Aroma obat yang sangat kuat menguar di udara ketika memasuki areal rumah Sakit Umum Zainoel Abidin, Banda Aceh. Aroma tajam di selasar semakin tidak nyaman dengan adanya asap rokok di deretan kursi dekat kantin. Padahal, tak jauh dari situ, jelas ada pengumuman larangan untuk merokok.
Beberapa pria yang merokok di depan aula, segera mendapatkan peringatan dari satpam. Pemandangan seperti itu berulang beberapa kali. Selalu ada lelaki lain yang mengulang kesalahan serupa; merokok di rumah sakit. Ada yang segera membuang puntung rokok ketika diperingatkan, tetapi ada juga yang memperlihatkan rasa kurang senang. Begitulah perilaku orang di mana saja, termasuk di rumah sakit.
Hari itu, aula belakang Rumah Sakit Umum Zainoel Abidin sedang ramai karena ada penjelasan mengetahui tata cara tes kesehatan calon kepala daerah di Aceh. Banyak orang yang jarang ke rumah sakit, hari itu terpaksa berada di sana, tetapi bukan untuk alasan kesehatan dirinya sendiri, melainkan orang lain.
Tugas menjaga kebersihan, ketertiban, dan kesehatan lingkungan rumah sakit memang bukan hanya kewajiban paramedis, tetapi pihak yang berkepentingan di dalamnya, termasuk keluarga pasien dan para pembezuk. Kesadaran ini yang belum terbangun di semua kalangan. Sehingga tidak heran bila kemudian, suasana di rumah sakit malah bukan menyembuhkan orang yang sakit, bahkan orang yang semula sehat menjadi sakit ketika datang ke rumah sakit.
Kesan rumah sakit sebagai tempat orang yang penuh penderitaan, kesengsaraan, tipisnya harapan sembuh dan melanjutkan kehidupan, harusnya hilang. Orang harusnya merasa nyaman berada di rumah sakit, seperti berada di rumah sendiri. Bahkan, kalau bisa para pasien belum untuk pertama kali berada di tempat paling nyaman sepanjang hidupnya, yakni di rumah sakit.
Untuk itu, perbaikan harus dilakukan dalam banyak hal; lingkungan, karakter paramedis yang merawat dan melayani sepenuh hati seperti merawat anak sendiri, peralatan yang lengkap dan canggih, serta sistem pelayanan yang mudah, cepat, memiliki standar jelas. Jangan sampai, pasien telantar akibat tidak mendapatkan penanganan yang segera. Keselamatan pasien harus menjadi prioritas utama, dari kalangan mana pun pasien itu berasal. Apakah ia seorang petani atau pejabat tinggi, kualitas pelayanannya harusnya sama.
Banyak keluhan selama ini di Aceh, kalau tidak ada koneksi dengan pihak rumah sakit, atau tidak memiliki koneksi dengan orang berpengaruh dalam di eksekutif, legislatif, maupun di bidang apa pun, maka akan sulit mendapatkan penanganan dengan segera.
Atau biasanya, harus rela mengantre begitu lama, meski terkadang pasien harus mendapatkan penanganan dengan segera. Akibatnya, banyak pasien yang kemudian malah menderita lebih parah atau tidak terselamatkan jiwanya. Kasus seperti ini sudah sering kita baca di berbagai media massa. Bahkan, sering terjadi, ada pasien yang ditolak karena keluarga pasien tidak mampu menyediakan uang yang diminta pihak rumah sakit. Padahal, ini bertentangan dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Dari sisi kemanusiaan pun, ini sudah menyalahi.
Dalam sepekan ini, dua kali saya mengunjungi rumah sakit. Pertama di Rumah Sakit Umum Zainoel Abidin, Banda Aceh, dan rumah sakit Sumatera Eye Center (SMEC) di Medan, Sumatera Utara. Kunjungan di Zainoel Abidin hanya sebagai pengunjung, tetapi di SMEC sebagai pasien karena mengalami gangguan pandangan di sebelah kanan mata. Setelah berobat di dokter spesialis mata di Lhokseumawe dan tidak ada perubahan, saya memutuskan berobat ke SMEC.
