۞ Do'a Qunut Pada Sholat Shubuh ۞ Rasulullah Saw Membaca Doa Qunut Shubuh Hingga Meninggal Dunia.
حديث انس رضى الله عنه " أن النبي صلي الله تعالي عليه وسلم قنت شهرا يدعوا عليهم ثم ترك فأما في الصبح فلم يزل يقنت حتى فارق الدنيا "
Hadits Anas ra, “Sesungguhnya Rasulullah Saw membaca Qunut selama satu bulan, beliau melaknat mereka, kemudian meninggalkannya. Adapun doa Qunut pada shalat Shubuh, Rasulullah Saw terus membaca doa Qunut pada shalat Shubuh hingga beliau meninggal dunia”.
Pendapat Ulama Tentang Hadits ini:
حديث صحيح رواه جماعة من الحعاظ وصححوه وممن نص علي صحته الحافظ أبو عبد الله محمد بن علي البلخى والحاكم أبو عبد الله في مواضا من كتبه والبيهقي ورواه الدار قطني
Hadits shahih, diriwayatkan sekelompok para al-Hafizh dan mereka nyatakan shahih. Diantara ulama yang menyatakannya shahih secara teks adalah al-Hafizh Abu Abdillah Muhammad bin Ali al-Balkhi Imam al-Hakim Abu Abdillah di beberapa tempat dalam kitabnya dan Imam al-Baihaqi. Diriwayatkan juga oleh Imam ad-Daraquthni.
Abu Bakar, Umar dan Utsman Membaca Doa Qunut Shubuh.
وعن العوام بن حمزة قال " سألت أبا عثمان عن القنوت في الصبح قال بعد الركوع قلت عمن قال عن أبى بكر وعمر وعثمان رضي الله تعالي عنهم "
Dari al-‘Awwam bin Hamzah, ia berkata, “Saya bertanya kepada Abu ‘Utsman tentang doa Qunut pada shalat Shubuh. Ia menjawab, “Setelah ruku’.” Saya katakan, “Dari siapa?”. Ia menjawab, “Dari Abu Bakar, Umar dan Utsman”. (HR. al-Baihaqi).
Imam al-Baihaqi berkata: هذا إسناد حسن “Sanad ini hasan”.
Imam Ali Membaca Doa Qunut Shubuh.
وعن عبد الله بن معقل بعتح الميم وإسكان العين المهملة وكسر القاف التابعي قال " قنت علي رضى الله عنه في العجر " - - رواه البيهقى وقال هذا عن علي صحيح مشهور
Dari Abdullah bin Ma’qil, seorang tabi’in, ia berkata, “Ali ra membaca Qunut pada shalat Shuhub”. (HR. al-Baihaqi).
Imam al-Baihaqi berkata, “Ini dari Imam Ali, shahih masyhur”.
Hadits-Hadits Menolak Doa Qunut Shubuh:
Hadits Pertama:
عَنْ أَنَسٍ أَنَّ رَسُولَ اللََِّّ صَلَّى اللََُّّ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَنَتَ شَهْرًا يَدْعُو عَلَى أحَْيَاءٍ مِنْ أَحْيَاءِ الْعَرَبِ ثمَُّ تَرَكَه
Dari Anas bin Malik, “Sesungguhnya Rasulullah Saw membaca doa Qunut selama satu bulan, berdoa terhadap daerah-daerah Arab, kemudian meninggalkannya”. (HR. Muslim).
Hadits riwayat Anas bin Malik ini menyatakan bahwa Rasulullah Saw membaca Qunut shubuh selama satu bulan, kemudian setelah itu Rasulullah Saw meninggalkannya. Berarti dua riwayat ini kontradiktif? Padahal periwatnya sama-sama Anas bin Malik. Satu menyatakan nabi membaca qunut hanya satu bulan. Sementara riwayat yang lain menyatakan nabi membaca Qunut Shubuh hingga meninggal dunia. Berarti ada kontradiktif?
