Pejuang Atau Pengemis Cinta
Lelaki itu rela menebalkan mukanya, agar acara “penembakan” terhadap gadis (target) dipublikasikan oleh stasiun televise swasta dan ditonton oleh seluruh ABG ditanah air. Mulai dari pengaturan strategi, persiapan acara puncak, hingga “penembakan”, semua terekam menjadi sebuah reality show yang merendahkan martabat kaum lelaki. Bagaimana tidak, selelaki itu sampai rela mengeluarkan uang dalam jumlah besar-yang jika diberikan kepada kaum dhuafa pasti akan sangat bermanfaat-demi membuat acara semeriah dan seromantis mungkin buat mereka. Padahal, para budak saja tidak sampai seperti itu;mereka hanya berkorban tenaga dan tidak kedua-duanya (harta dan tenaga).
Acara lain malah lebih menyedihkan. Sang lelaki korban cinta melaporkan penyelewengan kekasihnya untuk di tv-kan. Ia buntuti gerak-gerik si gadis dari pagi hingga malam sampai terbukti bahwa memang kekasihnya yang mendua. Tidaklah itu hanya mepermalukan diri sendiri? Dengan bangga dan tidak dibayar, selelaki mempublikasikan aib dirinya, seolah-olah perbuatannya terhormat dan memiliki nilai dan makna historis, perbuatan pria pejuang. Pejuang?
Kata Aa Agym “pejuang adalah orang yang mampu berkorban bagi orang lain tanpa kenal lelah, tanpa istirahat dan tanpa mengharapkan balasan apa-apa”. Ya, mereka memang berkorban untuk orang lain dan tanpa istirahat, tapi bukankah mereka mengharapkan balasan untuk yang diperjuangkannya, yaitu sekadar pengakuan atau kata cinta dan sayang (sebagai hasil yang sebanding dengan apa yang telah dikorbankan oleh para pejuang cinta itu? Lalu dimanakan izzah (harga diri) kaum adam bila dilihat dari sudut pandang kaum lelaki adalah sosok pemimpin bagi kaum perempuan?.
Tayangan itu memperlihatkan kenyataan bahwa lelaki bukan saja telah dipimpin oleh kaum perempuan, tetapi juga telah mengambil posisi untuk diperbudak kaum hawa. Saya tidak bermaksud mendiskreditkan orang atau pihak tertentu, namun apa yang terjadi bila hal seperti itu menjadi tren, bahkan membudaya di kalangan pemuda Islam?
Jatuh cinta tidak dilarang, kerena itu adalah fitrah manusia. Namun, sebagai mukmin, kita harus dapat membingkainya agar cinta terhadpa makhlukNya dapat terwujud dari kecintaan kepada Yang maha Kuasa. Caranya? Dengan pernikahan yang agung, sebagaimana telah disyariatkan dalam Islam.
I really like this post fauzanspdi! keep it up!