Lingkaran Sepuluh
MELANJUTKAN tulisan saya sebelumnya, semoga stemians tidak bisa membacanya. Hari ini saya tulis soal lingkaran sepuluh dalam pertemanan. Dalam satu buku yang saya baca, sekali lagi, saya lupa judul bukunya. Ini buku psikologi, seorang pakar menjelaskan esensi pertemanan adalah siap menghadapi segala kemungkinan yang dihadapi teman.
Artinya, seluruh resiko akan ditanggung bersama. Jika teman senang, maka kesenangan itu akan merembet ke teman lainnya. Sebaliknya, jika teman berduka, luka pun akan dirasakan teman lainnya. Terpenting, teman akan berupaya, sekuat tenaga, dengan berbagai upaya, memulihkan duka teman itu.
Menurut buku itu, dalam hidup manusia, sesungguhnya, teman sejati itu hanya berjumlah dibawah angka sepuluh. Mayoritas hanya berada di angka enam atau tujuh. Maknanya, hanya enam atau tujuh orang teman kita, yang mau apa pun demi membela kita.
Selebihnya, teman juga. Namun, kadarnya tak siap hidup-mati untuk membela temannya. Bahkan, lebih menyedihkan lagi, fenomena memanfaatkan teman untuk keuntungan pribadi. Ini jumlahnya bisa ratusan. Cobalah stemians renungkan.
Tampaknya, pendapat teman sejati dibawah angka sepuluh itu sesuai pepatah klasik Aceh, yang berbunyi na ngen yang jeut taba et serayung rumoh, na yang et dapu rumoh, na yang troh lam kama. Maknanya, ada teman yang bisa kita ajak masuk hanya di teras rumah saja, ada yang sampai dapur, bahkan ada teman yang bisa kita ajak hingga masuk ke ranah paling privasi yaitu kamar.
Pepatah klasik itu tampaknya masih relevan di era digital dan mileneal ini. Coba renungkan kembali, berapa jumlah teman yang siap menerima keluhanmu, membantumu saat susah, dan menyelesaikan masalahmu?
Lalu renungkan lagi, berapa orang yang akan menyukaimu ketika kamu sukses? Ah, dunia memang begitu. Tak melulu soal kesetiaan. Namun, bagi saya, kesetiaan pertemanan (menyambut tulisan soal komitmen) ini sangat penting.
Kita boleh berbeda tafsir melihat suatu persoalan. Saya juga sering berbeda pendapat, bahkan dengan adik saya. Begitu juga beda pendapat dengan teman saya. Namun, esensinya, ketika kita mengaku-teman-maka bantulah dengan penuh cinta. Tanpa berharap imbalan apa pun. Sebaliknya, teman yang dibantu harus melakukan hal yang sama. Ini tidak ada perjanjian tertulis layaknya dokumen perjanjian kerjasama. Namun, ini perjanjian hati, moral, dan etika dalam suatu pergaulan.
Apakah kita bisa terus berbuat baik untuk semua? Saya rasa bisa. Namun, kebaikan itu tentu akan ditafsir beragam pula oleh masyarakat lainnya. Ini soal beda sudut pandang. Maka, tak masalah. Anggaplah itu kebahagiaan karena kita bisa berbeda, namun sama dalam ikhtiar pertemanan.
Jangan hanya karena uang, karena kepentingan, temanmu korban, kamu bahagia. Ketika temanmu terluka, kamu pura-pura lupa.
Saya sangat suka disaat ada yang berbicara mengenai teman, sesungguhnya teman itu datang bukan karena butuh tapi karena panggilan hati. Ini sangat bermanfaat @aiqabrago
Rambut sama hitam, pikiran berbeda-beda.
SALAM PERSAHABATAN STAMIANS.. PERKENALANKAN SAYA @zayanfaruk, senang hati ini melihat anda sukses.
Begitulah tentang teman, ada yang sebatas teman dan ada juga yang melewati batas pertemanan. Teman tidak semua sama, karena teman bukanlah kita. Tapi teman akan menjadi seolah seperti kita, ketika teman sudah mau sehidup semati dengan kita. Teman yang dibantu juga sebaliknya secara otomatis harus memiliki sikap kembalikan bantuan kepada pembantu yang membantunya. Bukan karena harus balas jasa, tapi karena panggilan jiwa. Karena apabila seseorang membantu dengan panggilan jiwa maka dia akan selalu ada setiap kali kita membutuhkannya. Salam bang @aiqabrago.
Maasya Allah..
#langsung menghitung berapa lingkaran teman yang kupunya.
Teman suka mudah dicari, tapi teman dikala dukalah yang paling berarti.
Tampa teman kita belum bisa melakukan sesuatu yang berat Tampa bantuan dia. Sahabat terbaik, adalah yang tau kekurangan teman nya. Mungkin hanya itu saja bang @aiqabrago
Postingan yang sangat bermanfaat.
Salam sejahtera bang @aiqabrago
Pos yang sangat bagus bisa memberi ilmu kepada orang orang ,Salem Rakan Rakan steem
Haba ureung tuha hana dise meu bacut pih. Maka tak mengherankan, satu pepatah yang lahir bisa memakan waktu perenungan berabad-abad.
"Apakah kita bisa terus berbuat baik untuk semua?"
Untuk menjawab penggalan pertanyaan dalam postingan itu, saya kira bergantung pada pribadi masing-masing. Dan saya pikir di dunia ini masih ada, banyak orang-orang yang terus bisa berbuat baik untuk semua. Salam Bang @aiqabrago.. :)
postingan yang bermutu dan membawa kesan yang penuh bermakna. Terima kasih @aiqabrago