Pandai atau Pintar?
“Pandai” dan “pintar” adalah kata yang mirip. Pada waktu yang bersamaan, pandai dan pintar sering tertukar, bisa tukar tempat duduk. Dengan kata lain, pandai dan pintar seperti sinonim.
Harusnya sekarang indonesia telah panen anak-anak pintar yang berlatar belakang kurang mampu secara ekonomi. Apa pasal? Pasalnya, Kartu Indonesia Pintar (KIP) telah di tangan mereka. Kartu itu di bagikan Presiden Jokowi mulai 3 november 2014. Ada 18 kabupaten dan kota akan menerima KIP sebagai tahap awal.
KIP dibagikan kepada anak yang berusia 18-, baik yang masih bersekolah maupun sudah putus sekolah. Alih-alih mereka dapat melanjutkan sekolahnya. Nominal tiap-tiap pemegang kartu KIP pun beda-beda, kisaran 400 ribu-1 juta.
Tentu saja, ini berita gembira. Gembira bukan berarti kebutuhan semisal beli seragam, alat tulis, uang jajan bisa dipenuhi, tapi juga karena program ini memboyong kata “pintar”. Program ini ikut meng-highlight kampanye produk jamu yang lebih dahulu mempopulerkan kata “pintar”. Kalian pasti pernah mendengar, “orang pintar minum....”
Namun, yang menjadi pertanyaan saya, mengapa memilih kata pintar? kenapa tidak memakai kata pandai? Apakah penyusun program memilih dengan sadar bahwa pintar bisa dicetak, sementara pandai tidak? Ataukan bagaimana?
“Pandai” dan “pintar” memang serupa. Pada waktu yang bersamaan, pandai dan pintar sering tertukar, bisa tukar tempat duduk. Dengan kata lain, pandai dan pintar seperti sinonim.
Nah, ini dia. Dalam KBBI, arti “pandai” dan “pintar” memang bisa dikatakan mirip. Semisal "Pandai" memiliki arti mahir, cakap, pintar. Begitu pula "Pintar" memiliki arti cakap, pandai, dan mahir.
Namun, seperti yang kita ketahui sesuai dengan kaidah tata bahasa, dalam diri seseorang yang “pandai” mengandung sifat yang jarang dimiliki dalam tubuh pintar. Apakah itu?
Pandai mengandung makna sanggup, dapat, dan berilmu. Karakter pandai lah yang dibutuhkan Indonesia sekarang.
“kita sudah terlalu banyak orang pintar, semisal profesor, doktor, sarjana di mana-mana mudah ditemui. tapi kita minim orang yang berkarakter, mental kuat, dan berakhlak.”
Keluhan itulah yang sering kita dengar dari mimbar-mimbar, kuliah-kuliah, atau di seminar-seminar. Kata: karakter, mental, dan akhlak, bisa diterjemahkan dalam kata "pandai."
Secara keseluruhan, pandai merupakan sosok yang berilmu namun bisa terampil menyelesaikan sesuatu, juga mampu mengurai masalah-masalah dengan seksama. Begitulah orang yang berkarakter.
Bagi saya, Kartu Indonesia Pintar ini bertentangan dengan revolusi mental. Sebab, di dalam kata pintar itu tak mengandung unsur mental.
Dari sini, muncul pertanyaan besar dalam diri saya; Bisakah Kartu Indonesia Pintar diganti dengan Kartu Indonesia Pandai?
Pertanyaan ini tidak penting untuk dijawab. Pandai dan pintar memiliki kompleksitasnya tersendiri, perlu pembahasan yang lebih jauh.
Saya pikir satu gagasan tidak bisa lepas dari Kemungkinan-kemungkinan interpretasi umum, serta pemikiran dan cara berfikir khalayak.
Salam manis,
orang pintar minum tolak angin, orang pandai menggandakan uang ...ahahaha.
orang pintar berkaitan dengan tingkat pendidikan dan tidak harus bermoral dan berakhlak baik. sedangkan orang pandai bisa jadi tidak sekolah tinggi tapi berpengetahuan luas, mereka diakui oleh sekitar berdasarkan pengalamannya. sementara sistem pendidikan menuntut orang menjadi pintar, masyarakat lebih percaya pada orang pandai.
nggak kemana-mana kita, stay in the same circle.
Exactly.
Semestinya, harus di taruh pada tempatnya.
Nyoe ka mengarah Pemanfaatan pada 'Orang Pintar" lagee loen... "meuteuoh meurasa meunan" @toorist
Hehehee