Tidak ada kontradiktif, karena yang dimaksud dengan meninggalkannya, bukan meninggalkan Qunut, akan tetapi meninggalkan laknat dalam Qunut. Laknatnya ditinggalkan, Qunutnya tetap dilaksanakan. Demikian riwayat al-Baihaqi:
عن عبد الرحمن بن مهدى في حديث انس قنت شهرا ثم تركه قال عبد الرحمن رحمه الله انما ترك اللعن
Dari Abdurrahman bin Mahdi, tentang hadits Anas bin Malik: Rasulullah Saw membaca Qunut selama satu bulan, kemudian beliau meninggalkannya. Imam Abdurrahman bin Mahdi berkata: “Yang ditinggalkan hanya laknat”.
Yang dimaksud dengan laknat dalam Qunut adalah:
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ النَّبِىَّ صلى الله عليه وسلم قَنَتَ شَهْرًا يَلْعَنُ رِعْلاً وَذَكْوَانَ وَعُصَيَّةَ عَصَوُا اللَََّّ وَرَسُولَهُ. - -
Dari Anas bin Malik, sesungguhnya Rasulullah Saw membaca Qunut selama satu bulan beliau melaknat (Bani) Ri’lan, Dzakwan dan ‘Ushayyah yang telah berbuat maksiat kepada Allah dan Rasul-Nya”. (HR. al-Bukhari dan Muslim).
وأما الحواب عن حديث أنس وأبى هريرة رضي الله عنهما في قوله ثم تركه فالمراد ترك الدعاء على أولئك الكعار ولعنتهم فقط لا ترك جميا القنوت أو ترك القنوت في غير الصبح وهذا التأويل متعين لان حديث أنس في قوله " لم يزل يقنت في الصبح
حتى فارق الدنيا " صحيح صريح فيجب الجما بينهما وهذا الذى ذكرناه متعين للجما وقد روى البيهقي باسناده عن عبد الرحمن بن مهدي الامام انه قال انما ترك اللعن ويوضح هذا التأويل رواية أبي هريرة السابقة وهي قوله " ثم ترك الدعاء لهم "
Adapun jawaban terhadap hadits Anas dan Abu Hurairah, tentang kalimat, “Kemudian ia meninggalkannya”. Maksudnya adalah: meninggalkan doa terhadap mereka, yaitu orang-orang kafir. Meninggalkan laknat terhadap mereka. Hanya meninggalkan laknat dalam doa saja, bukan meninggalkan doa Qunut secara keseluruhan. Atau artinya: meninggalkan doa Qunut dalam semua shalat selain shalat Shubuh. Penakwilan ini menetapkan sesuatu, karena hadits riwayat Anas menyatakan, “Rasulullah Saw terus membaca doa Qunut pada shalat Shubuh hingga meninggal dunia”. Hadits ini shahih dan jelas, maka wajib mengkombinasikan antara kedua riwayat tersebut. Imam al-Baihaqi telah meriwayatkan dengan sanadnya dari Imam Abdurrahman bin Mahdi, ia berkata, “Yang ditinggalkan hanya laknatnya saja”. Penakwilan ini dijelaskan riwayat Abu Hurairah di atas, yaitu kalimat, [ثم ترك الدعاء لهم ]. Kemudian Rasulullah Saw meninggalkan doa (laknat) terhadap mereka”.
Hadits Kedua Menolak Qunut:
عَنْ أَبِي مَالِكٍ الْأشَْجَعِ ي قَالَ قُلْتُ لِأَبِي يَا أبََةِ إِنَّكَ قَدْ صَلَّيْتَ خَلْفَ رَسُولِ اللََِّّ صَلَّى اللََُّّ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأبَِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِ ي بْنِ أبَِي طَالِبٍ هَا هُنَا بِالْكُوفَةِ نَحْوًا مِنْ خَمْسِ سِنِينَ أَكَانُوا يَقْنُتوُنَ قَالَ أيَْ بُنَيَّ مُحْدَثٌ
Dari Abu Malik al-Asyja’i, ia berakata, “Saya bertanya kepada Bapak saya, ‘Wahai bapakku, sesungguhnya engkau shalat di belakang Rasulullah Saw, Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali bin Abi Thalib di sini, di Kufah lebih kurang lima tahun. Apakah mereka membaca doa Qunut?”. Bapaknya menjawab, “Wahai anakku, itu perbuatan yang dibuat-buat”. (HR. at-Tirmidzi).
