Pengalaman 'Berkesan' Berangkat Umrah
Padahal saya sudah sering mengingatkan diri sendiri kalau apa yang kita takutkan kemungkinan besar akan menjadi kenyataan. Tapi untuk perjalanan ini, ketakutan-ketakutan dalam pikiran ini tak bisa saya hindari.
Perjalanan umrah saya pada bulan Maret 2018 lalu berjalan tidak terlalu mulus. Saya yang berada dalam satu grup berjumlah 30 orang serta 40 orang lagi dalam grup kedua terlantar di Sepang, Malaysia selama 4 hari.
Pada malam sebelum keberangkatan kami dari Kuala Namo ke Sepang, saya yang tak pernah menonton teve ini malah menonton tayangan Mata Najwa tentang Penipuan Travel Umrah. Harusnya saya tidur saja malam itu setiba di penginapan di dekat Asrama Haji Medan. Tapi saya menonton tayangan itu sampai habis dan membiarkan pikiran-pikiran buruk gentayangan di kepala.
Keanehan-keanehan sudah mulai terasa sejak sebelum keberangkatan. Mulai dari tanggal keberangkatan yang enggak jelas. Saya yang kuli ini kan harus mengajukan cuti jauh-jauh hari tapi tanggal keberangkatan belum ada kepastian dari biro travel. Tanggal keberangkatan awal yang saya dapat tiba-tiba berubah 1 minggu lebih cepat. Mau enggak mau cuti harus diralat lagi.
Lalu penambahan hari perjalanan umrah yang semula pada akad berjumlah 10 hari diubah menjadi 13 hari yang artinya kami harus membayar lagi sekian juta. Kartu kuning bukti suntik vaksin meningitis sudah ada padahal saya belum mendapatkan vaksin tersebut (yang belakangan saya baru tahu kartu kuning ini dapat dibeli tanpa kita harus divaksin). Kemudian pihak travel yang meminta biaya surat mahram untuk adik perempuan saya padahal saya muhrimnya. Dan yang terakhir yang membuat saya jengkel adalah saat keberangkatan ke bandara. Saya, adik, dan mami (kakak ibu) ditinggal oleh bus pengantar di asrama haji. Jadilah kami buru-buru berangkat ke bandara dengan hati gundah gulana. #drama
Karena ini perjalanan umrah, saya sebisa mungkin menahan emosi. Kalau sudah mulai kepikiran yang aneh-aneh, buru-buru istigfar. Pokoknya menangkis segala macam bentuk pikiran negatif yang kerap sekali muncul. Bagaimana enggak sering muncul? Kalau tour leader-nya tiba-tiba memotong antrean imigrasi di Bandara Kuala Namo lalu menghilang ke dalam pesawat. Setiba kami di KLIA pun begitu. Tour leader-nya juga tak tampak batang hidungnya. Yang kami jumpai adalah perwakilan biro travel yang mengurus jamaah transit di Malaysia. Itu pun baru ketemu setelah kami menunggu lebih dari 2 jam di dalam bandara. Itu sudah hampir tengah malam. Perut lapar, badan letih, mata mengantuk.
Dari bandara, kami diberangkatkan naik bus ke hotel karena besok pagi akan berangkat lagi ke Kolombo sebelum menuju Jeddah. Tiket Kuala Lumpur-Kolombo sudah di tangan. Tentu semua jamaah tak khawatir lagi apalagi menaruh curiga karena tiketnya sudah ada gini ya kan? Tapi enggak bruh! Setelah makan (tengah) malam, kami beristirahat sebentar lalu jam 2 atau 3 subuh berkumpul lagi di lobi dengan segala barang bawaan. Kami turun ke bawah dengan barang-barang itu hanya untuk mendengar bahwa penerbangan ke Kolombo dibatalkan. Tak ada jawaban kenapa tiket itu hangus. Tour leader yang berjumlah 3 orang itu (1 tour leader utama(pemilik biro travel), 2 tour leader perwakilan untuk masing-masing 2 daerah (Bireueneun dan Laweung-Aceh)) tak satu pun bisa dihubungi. Yang beberapa jam kemudian kami ketahui sudah tiba di Jeddah. Why on earth mereka bisa ke Jeddah sedangkan kami tidak padahal pesawatnya sama?
Wajah Najwa Shihab zoom in-zoom out di kepal saya dengan suara latar tangisan dari seorang ibu di pojokan. Kami melangkah gontai kembali ke kamar dengan kekalutan masing-masing.
