Don’t Lower the Flag of Others (Bilingual)
The struggle is starting. People are fighting to be the Sultan's advisers at the Palace. Who gets elected will be the Sultan's confidant, with a high salary, a life of luxury in the Palace. Occasionally, when the Sultan makes a visit to another kingdom, the counselor will be brought along. For example, the Sultan wants to establish trade relations with the kingdom across the ocean, then the trade advisors will be brought along with other experts.
With such life and honor, many people are interested in following the emissary issued by the Emperor. The Grand Vizier has set up the electoral advisory team of the Sultan in various fields. The people who had heard of the plan-like the Court Clerk-quietly told the Sultan's plan to his relatives and relatives. The Scribe wanted his brother to be the Sultan's adviser.
Begin the Clerk to work. At first, he tried to get his men on the election team. He contacted his distant relative not to be recognized by the people at the Palace. The Scribe puts as many people as possible so that the chances of being elected are open. He thought, if three or four people fail, there are others.
That plan nobody knows. Four messengers were selected in the election squad. It seems that the plan to choose his brothers in as Sultan's advisers will go smoothly. However, to realize the plan, the Clerk didn’t remain silent. He works hard, unfortunately not a good job. Instead, he took a rotten road by spreading thistles and thorns along the way.
He began spreading a rotten story about the unknown Sultan's advisors. He composed a story that never happened, no matter what a bad story to impress other candidates, spread to everyone. Since he was a man in the palace and was known as the Grand Vizier's confidant, many believed his lies. After all, the lies that are conveyed constantly, will be regarded as the truth.
Nur Alam, a prospective adviser to the Sultan who was the victim of a scribe slander, felt deeply harmed by the actions of the Clerk and his people. Finally, when he knew the Clerk was behind it, he came to meet the Clerk when he saw him in the market buying fruit.
"That's the best fruits in the empire," the fruit merchant told the Clerk. While he was picking fruits, Nur Alam approached.
"So, you think this is the best frigs in this empire?" Nur Alam repeated in a loud voice to the Clerk.
"Yes, Sir."
"What about the frigs sold by other traders, like fruit merchants in the corner?" Nur Alam pointed to a fruit merchant in the corner of the market.
"I dare not judge, sir. I just dare to say about my own figs. You can see for yourself! "
Nur Alam nodded. Then his gaze turned to the Clerk. "Listen to the fruit merchant, Mr. Clerk. He's a wise trader. He just said his best figs, without having to discredit other traders. He just raises his own flag, without flagging someone else's flag. "
Red out the Clerk's face. Her lips moved like she wanted to say something, but not a word slid out of her mouth. Finally, he left in a hurry without buying one fig. ***
*INDONESIA*
Jangan Menurunkan Bendera Orang Lain
Perjuangan sedang dimulai. Orang-orang berebut menjadi penasihat Sultan di Istana. Siapa yang terpilih akan menjadi orang kepercayaan Sultan, dengan gaji tinggi, hidup penuh kemewahan di Istana. Sesekali, ketika Sultan melakukan kunjungan ke kerajaan lain, penasihat akan dibawa serta. Misalnya, Sultan ingin menjalin hubungan dagang dengan kerajaan di seberang samudra, maka penasihat bidang niaga akan dibawa bersama dengan para pandit lainnya.
Dengan kehidupan dan kehormatan yang demikian, banyak orang tertarik mengikuti maklumat yang dikeluarkan Sultan. Wazir Agung sudah membentuk regu pemilihan penasihat Sultan di berbagai bidang. Orang-orang yang sudah mendengar rencana tersebut—seperti Juru Tulis Istana—diam-diam memberitahukan rencana Sultan itu kepada saudara dan kerabatnya. Juru Tulis ingin ada saudaranya yang menjadi penasihat Sultan.
Mulailah si Juru Tulis bekerja. Mulanya dia berusaha memasukkan orang-orangnya dalam regu pemilihan. Dia menghubungi saudaranya yang jauh agar tidak dikenali oleh orang-orang di Istana. Juru Tulis memasukkan orang-orangnya sebanyak mungkin agar peluang terpilih semakin terbuka. Pikirnya, kalau tiga atau empat orang gagal, masih ada yang lain.