Pendapat Ulama:
والجواب عن حديث سعد بن طارق أن رواية الذين اثبتوا القنوت معهم زيادة علم وهم أكثر فوجب تقديمهم
Jawaban terhadap hadits Sa’ad bin Thariq (nama asli Abu Malik al-Asyja’i), bahwa riwayat yang menetapkan adanya Qunut, bersama mereka itu ada tambahan pengetahuan, yang menyatakan ada Qunut Shubuh lebih banyak, maka riwayat mereka lebih dikedepankan.
Hadits Ketiga Menolak Qunut:
عَنْ عَبْدِ اللََِّّ بْنِ مَسْعُودٍ رَضِىَ اللََُّّ عَنْهُ قَالَ : مَا قَنَتَ رَسُولُ اللََِّّ صلى الله عليه وسلم فِى شَىْءٍ مِنْ صَلَوَاتِهِ. - -
Dari Abdullah bin Mas’ud, ia berkata, “Rasulullah Saw tidak pernah membaca doa Qunut dalam shalat-shalatnya”.
Pendapat Ulama:
ك ذَََا رَوَاهُ مُحَمَّدُ بْنُ جَابِرٍ السُّحَيْمِىُّ. } { وَهُوَ مَتْرُوكٌ.
Demikian diriwayatkan oleh Muhammad bin Jabir as-Suhaimi, statusnya: Matruk.
وعن حديث ابن مسعود أنه ضعيف جدا لانه من رواية محمد بن جابر السحمى وهو شديد الضعف متروك ولانه نعي وحديث أنس إثبات فقدم لزيادة العلم
Hadits riwayat Ibnu Mas’ud dha’if jiddan (lemah sekali). Karena diriwayatkan oleh Muhammad bin Jabir as-Suhaimi, statusnya: Syadid adh-Dha’f, matruk. Karena hadits ini menafikan, sedangkan hadits Anas menetapkan. Maka yang menetapkan lebih dikedepankan daripada yang menafikan, karena sebagai tambahan pengetahuan218.
Hadits Keempat Menolak Qunut:
عَنْ قَتَادَةَ عَنْ أَبِى مِجْلَزٍ قَالَ : صَلَّيْتُ مَاَ ابْنِ عُمَرَ صَ لاَةَ الصُّبْحِ فَلَمْ يَقْنُتْ ، فَقُلْتُ لاِبْنِ عُمَرَ : لاَ أرََاكَ تقَْنُتُ. قَالَ : لاَ أَحْعَظْهُ عَنْ أَحَدٍ مِنْ أَصْحَابِنَا.
Dari Abu Qatadah, dari Abu Mijlaz, ia berkata, “Saya shalat bersama Ibnu Umar pada shalat Shubuh, ia tidak membaca doa Qunut. Saya katakan kepada Ibnu Umar, “Saya tidak melihat engkau membaca doa Qunut”. Ibnu Umar menjawab, “Saya tidak menghafalnya dari seorang pun dari para sahabat kami”.
Pendapat Ulama:
نِسْيَانُ بَعْضِ الصَّحَابَةِ أَوْ غَعْلَتُهُ عَنْ بَعْضِ السُّنَنِ لاَ يَقْدَحُ فِى رِوَايَةِ مَنْ حَعِظَهُ وَأثَْبَتَهُ.
Sebagian shahabat terlupa atau lalai tentang sebagian Sunnah, itu tidak dapat merusak riwayat shahabat lain yang ingat dan menetapkannya.
