Magnet janda Muda di Batavia Zaman Kompeni
Lukisan ilustrasi keluarga Pieter Cnoll (sekitar 1625 - 1672) dan istrinya yang keturunan Eurosia, Cornelia van Nijenroode (1629-1692). Lelaki Jawa di latar belakang adalah budak mereka, Untung Surapati. Kelak ketika menjanda, Cornelia menikah lagi dengan J. Bitter, lelaki yang lebih muda sembilan tahun darinya. Pernikahan kedua tersebut dijalaninya dengan penuh kepahitan.
Di dalam tembok Kota Batavia, banyak lelaki mendambakan janda ketimbang gadis dari keluarga elite sekalipun. Mengapa?
Janda-janda muda lebih menawarkan kemungkinan yang lebih menarik untuk menumpuk kekayaan—atau setidaknya untuk hidup berkelimpahan. Para lelaki muda menilai mereka lebih matang dan punya tingkatan lebih tinggi, apalagi jika janda itu telah berkali-kali menikah, ketimbang gadis-gadis remaja kalangan elite di Batavia.
Pada masa itu, ada anggapan bahwa perempuan yang telah menikah berkali-kali—dua hingga empat kali—bukan sesuatu yang fantastis. Barangkali salah satu alasannya, rata-rata perempuan di Batavia mempunyai kecenderungan berusia lebih panjang ketimbang suami mereka. Lagipula, pada kenyataannya bagaikan suratan nasib: Hanya sekitar sepertiga lelaki pegawai kompeni yang bisa menjejakkan kembali ke tanah kelahiran.
Para nyonya punya keleluasaan berbisnis, lantaran para suami mereka yang bekerja sebagai pegawai VOC dilarang melakukan perdagangan pribadi. Peraturan ini diberlakukan sangat ketat sehingga para nyonya memainkan peranan penting dalam kiprah menimbun kekayaan. Mereka, nyonya-nyonya besar, terlibat langsung dalam jaringan bisnis dagang pribadi. Bahkan, tak sedikit yang menjadi makelar wisma mewah, sampai sebagai rentenir yang meminjamkan uang kepada orang-orang Cina di Batavia.
Banyaknya lelaki peminat janda di Batavia telah melahirkan sebuah pemeo lawas: Jika perempuan itu merupakan janda seorang kaya, dia pun segera menghadapi sejumlah peminang—segera setelah suaminya dimakamkan.
Sejumlah sejarawan memberikan berbagai label tentang perempuan Batavia. Ada yang menyebut mereka adalah perempuan bodoh dan pemalas, unsur kemegahan kota, hingga bagian dari peradaban indis di Hindia Belanda.
Apakah janda-janda muda di Batavia mudah begitu saja dipinang?
Di Batavia abad ke-17, para perempuan berpeluang meninggikan kedudukan sosial mereka atau meningkat ke kelas pendapatan yang lebih tinggi—kaya raya.
karena VOC memberikan tunjangan hidup kepada para janda sampai mereka pulang ke Belanda atau menikah lagi. Hindia Timur telah menjanjikan kehidupan yang lebih baik bagi para perempuan ketimbang harus pulang kampung.
Kaleuh lon upvote abu
Nyeu hn but neu upvote balek..