Di Indonesia, ada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Bidang Kesehatan yang menjamin seluruh warga negara mendapatkan layanan kesehatan. Ada keluarga yang harus membayar iuran BPJS Kesehatan setiap bulan, dengan jumlah bervariasi. Kami sekeluarga termasuk yang membayar dan tidak pernah menggunakannya. Bukan karena selalu hidup sehat, tetapi terkadang menggunakan BPJS kesehatan harus mengantre sangat lama, dan itu sangat tidak efektif karena derita penyakit kadang sudah sangat mendesak, dan menghabiskan waktu yang panjang. Namun, kita harus memahami banyak pengguna BPJS Kesehatan sehingga antrean adalah risiko yang harus dihadapi.
Kalau tidak pernah menggunakan, mengapa mau setiap bulan membayar iuran? Ini pertanyaan saya kepada diri sendiri. Terkadang, muncul keinginan untuk tidak membayar lagi sebab kalau sakit, menggunakan uang sendiri. Tapi entah kenapa, kami memutuskan untuk terus membayar iuran. Di Indoensia, BPJS Kesehatan selalu merugi karena penggunanya lebih banyak dibandingkan dengan BPJS Ketenagakerjaan.
Karena tidak mau antre lama, saya memutuskan tidak menggunakan BPJS Kesehatan. Dan hari itu juga mendapatkan perawatan medis dengan peralatan lengkap. Suasana di SMEC sungguh bersih, nyaman, dan tidak terlihat seperti rumah sakit. Saya sudah sering ke SMEC untuk mengobati mata ummi. Kesan serbagai rumah sakit terkadang terlihat dari seragam paramedis dan suasananya. Banyak rumah sakit, gagal membangun kesan dan sugesti positif bagi pasiennya.
Bukan rahasia lagi, masyarakat Aceh sekarang lebih banyak yang berobat ke Malaysia karena berbagai pertimbangan. Pertama, harapan untuk sembuh lebih tinggi, biaya yang relatif lebih murah, serta pelayanan yang sangat profesional. Rumah sakit di era modern seharusnya memang tidak sekadar tempat orang sakit, tetapi lebih luas lagi sebagai bagian dari gaya hidup sehat, bahkan seperti destinasi wisata. Kalau konsep seperti ini tidak terbangun di Indonesia, maka semakin banyak warga negara Indonesia yang percaya kepada kualitas paramedis di luar negeri.[]
Hospital Should Be as Comfortable as Your Own Home
Very strong odor of the drug rises in the air as it enters the area of Zainoel Abidin General Hospital, Banda Aceh. The sharp smell in the hallway was becoming increasingly uncomfortable with the smoke in the rows of chairs near the canteen. In fact, not far from there, there is clearly an announcement of a ban for smoking.
Some men who smoke in front of the hall, immediately get a warning from the security guard. Such scenes repeated several times. There's always another man repeating the same mistake; smoking in the hospital. Some immediately throw cigarette butts when warned, but there is also a show of displeasure.
That day, the rear hall of Zainoel Abidin General Hospital was busy because there was an explanation about the medical procedures for candidates for district head in Aceh. Many people are rarely to the hospital, the day is forced to be there, but not for reasons of health itself, but the others.
For that, improvement must be done in many ways; environment, paramedic characters who care and serve wholeheartedly such as caring for their own children, complete and sophisticated equipment, and easy, fast, standardized service system. Do not let, abandoned patients due to not get an immediate handler.
Many complaints have been made in Aceh, if there is no connection with the hospital, or not having connections with influential people in the executive, legislative, or in any field, it will be difficult to get immediate treatment.
The task of maintaining the cleanliness, orderliness and health of the hospital environment is not only paramedical, but the interested parties, including the families of the patients and the beneficiaries. This awareness is not yet awakened in all circles. So no wonder then, the atmosphere in the hospital instead of healing the sick, even the original healthy person became ill when it came to the hospital.
The hospital's impression of being a man full of suffering, misery, thin hope of recovery and continuing life should be lost. People should feel comfortable in the hospital, like being at home alone. In fact, if patients can not for the first time in the most comfortable place throughout his life, namely in the hospital.
For that, improvement must be done in many ways; environment, paramedic characters who care and serve wholeheartedly such as caring for their own children, complete and sophisticated equipment, and easy, fast, standardized service system. Do not let, abandoned patients due to not get an immediate handler.
Many complaints have been made in Aceh, if there is no connection with the hospital, or not having connections with influential people in the executive, legislative, or in any field, it will be difficult to get immediate treatment.