Rombongan yang saya ikuti ini berasal dari Beureunuen, Aceh. Salah seorang jamaah berusaha berkomunikasi lewat whatsapp ke temannya yang ikut rombongan yang telah tiba di Jeddah, mencari kabar tentang kejelasan keberangkatan dan berusaha mengontak tour leader mereka. Namun nihil. Tour leader tak mau menerima telepon.
Berbagi cerita di tengah kegundahan
Yang kami dapatkan setiap hari adalah kabar yang sama dari biro travel perwakilan Malaysia dan manajer hotel: besok kita berangkat jam sekian, tunggu di lobi jam sekian bla bla bla. Begitu terus sampai hari ke tiga. Kerja kami di hotel ya makan tidur-makan tidur. Semua sudah pasrah tapi cemas.
Hari keempat, kami dibawa tur oleh manajer hotel tempat kami menginap ke Kuala Lumpur tanpa paspor. Katanya tur ini instruksi dari tour leader supaya kami tidak bosan di hotel terus yang belakangan kami ketahui ternyata bohong. Kunci kamar dikembalikan, check out. Semua barang dimasukkan ke dalam bus. Kami pun bertolak ke Kuala Lumpur, melihat Petronas, Istana Negara, Taman Merdeka, dan makan siang.
Total rombongan jamaah berjumlah 3 rombongan. Satu rombongan bahkan telah berada di Madinah beserta ke tiga tour leader dan dua rombongan jamaah lagi ditinggal di Malaysia. Rombongan saya adalah rombongan yang menolak dibawa tur sedangkan rombongan yang satu lagi paling antusias ikut tur. Rombongan kedua ini bernasib lebih buruk dari kami. Mereka tiba setelah kami melewati dua malam di Malaysia. Hotel kami terpisah dan mereka tidak mendapat makanan 3 kali sehari. Pagi pertama mereka bangun di Sepang, sarapannya adalah roti dari sedekah warga setempat. Meski begitu, mereka terlihat seperti enggak peduli jadi atau tidak berangkat ke Jeddah. Yang penting apa yang ada di depan dulu yang dinikmati. Setiba di KL, mereka bahkan mau ke money changer segala untuk bisa belanja-belanja. Rombongan kami, terduduk kalut di dalam bus. Pasrah dibawa tur keliling Kuala Lumpur.
Salat di salah satu masjid di Kuala Lumpur. Saya lupa namanya apa.
Saya terbayang pada pengalaman beberapa tahun silam ketika jalan-jalan di Kuala Lumpur dan seorang polisi membentak dan mengecek paspor. Ini kalau kejadian lagi, terserah daaaah mau ditangkap terus dideportasi ya bodoamat! Saya yang tadinya takut-takut keluar dari bus, kemudian tawakal dan membawa Titi ke depan Petronas untuk foto-foto. Apa yang terjadi ya terjadilah. Syukurnya enggak kejadian apa-apa.
Tur itu benar-benar menguras tenaga jamaah karena kami tak bisa menikmatinya. Yang kami butuhkan malam itu hanyalah kepastian keberangkatan, paspor beserta tiket pesawat. Dan ketika Tuhan mengabulkan doa-doa kami, beban yang membuat jidat kami selalu menunduk ke bawah itu terangkat. Tapi saya tak bisa cukup tenang berada di dalam pesawat itu sebelum benar-benar menginjakkan kaki ke tanah Arab Saudi.
Kami tiba pada siang hari yang terik dengan kelembaban yang sangat minim. Entah itu pukul berapa, saya lupa. Setelah antrean imigrasi yang cukup menguji kesabaran berakhir lalu keluar dari gedung bandara, baru saya benar-benar bisa menghirup udara kering itu dengan ikhlas, penuh kelegaan, dan rasa syukur yang tak terperi. Melihat susunan payung raksasa di luar gedung Bandara King Abdul Aziz itu mengingatkan kembali bagaimana 4 hari yang lalu nongkrong di hotel tanpa kejelasan nasib dan pikiran negatif yang beranak pinak kemudian harus saya bunuh satu-satu supaya tidak merongrong hati. Bagaimana selama beberapa hari itu harus memasang wajah kita-akan-baik-baik-saja di depan para bapak dan ibu jamaah yang bermuram durja. Ketika rasa pesimis sudah mulai memenuhi isi kepala kami semua, datanglah angin segar yang ingin kami hirup sedalam-dalamnya dengan penuh suka cita tapi takut kalau-kalau anginnya seketika berbelok arah sesaat setelah menyentuh ujung hidung.
