Barking Dogs Never Bite
[Source] (https://www.imdb.com/title/tt0269743/)
Kesal karena belum bisa menonton film Parasite yang saat ini sedang fenomenal banget karena banyak orang membicarakannya dan telah mendapat penghargaan tertinggi di Festival Film Cannes 2019, saya memutuskan untuk menonton Barking Dogs Never Bite, film yang menjadi debut Bong Joon-Ho sebagai sutradara. Saya pikir, lebih baik saya ‘berkenalan’ terlebih dahulu dengan karya perdana Bong Joon-Ho. Saya belum pernah menonton film-film dari sutradara asal Korea Selatan ini. Di antara beberapa film Bong Joon-Ho yang menjadi perhatian penikmat film, saya memang sengaja menonton karya perdananya–yang notabene jarang menjadi pembicaraan–agar saya tahu bagaimana (film-film) Bong Joon-Ho bisa berkembang seperti sekarang.
Film ini bercerita tentang laki-laki bernama Yun Ju yang nyaris frustasi karena memikirkan statusnya sebagai mahasiswa yang akan menjadi profesor tetapi tak kunjung menjadi profesor. Yang membuat Yun Ju frustasi bukan karena ia tak mampu secara akademik, melainkan karena ia tak mampu secara finansial untuk menyuap seorang dekan untuk menjadikannya seorang profesor. Fenomena senioritas, sogok-menyogok, atau mendapatkan sebuah jabatan tertentu karena faktor kedekatan dengan pejabat tertentu di dunia akademisi di Korea Selatan bukan tema tontonan yang asing buat saya. Entah sudah berapa kali hal tersebut digambarkan dalam beberapa film dan drama-drama Korea Selatan yang pernah saya tonton. Well, saya masih bisa bertoleransi akan hal tersebut karena film ini diproduksi tahun 2000, tetapi saat melihat fenomena tersebut masih menjadi topik dalam drama-drama Korea Selatan yang diproduksi dalam beberapa tahun belakangan, saya jadi bertanya-tanya apakah tidak ada perubahan yang lebih baik di dunia akademisi Negeri Ginseng tersebut? Mungkin film atau drama tidak bisa menjadi representasi dari dunia nyata, tetapi saya percaya bahwa sebuah film dibuat tidak bisa lepas dari latar belakang budaya dan kebiasaan di sebuah daerah atau negara tertentu.
Apakah film ini hanya bercerita seputar topik suap-menyuap saja? Justru film ini bukan bercerita tentang itu. Film dibuka dengan adegan ketika Yun Ju sedang menerima telepon dari temannya dan mereka berbincang-bincang tentang kemungkinan untuk menyuap dekan untuk memuluskan jalan Yun Ju menjadi profesor. Suara gonggongan anjing menganggu perbincangan mereka. Yun Ju tidak menyukai anjing. Naasnya, suara gonggongan anjing tersebut mengganggu hari-hari Yun Ju berikutnya sehingga hal tersebut justru makin membuatnya frustasi. Yun Ju melakukan hal-hal tak terduga terhadap anjing-anjing tersebut. Masalah berikutnya justru datang dari istrinya secara mengejutkan.
Selain Yun Ju, seorang tokoh lainnya bernama Hyun Nam, petugas kantor apartemen tersebut, semakin sering menerima laporan penghuni apartemen yang malaporkan kehilangan anjing mereka. Hyun Nam adalah pekerja biasa yang bermimpi suatu saat bisa tampil di TV dengan sebuah tindakan heroik yang dilakukannya. Maka, bisa menangkap pelaku di balik hilangnya dan matinya secara tragis anjing-anjing menjadi misi gadis tersebut. Namun, terdapat tokoh-tokoh lainnya di balik hilangnya anjing-anjing pemilik apartemen. Boleh dikatakan bahwa anjing menjadi faktor yang menghubungkan tokoh-tokoh dalam film ini dan masalah yang sedang dihadapi Yun Ju.
Barking Dogs Never Bite bukan sekadar cerita misteri hilangnya anjing-anjing. Faktor ketidaksukaan tokoh Yun Ju terhadap anjing dan suara-suara gonggongan anjing yang menganggunya di waktu yang tidak menyenangkan menjadi pemicu sang tokoh untuk terlibat lebih jauh dalam kasus hilangnya anjing-anjing penghuni apartemen–termasuk anjing sang istri–alih-alih fokus pada masalah keuangan yang sedang dihadapinya.
Saya senang ketika mendapati kenyataan bahwa Bong Hoon-Jo tidak harus mengakhiri film dengan menguak semua pelaku dan menyuguhkannya dengan nyata ke hadapan penonton. Saya lebih suka jika penonton bisa menyimpulkannya sendiri. Meski demikian, akhir film ini tidak juga bisa disebut memuaskan saya. Saya berharap bisa mendapatkan akhir yang mengejutkan. Alih-alih, saya berkata, “hah, ending-nya masa begitu aja?”