Or usually, should be willing to queue for so long, although sometimes the patient should get immediate treatment. As a result, many patients who later suffered even more severely or not saved his life. Cases like this are often we read in various mass media.
There was even a case of the patient being rejected for not being able to dedicate the fees that the hospital requested. In fact, this is contrary to prevailing laws and regulations. From the human side too, this has been violated.
In this week, twice I visited the hospital. First at the Zainoel Abidin General Hospital, Banda Aceh, and the Sumatran Eye Center (SMEC) hospital in Medan, North Sumatra. Visits in Zainoel Abidin are only as visitors, but in SMEC as a patient due to an impaired view on the right eye. After treatment at an ophthalmologist in Lhokseumawe and no change, I decided to go to SMEC.
In Indonesia, there is a Social Security Administering Body (BPJS) for the Health Sector that guarantees all citizens to health services. There are families who have to pay BPJS Health contributions each month, with varying amounts. Our family including those who pay and never use it. Not because it is always healthy, but sometimes health BPJS have to queue for a long time, and it is very ineffective because the pain of illness is sometimes very urgent, and spend a long time.
However, we must understand many users of BPJS Health so that the queue is a risk that must be faced.
If you never use, why do you want to pay dues every month? This is my question to myself. Sometimes, the desire arises to not pay again because if sick, using their own money. But somehow, we decided to continue paying dues. In Indoensia, BPJS Health always loses because its users more than BPJS Employment.
Since I did not want to queue for long, I decided not to use BPJS Health. And that day also get medical treatment with complete equipment. The atmosphere at SMEC is really clean, comfortable, and does not look like a hospital. I have been often to SMEC to treat eye my ummi (mom). The impression of all hospitals is sometimes seen from the paramedical uniform and the atmosphere. Many hospitals, failed to build a positive impression and suggestions for patients.
It’s no secret that the people of Aceh are now seeking treatment in Malaysia for various reasons. First, hope for better recovery, relatively cheaper cost, and very professional service. Hospitals in the modern era should not just be a sick place, but more broadly as part of a healthy lifestyle, even like a tourist destination. If such a concept is not established in Indonesia, more and more Indonesians will believe in the quality of paramedics abroad.[]
Tidak hanya di Aceh, sebagian besar Rumah Sakit Umum Daerah memiliki problem yang sama seperti yang anda ceritakan @ayijufridar. Saya sendiri lebih sering ke Rumah Sakit Swasta, yang menurut saya lebih profesional dalam hal pelayanan. Walaupun dengan biaya yang lebih mahal, tetapi saya merasa puas dengan pelayanannya.
Sepakat @tusroni. Rumah sakit di Indonesia, terutama milik pemerintah, memang memiliki banyak tantangan untuk bisa berkembang. Misi di rumah sakit pemerintah bukan hanya untuk kepentingan bisnis, bahkan lebih banyak untuk aksi sosial. Sesungguhnya, kondisi ini bukan alasan untuk memberikan pelayanan asal-asalan kepada pasien.
Saya mengundang dua dokter yang saya kenal di Steemit @dokter-purnama dan @razack-pulo untuk memberikan pandangannya.
Mungkin 2 dokter kita bisa memberikan pandangan lewat postingan di steemit. Sehingga masyarakat menjadi paham dengan kondisi Rumah Sakit milik pemerintah.
Ayah saya baru2 ini juga mengalami hal yang tdk menyenangkan disalah satu RS di kota saya tinggal. Setelah beliau selesai di operasi ayah saya diperlakukan dengan tidak hati2 (yg menurut saya semena2), sehingga menyebabkan kesakitan berlanjut disebelah kakinya. Saya jd bertanya-tanya apakah perlakuan tdk mengenakkan ini hanya terjadi pd pasien pemegang kartu tertentu (yg dimana utk kartu itu kami membayar setiap bulannya tanpa menunggak), dan perlakuan yang baik dan hormat bagi pasien umum yang membayar langsung? Dimana bedanya kami dgn mereka, toh kami sama2 membayar (walo dgn cara/regulasi yg berbeda). Jadi gak heran memang kalo akhirnya orang2 pada memilih untuk berobat ke luar negeri 🙁
Maaf saya jadi curhat disini @ayijufridar, thanks for sharing ya om ayi.