وحديث ابن عمر أنه لم يحعظه أو نسيه وقد حعظه أنس والبراء بن عازب وغيرهما فقدم من حعظ
Hadits Ibnu Umar yang menyatakan bahwa ia tidak menghafalnya atau terlupa. Ada shahabat lain yang menghafalnya, yaitu Anas, al-Barra’ bin ‘Azib dan shahabat lain. Maka yang hafal lebih diutamakan.
Hadits Kelima Menolak Qunut:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ : أَنَّ الْقُنُوتَ فِى صَلاَةِ الصُّبْحِ بِدْعَة
Dari Ibnu Abbas, “Sesunguhnya doa Qunut pada shalat Shubuh itu bid’ah”.
Pendapat Ulama:
وعن حديث ابن عباس أنه ضعيف جدا وقد رواه البيهقى من رواية أبى ليلي الكوفى وقال هذا لا يصح وابو ليلى متروك وقد روينا عن ابن عباس انه " قنت في الصبح "
Hadits dari Ibnu Abbas adalah dha’if jiddan (lemah sekali). Disebutkan al-Baihaqi dari riwayat Abu Laila al-Kufi. Imam al-Baihaqi berkata, “Ini tidak shahih. Status Abu Laila: matruk”. Telah kami riwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Ibnu Abbas membaca doa Qunut pada shalat Shubuh.
Hadits Keenam Menolak Qunut:
عَنْ أ م سَلَمَةَ : أَنَّ النَّبِىَّ صلى الله عليه وسلم نَهَى عَنِ الْقُنُوتِ فِى صَلاَةِ الصُّبْح - -
Dari Ummu Salamah, “Sesungguhnya Rasulullah Saw melarang membaca doa Qunut pada shalat Shubuh”.
Pendapat Ulama:
وعن حديث أم سلمة انه ضعيف لانه من رواية محمد بن يعلي عن عنبسة بن عبد الرحمن عن عبد الله بن نافا عن ابيه عن ام سلمة قال الدار قطني هيلاء الثلاثة ضععاء ولا يصح لنافا سماع من ام سلمة والله اعلم
Hadits Ummu Salamah adalah hadits dha’if, karena diriwayatkan oleh Muhammad bin Ya’la dari ‘Anbasah bin Abdirrahman dari Abdullah bin Nafi’ dari Bapaknya dari Ummu Salamah. Ad-Daraquthni berkata, “Ketiga orang ini, semuanya dha’if. Tidak benar bahwa Nafi’ mendengar dari Ummu Salamah”. Wallahu a’lam.
Pernyataan Imam Syafi’i (w.150-204H) Tentang Qunut Shubuh.
Doa Qunut Hanya ada Pada Shalat Shubuh.
وَلَا قُنُوتَ في شَيْءٍ من الصَّلَوَاتِ إلَّا الصُّبْحَ إلَّا أَنْ تنَْزِلَ نَازِلَةٌ فَيُقْنَتَ في الصَّلَوَاتِ كُلِ هِنَّ إنْ شَاءَ الْإِمَامُ
Tidak ada doa Qunut dalam shalat-shalat, kecuali pada shalat Shubuh. Kecuali jika terjadi bencana, maka membaca doa Qunut dalam semua shalat, jika imam berkehendak.
Jika Terlupa, Maka Sujud Sahwi.
Menurut Imam Syafi’i, Qunut shubuh itu bagian dari amal shalat Shubuh, jika terlupa, maka mesti sujud Sahwi. Imam Syafi’i berkata dalam kitab al-Umm:
وَإِنْ ترََكَ ا لقُنُوتَ في الْعَجْرِ سَجَدَ لِلسَّهْوِ لِأنََّهُ من عَمَلِ الصَّلَاةِ وقد ترََكَه
Jika seseorang meninggalkan doa Qunut pada shalat Shubuh, maka ia sujud Sahwi. Karena doa Qunut itu bagian dari amal shalat, dan ia telah meninggalkannya223.
Qunut Shubuh Lebih Dahulu Daripada Qunut Nazilah.
