Cermin #10: Tamasya Sore Sepotong Risol

in #indonesia7 years ago (edited)

image

Sepotong Risol dalam kantong kresek, teronggok di atas meja. Tinggal sendirian di situ, setelah sebelumnya; Bakwan, Nagasari, dan dua biji Boh Romrom, habis dikunyah seorang manusia.

Tadinya rombongan Risol, Bakwan dan teman-temannya yang lain terlibat dalam sebuah tamasya sore yang begitu menyenangkan. Setelah bosan tercampak berjam-jam di dalam rak penjaja kue, seorang pembeli dengan ramah mengajak mereka jalan-jalan setelah memberikan selembar uang lima ribuan pada si penjual.

Kelima mereka ditaruh dalam kantong kresek, lalu si pembeli menyangkutkan mereka di sangkutan sepeda motornya. Ketika mesin motor dinyalakan, Risol dan kawan-kawan riuh riang, girang sekaligus deg-degan seperti orang-orang yang tengah mengalami pengalaman pertama naik pesawat terbang. Mereka berpikir inilah awal dari sebuah perjalanan yang bisa membunuh segala rasa bosan. Meski harus berhimpit-himpitan dalam kantong kresek bermotif strip hitam merah itu, yang sebenarnya bisa membuat mereka gerah dan keringatan, rasa girang yang membuncah menepis segala kepayahan yang ada.

Dari depan swalayan di kawasan Lampoh Daya, tempat rak si penjual menjajakan kue, mereka beranjak ke barat mengambil rute melingkar kota Banda Aceh. Sesampai di sebuah perempatan, mereka diajak berbelok ke kanan mengarah ke Ulee Lheue. Tiba di jembatan Putro Neng, dari balik kantong kresek yang transparan itu mereka menyaksikan orang-orang berdiri mematung di tembok bantaran sungai, seperti dengan khidmat mengamati air sungai, sementara tangan masing-masing orang itu memegang sepotong besi seukuran jari manis dengan kekakuan yang sama. Dari dalam kantong kresek pemandangan luar yang berkelebat itu hanya bisa mereka lihat dalam warna sephia saja.

"Itu namanya orang memancing," terang Risol pada yang lain sementara laju motor telah membawa mereka tiba di Simpang Lamteh.

"Sok tahu," olok-olok Bakwan.

"Itu bukan orang mancing. Mereka peneliti. Mereka sedang meneliti warna air sungai Putroe Neng yang kata orang-orang tua kerap berubah-ubah. Dulu sekali air sungai itu pernah sewarna darah," terang Nagasari.

"Ini bukan sok tahu. Tapi maha bual namanya," sambut Boh Romrom yang satu sambil terkekeh.

Karena asyik saling hujat dan saling mengolok-olok, kesempatan menyaksikan Banda Sea Food terlewatkan begitu saja. Mereka tak sempat melihat bagaimana rupa restoran yang mewah pada masanya, kini telah terlihat uzur, membungkuk seperti hendak menepi dari segala keriuhan denting gelas dan piring para pelanggannya. Ia tampak terpekur ringkih seakan-akan sedang mengutuk diri dan mengaku kalah dengan cafe-cafe yang bertumbuhan di sepanjang Jalan Iskandar Muda dalam empat-tiga tahun belakangan. Tidak hanya itu, mereka juga melewatkan rupa pemandangan masjid Baiturrahim di sudut bundaran kecil Ulee Lheue, begitu juga kuburan massal di Meuraksa, manakala si pengendara sepeda motor yang telah menjadi tuan mereka memacu kuda besinya dengan kecepatan; nyaris penuh.

Setiba di Lambung, saling olok-olok mereka reda tepat ketika tuan mereka mengerem laju motornya secara mendadak. Sebuah motor yang dikendarai seorang ibu-ibu setengah baya menyalipnya tiba-tiba tanpa menyalakan lampu penanda. Saat itulah rombongan Risol kembali tersadar, dan kini mereka menyaksikan deretan pertokoan di kiri-kanan jalan dengan ketakjuban yang dimiliki orang kota saat menyaksikan hamparan sawah berundak pada kali pertama.

Di sepanjang Jalan Iskandar Muda, deretan pertokoan yang hampir semuanya disulap jadi cafe-cafe atau tempat makan. Yang gaya dan desain interiornya dibuat khusus agar sesuai dengan canggihnya kamera gadjet masa kini, membuat rombongan Risol terpelongo sendiri. "Aku ingin dijajakan di situ," kata Boh Romrom menunjuk ke arah sebuah cafe berjudul Burger Pletok.

"Kalau aku di toko merk Kabuji itu. Pasti aku kelihatan lebih mewah, lebih cantik kalau tinggal di sana," balas Nagasari.