Terima kasih masukannya @quillingzoe. Tidak masalah curhat di sini, ini memang ruang untuk curhat dan berbagai informasi serta pengalaman. Semoga ayahnya sudah baikan sekarang. Doakan juga mata saya cepat sembuh, ya.
Saya jadi ingat salah satu film yang dibintangi Steven Seagel. Ketika anaknya sakit, ia berpesan kepada dokter, tolong rawat anak saya seperti Anda merawat presiden Amerika.
Amiin, terima kasih buat doanya om, semoga om juga lekas sembuh ya. Dan moga kita semua disini sehat wal'afiat.
Setuju dgn pesannya Steven Seagal itu, sama seperti istilah pembeli adalah raja, atau simbiosis mutualisme. Intinya kita smua saling membutuhkan, jadi sudah sewajarnya kita respect pd sesama tidak saling membedakan (dlm bentuk apapun) apakah dia rakyat jelata, presiden ataupun raja.
Di Aceh ini, bang, ada banyak pelayan kesehatan yang sakit. Ditambah pengambil kebijakan juga agak-agak sakit. Begitulah. Jadinya rumah sakit benar-benar menemui kodrat serupa namanya: tempat sakit dengan isi orang-orang sakit.
Makanya, banyak orang Axeh yang berobat ke luar negeri @gulistan. Padahal, ada dokter kawan saya yang bilang, peralatan medis di RS Zainoel Abidin sudah canggih.
Attitude kerja dan tanggung jawab serta kualitas pengetahuan kita yang mungkin belum canggih, abang. Ehehe
Bg ayi semakin sukses saja.
Salam sukses bg.
Memang klw membahas BPJS, yg katanya terus merugi, selalu kontroversi bg..
Blm lg kebijakan terakhir ni yg g menanggung biaya utk pasien dgn sakit berat,kyk kanker dll.
Saya guru di medan, smec emg terkenal, bukan cm kesan dr gedungnya yg besar, tp pelayanannya yg bagus.
Postingan yg keren bg.
Terima kasih @jamanfahmi. BPJS Kesehatan memang harus terus diperbaiki kualitasnya dan banyak juga tersiar kabar adanya permainan di dalamnya. Tapi kita harus dukung program BPJS karena memang bagus bagi masyarakat.
Salam kenal Cek Gu @jamanfahmi. Terima kasih banyak.
Benar pak @jamanfahmi, pelayanan SMEC top. Ayah saya juga pernah dirawat di smec krn glukoma, walopun kami pemegang kartu kls 3 tapi pelayanan yang diberikan serasa kls 1.
Apa khabar bg.ayi..? jangan sering-sering kerumah sakit bg..he..he. mata bang ai knapa..? Oh ya bang ai, ada titipan salam dari kawan satu kuliah abang dulu, yang fotonya ada di postingan saya..yang paling bawah fotonya. trimakasih bang ayi.
Alhamdulillah, kabarnya baik @arkan18, meski ada gangguan pada mata sedikit, tetapi insya Allah segera sembuh. Okay deh, segera saya ke sana untuk melihat kawan itu, hehehehe. Terima kasih.
Sama-sama bang ayi, semoga kita cepat ketemu ya, ha..ha
Mungkin itulah bang, sebab musabab berkurangnya kepercayaan masyarakat , sehingga sebagian kita lebih memilih berobat ke luar negeri karena berbagai pertimbangan, seperti yang telah bang@ayijufridar paparkan di atas...👍👍👍
Semoga saja sakitnya bang ayi cepat diberikan kesembuhan oleh Allah. Amiin!
Terima kasih @safmmc. Rumah sakit sekarang sudah menjadi bagian dari bisnis wisata.
🙈🙈🙈🙈
Thank you for sharing, so beautiful many of them,Your information is quite useful and beneficial.
best of luck
Speechless,Photography of different styles
I appreciate your support and am grateful to be here on Steemit.
I welcome any feedback you have to offer as well as an upvote!
Thanks so much for great your response @noorijaz. Happy weekend and success for your forever.
infact you write superb article,you deserve the best wishes
Itu di medan ya bg ? Pingin juga periksa kesana
Kalau tidak sakit, untuk apa periksa @mukhtar.juned?
Ureng menye hana rukok sang kenek mate duen. Hahaha bereh post