وَيَقْنُتُ في صَلَاةِ الصُّبْحِ بَعْدَ الرَّكْعَةِ الثاَّنِيَةِ قَنَتَ رسول اللََِّّ صلى اللََُّّ عليه وسلم ولم يَتْرُكْ عَلِمْ نَاهُ الْقُنُوتَ في الصُّبْحِ قَطُّ وَإِنَّمَا قَنَتَ النبي صلى اللََُّّ عليه وسلم حين جَاءَهُ قَت لُ أَهْلِ بِئْرِ مَعُونَةَ خَمْسَ عَشَرَ لَيْلَةً يَدْعُو على قَوْمٍ من الْمُشْرِكِينَ في الصَّلَوَاتِ كُلِ هَا ثُمَّ ترََكَ الْقُنُوتَ في الصَّلَوَاتِ كُل هَا فَأمََّا في صَلَاةِ الصُّبْحِ فَلَا أَعْلَمُ أَنَّهُ ترََكَهُ بَلْ نَعْلَمُ أَنَّهُ قَنَتَ في الصُّبْحِ قبل قَتْلِ أَهْلِ بِئرِْ مَعُونَةَ وَبَعْدُ وقد قَنَتَ بَعْدَ رسول اللََِّّ صلى اللََُّّ عليه وسلم أبو بَكْرٍ وَعُمَرُ وَعَلِيُّ بن أبي طَالِبٍ رضي اللََّّ عَنْهُمْ كلهم بَعْدَ الرُّكُوع وَعُثْمَانُ رضي اللََُّّ عنه في بَعْضِ إمَارَتِهِ
Membaca Qunut pada shalat Shubuh setelah rakaat kedua. Rasulullah Saw membaca Qunut, menurut pengetahuan kami Rasulullah Saw tidak pernah meninggalkan Qunut Shubuh sama sekali. Rasul membaca Qunut ketika datang berita pembunuhan di sumur Ma’unah selama lima belas malam, beliau berdoa (laknat) untuk orang-orang musyrik dalam semua shalat, kemudian setelah itu Rasulullah Saw meninggalkan doa Qunut dalam semua shalat. Adapun pada shalat Shubuh, saya (Imam Syafi’i) tidak mengetahui bahwa Rasulullah Saw meninggalkan Qunut Shubuh. Bahkan sepengetahuan kami bahwa Rasulullah Saw sudah membaca doa Qunut Shubuh sebelum peristiwa pembunuhan di sumur Ma’unah, kemudian dilanjutkan setelah peristiwa itu. Abu Bakar, Umar, Ali bin Abi Thalib, dan pada sebagian masa pemerintahan Utsman, semuanya membaca Qunut Shubuh setelah Rasulullah Saw.
Qunut Shubuh Menurut Mazhab Syafi’i:
وأما القنوت فيستحب في اعتدال الثانية في الصبح لما رواه أنس رضي الله عنه قال: }ما زال رسول الله صلى الله عليه وسلم يقنت في الصبح حتى فارق الدنيا{ رواه الإمام أحمد وغيره قال ابن الصلاح: قد حكم بصحته غير واحد من الحعاظ: منهم الحاكم والبيهقي والبلخي قال البيهقي: العمل بمقتضاه عن الخلعاء الأربعة،
Adapun Qunut, maka dianjurkan pada I’tidal kedua dalam shalat Shubuh berdasarkan riwayat Anas, ia berkata: “Rasulullah Saw terus menerus membaca doa Qunut pada shalat Shubuh hingga beliau meninggal dunia”. Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan imam lainnya. Imam Ibnu ash-Shalah berkata, “Banyak para al-Hafizh (ahli hadits) yang menyatakan hadits ini adalah hadits shahih. Diantara mereka adalah Imam al-Hakim, al-Baihaqi dan al-Balkhi”. Al-Baihaqi berkata, “Membaca doa Qunut pada shalat Shubuh ini berdasarkan tuntunan dari empat Khulafa’ Rasyidin”.