Tuhan kalau bercanda suka begini deh. =’)))) (kemudian nangis)
Memilih travel umrah sekarang memang harus teliti sekali. Ini saya mau bilang tertipu rasa-rasanya ya begitu. Kalau dibilang bukan tipuan pun rasa-rasanya juga bukan. Meski tour leader (owner biro travel) yang menjemput kami di Jeddah telah menjelaskan kronologis apa yang terjadi tapi masih sulit untuk bisa kami percayai. Karena mereka tidak bisa menjawab kenapa mereka menolak menjawab pesan dan telepon kami. Kenapa mereka tidak memberi kabar kalau kami harus menunggu. Sekarang saya baru tahu rasa sakitnya ditinggalkan tanpa penjelasan apa-apa. (deep sigh)
Kronologisnya adalah, dua rombongan umrah harusnya berangkat sama-sama dari Malaysia ke Kolombo (Sri Lanka) lalu melanjutkan penerbangan lagi ke Jeddah dengan maskapai dan penerbangan yang sama. Kami semua memegang tiket dengan nomor penerbangan yang sama. Namun yang terjadi adalah pesawat tidak memiliki cukup kursi untuk ke dua rombongan jamaah. Jika jamaah yang tertinggal ingin diberangkat lagi di hari berikutnya, biro travel harus bayar lagi, setelah dibayar, ternyata tidak juga bisa berangkat. Alasan kenapa tidak bisa berangkat keesokan harinya ini saya lupa karena dijelaskan tengah malam dan saya masih capek lahir dan batin. Tour leader berinisiatif meninggalkan kami (tanpa memberitahukan apa-apa) supaya rombongan yang berangkat duluan ke Kolombo tidak luntang-lantung (padahal ada 2 tour leader perwakilan di dalam rombongan pertama ini).
Biro travel umrah yang memberangkatkan saya saat itu sudah saya ketahui tidak memiliki izin sebagai Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) Kementerian Agama (Kemenag) saat mengurus penambahan nama di paspor. Sedangkan di surat rekomendasi biro travel umrah yang saya pegang untuk mendapatkan surat rekomendasi di Kemenag itu berkop biro travel umrah lain yang telah memiliki izin PPIU. Semua serba terlambat. Perjalanan ibadah umrah itu pun tak bisa dibatalkan lagi karena semuanya sudah diurus oleh orang tua yang tahun lalu aman-aman saja berumrah dengan travel agent ini. Paman saya juga umrah dengan travel agent ini yang juga berjalan aman-aman saja.
Gulungan angin di atas tanah tandus dalam perjalanan dari Jeddah ke Madinah.
Mungkin travel agent ini sudah naas mengalami hal-hal yang tak seorang pun inginkan terjadi. Tapi sebagai penyintas(?) perjalanan umrah yang tak berjalan mulus, saya rasa perlu sekali mengingatkan untuk berhati-hati memilih biro travel umrah. Wajib pula bagi kawan-kawan untuk memilih biro travel yang memiliki izin sebagai PPIU dan jangan tergoda pada iming-iming harga promo.
Kenapa jangan membeli paket umroh harga promo?
Seperti yang saya tonton dalam tayangan Mata Najwa tentang Penipuan Travel Umrah, normalnya biaya umrah itu minimal 20 juta per orang. Itu harga normalnya. Jika ada travel umroh yang menyediakan paket umrah senilai kurang dari 20 juta, itu tidak wajar karena belum bisa menutupi semua biaya perjalanan umrah dari pergi hingga pulang.
Misal nih ya, saya membeli paket umrah promo itu seharga 16 juta. Berarti ada kekurangan uang sebanyak 4 juta jika kita berpatok pada harga normal 20 juta tadi. Lalu dari mana pihak travel menutupi kekurangan uang yang 4 juta ini? Dari calon jamaah umrah yang akan berangkat tahun depan. Jadi saat saya berangkat umrah pada 2018, travel agent umrah sudah harus memiliki calon jamaah yang akan berangkat di 2019. Jika pihak travel tidak memiliki calon jamaah umrah yang cukup untuk mendanai satu perjalanan ibadah umrah, maka yang terjadi adalah akan ada penundaan keberangkatan hingga pembatalan. Atau yang paling buruk: biro travel agentnya kabur.