Rencana itu tidak ada yang tahu. Empat orang suruhan Juru Tulis terpilih dalam regu pemilihan. Sepertinya rencana untuk memilih saudara-saudaranya di sebagai penasihat Sultan akan berjalan mulus. Namun, untuk mewujudkan rencana tersebut, Juru Tulis tidak tinggal diam. Dia bekerja keras, sayangnya bukan kerja yang baik. Sebaliknya, ia mengambil jalan busuk dengan menyebarkan onak dan duri di sepanjang jalan.
Dia mulai menyebarkan cerita busuk tentang calon-calon penasihat Sultan yang tidak dikenalnya. Dia mengarang cerita yang tidak pernah terjadi, apa pun kisah yang bisa mengesankan yang buruk terhadap calon lain, disebarkan kepada semua orang. Karena ia orang dalam istana dan dikenal sebagai orang kepercayaan Wazir Agung, banyak orang percaya terhadap kebohongannya. Bagaimana pun juga, kebohongan yang disampaikan terus-menerus, akan dianggap sebagai kebenaran.
Nur Alam, seorang calon penasihat Sultan yang menjadi korban fitnah Juru Tulis, merasa sangat dirugikan dengan tindakan Juru Tulis dan orang-orangnya. Akhirnya, ketika tahu Juru Tulis berada di balik semua itu, ia datang menjumpai Juru Tulis ketika melihatnya di pasar sedang membeli buah.
“Itu buah tin terbaik di negeri ini,” kata pedagang buah kepada Juru Tulis. Ketika sedang memilih-milih buah tin, Nur Alam mendekat.
“Jadi, menurutmu, ini buah tin terbaik di negeri ini?” ulang Nur Alam dengan suara keras sampai terdengar oleh Juru Tulis.
“Benar, Tuan.”
“Bagaimana dengan buah tin yang dijual pedagang lain, seperti pedagang buah di sudut sana?” Nur Alam menunjuk seorang pedagang buah di sudut pasar.
“Saya tidak berani menilainya, Tuan. Saya hanya berani mengatakan tentang buah tin milik saya saja. Tuan bisa melihatnya sendiri!”
Nur Alam mengangguk-angguk. Kemudian tatapannya beralih kepada Juru Tulis. “Dengar penuturan pedagang buah itu, Tuan Juru Tulis. Dia pedagang yang bijak. Dia hanya mengatakan buah tin miliknya yang terbaik, tanpa harus menjelekkan buah tin pedagang lain. Dia hanya menaikkan bendera miliknya sendiri, tanpa menurunkan bendera milik orang lain.”
Merah padam muka Juru Tulis. Bibirnya bergerak-gerak seperti ingin mengatakan sesuatu, tetapi tidak satu kata pun meluncur dari mulutnya. Akhirnya, dia pergi tergesa-gesa tanpa membeli satu butir buah tin pun.***
Cerita yang sangat menarik, Terimakasih @aiqabrago
setuju sekali brother @aiqabrago
Bukannya kita saling membantu menaikkan tapi malah menurunkan bendera orang lain, saya rasa itu bukanlah tindakan yang baik. Mari kita jauhkan hal-hal yang membuat orang lain merana dengan kelakuan kita.
Jika kita tidak memberinya manfaat maka setidaknya jangan tambah beban terhadap orang lain.
Sangat filosofis. Ada makna yang harus diselami oleh kita dari tulisan @aiqabrago. Nasehat yang disampaikan lewat cerpen dengan gaya sastra sangat mengena.
Itu lah manusia dengan sifat nafsunya. Walaupun nafsu telah di bakar ribuan tahun lamanya dengan menggunakan api neraka.
Bereh... Dan mantap nilai kandungan makna yang mendalam dalam postingan Bang @aiqabrago, ibarat kisah totok bragoe hehe...
Ini seperti hal yg kami pelajari di komunikasi bang, semakin kuat isu yg di ciptakan. Maka isu itu bakal terlihat nyata, walaupun itu hanya kebohongan.
Great post with lots of meaningful awareness, you got my vote
Thank you very much @abdul1234
Semoga tetap kebenaran yang akan menang di kemudian hari bang @aiqabrago 🙏🙏
Salam bang dari saya @putraabdal
Memilih Jalan yang sehat bentuk sportif dan itu mulia, walaupun itu susah dan melelahkan. Karena tak ada yang instan dan murah kecuali indomie atau sebangsanya. Jalan pintas dan merugikan orang akan terbalas dengan hukum karma.
Sukses buat bang @aiqabrago