وكون القنوت في الثانية رواه البخاري في صحيحه وكونه بعد رفا الرأس من الركوع فلما رواه الشيخان عن أبي هريرة رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم: }لما قنت في قصة قتلى بئر معونة قنت بعد الركوع فقسنا عليه قنوت الصبح{ نعم في الصحيحين عن أنس رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم }كان يقنت قبل الرفا من الركوع{ قال البيهقي: لكن رواة القنوت بعد الرفا أكثر وأحعظ فهذا أولى فلو قنت قبل الركوع قال في الروضة: لم يجزئه على الصحيح ويسجد للسهو على الأصح.
Bahwa Qunut Shubuh itu pada rakaat kedua berdasarkan riwayat Imam al-Bukhari dalam kitab Shahihnya. Bahwa doa Qunut itu setelah ruku’, menurut riwayat Imam al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah bahwa ketika Rasulullah Saw membaca doa Qunut pada kisah korban pembunuhan peristiwa sumur Ma’unah, beliau membaca Qunut setelah ruku’. Maka kami Qiyaskan Qunut Shubuh kepada riwayat ini. Benar bahwa dalam kitab Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim diriwayatkan dari Anas bahwa Rasulullah Saw membaca doa Qunut sebelum ruku’. Al-Baihaqi berkata: “Akan tetapi para periwayat hadits tentang Qunut setelah ruku’ lebih banyak dan lebih hafizh, maka riwayat ini lebih utama”. Jika seseorang membaca Qunut sebelum ruku’, Imam Nawawi berkata dalam kitab ar-Raudhah, “Tidak sah menurut pendapat yang shahih, ia mesti sujud sahwi menurut pendapat al-Ashahh”.
Lafaz Qunut:
ولعظ القنوت }اللهم اهدني فيمن هديت وعافني فيمن عافيت وتولني فيمن توليت وبارك لي فيما أعطيت وقني شر ما قضيت فإنك تقضي ولا يقضى عليك وإنه لا يذل من واليت تباركت ربنا وتعاليت{ هكذا رواه أبو داود والترمذي والنسائي وغيرهم بإسناد صحيح أعني بإثبات العاء في فإنك وبالواو في وإنه لا يذل. قال الرافعي: وزاد العلماء }ولا يعز من عاديت{ قبل }تباركت ربنا وتعاليت{، وقد جاءت في رواية البيهقي، وبعده }فلك الحمد على ما قضيت أستغعرك وأتوب إليك{. واعلم أن الصحيح أن هذا الدعاء لا يتعين حتى لو قنت بآية تتضمن دعاء، وقصد القنوت تأدت السنة بذلك،
“Ya Allah, berilah hidayah kepadaku seperti orang-orang yang telah Engkau beri hidayah. Berikanlah kebaikan kepadaku seperti orang-orang yang telah Engkau beri kebaikan. Berikan aku kekuatan seperti orang-orang yang telah Engkau beri kekuatan. Berkahilah bagiku terhadap apa yang telah Engkau berikan. Peliharalah aku dari kejelekan yang Engkau tetapkan. Sesungguhnya Engkau menetapkan dan tidak ada sesuatu yang ditetapkan bagi-Mu. Tidak ada yang merendahkan orang yang telah Engkau beri kuasa. Maka Suci Engkau wahai Tuhan kami dan Engkau Maha Agung”.
Demikian diriwayatkan oleh Abu Daud, at-Tirmidzi, an-Nasa’i dan lainnya dengan sanad sahih.
Maksud saya, dengan huruf Fa’ pada kata: فإنك dan huruf Waw pada kata: وإنه لا يذل .
Imam ar-Rafi’i berkata: “Para ulama menambahkan kalimat: ولا يعز من عاديت (Tidak ada yang dapat memuliakan orang yang telah Engkau hinakan).
Sebelum kalimat: تباركت ربنا وتعاليت (Maka Suci Engkau wahai Tuhan kami dan Engkau Maha Agung).