Jadi bijaklah dalam memilih biro travel umrah ya. Jangan pernah tergiur dengan harga promo dan wajib meneliti kembali apakah biro travel umrah tersebut sudah terdaftar sebagai PPIU di Kemenag.
Nah, apakah kamu juga pernah mendapatkan pengalaman yang tidak enak saat perjalanan umrah? Ceritakan di kolom komentar ya… !
Semoga Allah memampukan kita untuk ke tanah haram.
Ya Allah, gitu kali mereka. Penipu hidupnya gak tenang, gak berkah kalaupun ada laba mereka dapatkan.
Ya Allah kak. Semoga ga ada jamaah lain yang mengalami hal seperti kami. Eh tapi kemarin baru ada yang kena tipu juga. Bapak-bapak dari Lombok ditinggal sendirian di Mekkah. :(
ngeri kali kok cit.
itu kartu kuning jg.. padahal vaksinnya penting loh.. bukan cuma unutk dapat suratnya aja. serem kali kok
Alhamdulillah dulu aku aman kali, berangkat direct banda aceh - jeddah. Sempat bermasalah dikit dengan hotel di Madinahnya, tapi g berarti kali lah. Alhamdulillah overall lancar semua
minimal jd pelajaran, kalau ada yang tanya travel recommended untuk umrah, udah bisa blacklist yg ini
Untung sebelum dia minta uang untuk ganti kartu kuning yang sudah dia buat, aku udah suntik duluan di asrama haji. Pokoknya harus hati-hati kali memilih biro travel, perjalanan lancar sebelumnya belum tentu jaminan akan lancar juga untuk perjalanan selanjutnya. Apalagi kalau biro travel ga punya jadwal pasti keberangkatan. Riskan kali.
Hi! This is jlk.news intelligent bot. I just upvoted your post based on my criteria for quality. Keep on writing nice posts on Steemit and follow me @jlkreiss to get premium world news updates round the clock! 🦄🦄🦄
Thanks.
Ya Allah serem bener ya. Tapi kenapa ya jamaah selalu harus berpikir positif. Apa karena ini perjalanan ibadah. Tapi penyelenggara kok ngak mikir kalau ini ibadah. Naek haji gt juga.. Emosi aja
Jadi mau berpikiran apa lagi kita, Bang? Kita berpikiran jelek, rugi juga kita sendiri. Apa yang orang travel tu pikirkan kan ga bisa kita sama tebak.
Mkanya aku gak mau buka paket umrah. Tanggung jawab nya sampe ke akhirat bruhh..
Kalau biro travel kakak udah ada izin PPIU dan segala macam urusan untuk jamaah mulai dari tiket pesawat, hotel, makanan, transportasi, dan yang lainnya sudah jelas dan pasti, pasti semua bisa dipertanggungjawabkan, kak. :D
Pengalaman yang bisa menjadi pelajaran berharga bagi orang lain. Terima kasih
Sama-sama.
Ya Allah, Cit! Sungguh tragis sekali. Ah, kebayang, betapa sulitnya meredam emosi di saat-saat seperti itu. Ingin ngamuk, tapi juga perlu menenangkan diri dan mengontrol sikap. Ah, stress luar biasa itu kalo kk yang mengalaminya, Cit. Jangan2 udah ngamuk-ngamuk, tapi pasti ga akan ada gunanya ya?
Ah, catatan ini jadi pembelajaran berharga bagi siapa saja nih, thanks for share, Ocit. Untunglah akhirnya tetap bisa berangkat dan menunaikan ibadah umrah ya. Semoga ibadahnya mabrur bagi semuanya. Aamiin.
Iya kak. kalo kita emosi kita sendiri yang rugi. Alhamdulillah sampai tanah haram dan kembali pulang. I
Serem jugak kalau dapet biro travel yang kayak gitu ya bang. Harus hati hati untuk mencari biro travel.
Terimakasih telah berbagi pengalaman bang.
Pengalaman yg tak terlupakan ya @citrarahman
Rasanya dag dig dug...plong! 😁
Alhamdulillah berangkat juga & kembali ke tanah air dgn selamat
Aduh kok gitu amat.... Memang sering juga terjadi kekacauan... Malah pernah kawan sampai ke sana nggak dapat hotel... Ruwet deh!