Bakwan terdiam. Risol juga. Keduanya seperti sepakat untuk sama-sama tidak bersuara. Sementara laju motor telah membawa mereka sampai ke Simpang Punge, dan tuan mereka telah menyalakan lampu tanda belok kanan, Boh Romrom yang dua biji dan Nagasari masih terlibat dalam perandai-andaian mereka, dan lagi-lagi dua jenis juadah ini saling mencibir satu sama lain.

Sementara Boh Romrom dan Nagasari sudah sampai pada tahap saling mencela dan saling mendaku paling rupawan di antara kue-kue yang pernah ada di dunia, motor telah masuk dalam satu pekarangan rumah tua. Tepat di depan teras, begitu motor berhenti pada landasan terbaiknya, mesinnya langsung mati. Dengan sigap si pengendara mengangkat kantong kresek yang telah menjadi kabin perjalanan Risol, Bakwan, dua biji Boh Romrom dan Nagasari dari Lampoh Daya ke Punge Jurong, menjinjingnya lalu meletakkannya di atas meja di teras rumah.

Maka di meja teras rumah tua itulah kini, Risol terperangkap dalam kantong kresek hitam merah, sendirian saja. Sementara Bakwan, dua biji Boh Romrom, dan Nagasari telah mendahuluinya ke alam lambung atau usus besar tuannya.

Risol menggigil dalam kesendirian. Angin dari Bitai berhembus kencang membuat kantong kresek yang memerangkapnya serasa ingin diterbangkan entah kemana. Matahari telah hampir tenggelam. Suara tartil ayat suci dari corong pengeras suara masjid yang terletak selang satu rumah sebelah terasa menggema betul di gendang telinga Risol. Tapi alunan ayat suci itu tidak serta merta membuatnya insaf, karena ia merasa tak ada yang perlu diinsafinya.

Ia tahu benar, dirinya hanyalah sepotong risol yang diciptakan oleh seorang ibu rumah tangga. Dan kehadirannya bersama dengan ratusan potong risol lain di dunia bukanlah untuk menjadi semacam makhluk yang harus mempertanggungjawabkan gerak geriknya nanti di akhirat sana. Tapi apakah ia akan sampai ke akhirat kelak? Risol yang tengah merasa sepi berkecamuk pula pikirannya.

Itu kecamuk pikiran yang dahsyat. Sebagaimana dahsyatnya kecamuk pikiran para pembaca yang sekarang tengah dilanda tanya, "Bagaimana mungkin Risol, Bakwan, Nagasari dan dua biji Boh Romrom jadi tokoh cerita yang punya kepekaan layaknya manusia?"

Dari dalam kantong kresek yang kini telah terseret ke bibir meja, Risol yang tengah kesepian itu, nyengir dan menjawab dalam hati, "Inilah celakanya mulut dan pikiran pencerita!"

Sort:  

Betapa besar waktu luang yang dimiliki gerombolan gorengan

Maka hambur-hamburkan waktu luangmu haahha

Atas nama waktu luang.

Omak. Nyan jeut keu judul buku kumcer sang.

Bink @senja.jingga. kasi nampak foto motto ussr kita itu

biar besok liat sendiri bg @bookrak di bivak bg... kamera hp aku udah uzur. jam segini udah harus tidur. akunya aja yang masih bejaga. maklum anak muda. hahahahah

Kana ide long tulesan malamnyoe

Jadi membayangkan, kiban kira2 dialog kue2 di meja warkop sanusi :D

Atas nama waktu luang.

Omak. Nyan jeut keu judul buku kumcer sang.

Untung nggak ada lontong!

Lontong ga masuk itungan, mbak. 😂😂

Kasian kali risolnya, udah dingin udah gak enak.

Bhahaha bagi yg belum ada soulmate harus makan risoulmate biar dapat soulmate 😹

Yang sudah ada soulmate, muntahin?

😂😂😂😂

Salah satu ruangan di rumah sakit, ruangan risolasi 😹

risolasido-soldo!

Congratulations! This post has been upvoted from the communal account, @minnowsupport, by bookrak from the Minnow Support Project. It's a witness project run by aggroed, ausbitbank, teamsteem, theprophet0, someguy123, neoxian, followbtcnews, and netuoso. The goal is to help Steemit grow by supporting Minnows. Please find us at the Peace, Abundance, and Liberty Network (PALnet) Discord Channel. It's a completely public and open space to all members of the Steemit community who voluntarily choose to be there.

If you would like to delegate to the Minnow Support Project you can do so by clicking on the following links: 50SP, 100SP, 250SP, 500SP, 1000SP, 5000SP.
Be sure to leave at least 50SP undelegated on your account.

sirisol yang malang..

Long curiga kuh hana mangat risol nyan

upvote back dan follow back

Asik membaca

Kereeennnn👍👍👍Bg @bookrak crita fiksi nya...🤗🤗

Coin Marketplace

STEEM 0.14
TRX 0.24
JST 0.033
BTC 87463.19
ETH 2176.24
SBD 0.64