Dalam riwayat Imam al-Baihaqi disebutkan, setelah doa ini membaca doa:
فلك الحمد على ما قضيت أستغعرك وأتوب إليك
(Segala puji bagi-Mu atas semua yang Engkau tetapkan. Aku memohon ampun dan bertaubat kepada-Mu).
Ketahuilah bahwa sebenarnya doa ini tidak tertentu. Bahkan jika seseorang membaca Qunut dengan ayat yang mengandung doa dan ia meniatkannya sebagai doa Qunut, maka sunnah telah dilaksanakan dengan itu.
ويقنت الإمام بلعظ الجما بل يكره تخصيص نعسه بالدعاء لقوله صلى الله عليه وسلم }لا ييم عبد قوم اً فيخص نعسه بدعوة دونهم فإن فعل فقد خانهم{ رواه أبو داود والترمذي وقال: حديث حسن، ثم سائر الأدعية في حق الإمام كذلك أي يكره له إفراد نعسه صرح به الغزالي في الإحياء وهو مقتضى كلام الأذكار للنووي.
Imam membaca Qunut dengan lafaz jama’, bahkan makruh bagi imam mengkhususkan dirinya dalam berdoa, berdasarkan sabda Rasulullah Saw: “Janganlah seorang hamba mengimami sekelompok orang, lalu ia mengkhususkan dirinya dengan suatu doa tanpa mengikutsertakan mereka. Jika ia melakukan itu, maka sungguh ia telah mengkhianati mereka”. Diriwayatkan oleh Abu Daud dan at-Tirmidzi. Imam at-Tirmidzi berkata: “Hadits hasan”. Kemudian demikian juga halnya dengan semua doa-doa, makruh bagi imam mengkhususkan dirinya saja. Demikian dinyatakan oleh Imam al-Ghazali dalam kitab Ihya’ ‘Ulumiddin. Demikian juga makna pendapat Imam Nawawi dalam al-Adzkar.
Mengangkat Kedua Tangan:
والسنة أن يرفا يديه ولا يمسح وجهه لأنه لم يثبت قاله البيهقي ولا يستحب مسح الصدر بلا خلاف بل نص جماعة على كراهته قاله في الروضة. ويستحب القنوت في آخر وتره وفي النصف الثاني من رمضان كذا رواه الترمذي عن علي رضي الله عنه وأبو داود عن أبي بن كعب، وقيل يقنت كل السنة في الوتر قاله النووي في التحقيق فقال: إنه مستحب في جميا السنة، قيل يقنت في جميا رمضان، ويستحب فيه قنوت عمر رضي الله عنه ويكون قبل قنوت الصبح قاله الرافعي وقال النووي: الأصح بعده لأن قنوت الصبح ثابت عن النبي صلى الله عليه وسلم في الوتر فكان تقديمه أولى، والله أعلم.
Sunnah mengangkat kedua tangan dan tidak mengusap wajah, karena tidak ada riwayat tentang itu. Demikian dinyatakan oleh al-Baihaqi. Tidak dianjurkan mengusap dada, tidak ada perbedaan pendapat dalam masalah ini. Bahkan sekelompok ulama menyebutkan secara nash bahwa hukum melakukan itu makruh, demikian disebutkan Imam Nawawi dalam ar-Raudhah. Dianjurkan membaca Qunut di akhir Witir dan pada paruh kedua bulan Ramadhan. Demikian diriwayatkan oleh Imam at-Tirmidzi dari Imam Ali dan Abu Daud dari Ubai bin Ka’ab. Ada pendapat yang mengatakan dianjurkan membaca Qunut pada shalat Witir sepanjang tahun, demikian dinyatakan Imam Nawawi dalam at-Tahqiq, ia berkata: “Doa Qunut dianjurkan dibaca (dalam shalat Witir) sepanjang tahun”. Ada pendapat yang mengatakan bahwa doa Qunut dibaca di sepanjang Ramadhan. Dianjurkan agar membaca doa Qunut riwayat Umar, sebelum Qunut Shubuh, demikian dinyatakan oleh Imam ar-Rafi’i. Imam Nawawi berkata, “Menurut pendapat al-Ashahh, doa Qunut rirwayat Umar dibaca setelah doa Qunut Shubuh. Karena riwayat Qunut Shubuh kuat dari Rasulullah Saw pada shalat Witir. Maka lebih utama untuk diamalkan. Wallahu a’lam.
