasyarakat kita yang tunacinta.
Sebagai sebuah landasan moral, Cinta yang menyahabati, dengan demikian, bisa menjadi mazhab dalam sekolah kehidupan kita. Putu Wijaya menggambarkannya dengan cukup manis dalam sebait puisinya: Cinta adalah sekolah kehidupan dan pacar adalab guru terbaik kalau tidak, itu bukan cinta,itu bukan pacar.