Ikhtilaf Ulama Tentang Mengangkat Tangan Ketika Qunut:
اختلف أصحابنا في رفا اليدين في دعاء القنوت ومسح الوجه بهما على ثلاثة أوجه : أص حها أنه يستح ب رفعهما ولا يمسح الوجه . والثاني : يرفا ويمسحه . والثالث : لا يمسحُ ولا يرفا . واتعقوا على أنه لا يمسح غير الوجه من الصدر ونحوه بل قالوا : ذلك مكروه
Ulama Mazhab Syafi’I berbeda pendapat tentang mengangkat tangan dan mengusap wajah dalam doa Qunut, terbagi kepada tiga pendapat:
Pertama, yang paling shahih, dianjurkan mengangkat tangan tanpa mengusap wajah.
Kedua, mengangkat tangan dan mengusapkannya ke wajah.
Ketiga, tidak mengusap dan tidak mengangkat tangan.
Para ulama sepakat untuk tidak mengusap selain wajah, seperti dada dan lainnya. Bahkan mereka mengatakan perbuatan itu makruh.
Ma’Mum Mengikuti Imam.
Pendapat Imam Ibnu Taimiah:
فَإِذَا كَانَ الْمُقَلِ دُ يُقَلِ دُ فِي مَسْألََةٍ يَرَاهَا أَصْلَحَ فِي دِينِهِ أَوْ الْقَوْلُ بِهَا أرَْجَحُ أَوْ نَحْوِ ذَلِكَ جَازَ هَذَا بِات عَاقِ جَمَاهِيرِ عُلَمَاءِ الْمُسْلِمِينَ لَمْ يُحَ رمْ ذَلِكَ لَا أَبُو حَنِيعَة وَلَا مَالِكٌ وَلَا الشَّ افِعِيُّ وَلَا أَحْمَد . وَكَذَلِكَ الْوِتْرُ وَغَيْرُه يَنْبَغِي لِلْمَأْمُومِ أَنْ يَتْبَاَ فِيهِ إمَامَه فَإِنْ قَنَتَ قَنَتَ مَعَه وَإِنْ لَمْ يَقْنُتْ لَمْ يَقْنُتْ وَإِنْ صَلَّى بِثلَاَثِ رَكَعَاتٍ مَوْصُولَةٍ فَعَلَ ذَلِكَ وَإِنْ فَصَلَ فَصَلَ أيَْضًا . وَمِنْ النَّاسِ مَنْ يَخْتَارُ لِلْمَأْمُومِ أنَْ يَصِلَ إذَا فَصَلَ إمَامُه وَالْأَوَّلُ أَصَحُّ وَاَللََُّّ أَعْلَمُ .
Jika seorang yang bertaklid itu bertaklid dalam suatu masalah yang menurutnya baik menurut agamanya atau pendapat itu kuat atau seperti itu, maka boleh berdasarkan kesepakatan jumhur ulama muslimin, tidak diharamkan oleh Imam Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali. Demikian juga pada shalat witir dan shalat lain, selayaknya bagi makmum mengikuti imamnya. Jika imamnya membaca qunut, maka ia ikut membaca qunut bersamanya. Jika imamnya tidak berqunut, maka ia tidak berqunut. Jika imamnya shalat 3 rakaat bersambung, maka ia melakukan itu juga. Jika dipisahkan, maka ia laksanakan terpisah. Ada sebagian orang yang berpendapat bahwa makmum tetap menyambung jika imamnya melaksanakannya terpisah. Pendapat pertama lebih shahih. Wallahu a’lam