Sayembara Menulis Cerpen KSI: Hadiah terakhir dari Nenek Fatimah

in Indonesia3 years ago (edited)

IMG_20210511_171101.JPG

Hujan mengguyur deras. Petir menyambar dan menjulurkan lidah. Gadis kecil itu menarik selimut untuk menyembunyikan diri. Hanya selimut lusuh itu yang dapat memberinya rasa aman. Matanya terbuka dalam kegelapan. Tak berani dia memejamkan mata walau sekejab. Setiap mata dipejamkan maka bayangan-bayangan menyeramkan akan bermunculan. Entah berapa lama mata itu mendelik dalam selimut kusam beraroma ikan. Sebelum akhirnya dia tertidur dalam kelelahan.

Ke esokan paginya gadis kecil itu bangun bermandikan kencing diseluruh badan. Digulungnya tikar daun pandan yang dipakainya untuk tidur setiap malam. Menuruni tangga sambil membawa gulungan tikar yang di dalamnya berisi selimut yang sudah kuyup dengan pipis semalam, kemudian ia pergi ke sumur untuk membasuh semua badan dan mencuci pakaian.

Tiga hari lagi menjelang hari raya. Tapi tidak ada senyuman berarti darinya untuk merasa bahagia akan kedatangan hari besar itu Semuanya biasa-biasa saja. Sore hari dia duduk di samping rumah yang menjulang, di bawah pohon manggis beralaskan pohon pinang yang telah tumbang. Ia menatap kejalan. Ia mengibas-ngibaskan roknya yang kesemutan, kemudian bangkit untuk menghindari gigitan.Setelah menunggu sekian lama akhirnya yang di tunggu pun nampak dari kejauhan. Walau masih jauh dan nampak samar-samar tapi dia tau benar kalau itu adalah sosok yang sedang ditunggu. Semakin lama semakin mendekat.
Itu adalah sepasang kakek nenek yang sudah sangat tua. Kek Dolah dan Nek Fatimah, begitu biasa orang memanggilnya. Merekalah yang sedang ditunggu oleh gadis kecil itu.

Nek Fatimah sering meminta bantuan gadis kecil itu untuk menjemur biji-bijian hasil kebunnya. Yang sering di suruh jemur biasanya kopi yang di petik dikebunnya. Gadis kecil itu tidak pernah menolak permintaan nek Fatimah. Kopi yang di bawa nek Fatimah biasanya akan di jemur berhari-hari hingga kering.
Tapi kali ini nek Fatimah memintanya untuk menjemur padi.

Nek Fatimah menghampirinya. Gadis kecil itu begitu senang menyambutnya. Air mukanya ceria walau senyum tak ada.
" Eeee,..anak manis. Gimana, padi Nenek sudah diangkat?"tanya nenek itu lembut.
" Sudah, nek. Tuh...udah saya masukkan dalam karung" jawab gadis kecil itu menunjuk ke arah padi yang tidak jauh darinya.
" Anak rajin. Terimakasih ya, nak".
" Iya, nek".

Padi yang hanya setengah karung kecil itu kemudian diangkat sama kakek Dolah dan di letakkan di atas sepedanya.
" Nak, ini. Nenek hanya punya uang 500 rupiah. Lain kali kalau nenek punya uang lagi nenek akan datang ke sini lagi, ya" kata nek Fatimah sambil membelai rambut gadis itu.
" Tidak apa, Nek".
" Sebentar lagi kan hari raya. Kamu sudah di belikan baju baru sama makcik mu".
" Sudah, nek. Tapi bajunya kurang bagus, di jahit sama makcik".
" Gak, papa. Yang penting ada. Sendal gimana, ada dibeli juga kan".
" Ada. Tapi sendal jepit".
" Gak, papa. Yang penting ada. Kalau hari raya nanti kakek sama nenek dapat sedekah lagi dari orang-orang. Nenek akan belikan kamu sendal yang cantik, ya".
" Betul, nek? "tanya gadis itu seakan tak percaya.
" Betul. Kamu anak baik dan rajin".
" Sudah kelas berapa kamu sekolah" tanya kek Dolah.
" Kelas dua, kek" jawab gadis itu.
" Kamu sekolah yang rajin. Supaya bisa jadi orang yang berhasil. Mengaji juga harus rajin. Jangan lupa berdo'a sama Allah supaya di lindungi dari orang-orang jahat".
" Iya, nek".
" Kamu selalu berpuasa, kan".
Gadis itu mengangguk perlahan.
" Ini sudah di penghujung Ramadhan. Nanti malam berdo'a ya. Tidak ada orang di dunia
yang bisa menyakiti kita kalau Allah tidak berkehendak. Berdo'alah, minta perlindungan sama Allah".
" Hari raya adalah hari kemenangan jika kita mampu melewatinya dengan sabar dan ikhlas. Tak perlu bersedih jika tidak dapat baju baru yang cantik. Tidak dapat sekarang kapan-kapan Allah pasti akan kasih yang lebih cantik. Yang sabar ya, nak".
" Iya, nek".
" Nenek sudah tua dan sakit-sakitan. Umur nenek pun mungkin tidak panjang lagi" nenek Fatimah mengusap kepala gadis itu dengan lembut.
"Do'akan juga ibu mu yang telah meninggal. Do'a anak baik akan langsung di kabulkan sama Allah".
" Iya, nek".
"Kalau nenek sudah ada uang nenek akan datang ke sini lagi, ya".
" Jangan lupa sendalnya ya, nek. Kalau sudah ada uang".
" Iya, nak. Nenek janji".
Gadis kecil itu nampak sumringah dan senang.
" Kakek sedang kurang sehat tuh. Kami pulang dulu ya, nak" ujar nek Fatimah lagi.
Gadis kecil itu mengangguk pelan.
Kemudian kakek dan nenek itu pun pergi. Gadis itu menatap kepergian mereka. Seperti waktu datang mereka berjalan kaki, pulang pun mereka berjalan. Kakek Dolah mendorong sepeda. Nek Fatimah berjalan di belakang sambil memegang bagian belakang sepeda untuk menopang tubuhnya yang mulai membungkuk.

Gadis itu mengenal kakek Dolah dan nenek Fatimah beberapa bulan lalu. Saat itu nek Fatimah minta ijin sama makciknya untuk menjemur kopi di halaman rumahnya. Karena rumahnya memiliki halaman yang luas dan pagar bambu sekelilingnya sehingga binatang tidak bisa masuk dan aman untuk menjemur. Melihat nek Fatimah sedang menjemur kopi gadis itu datang membantunya. Sejak itulah dia akrab dengan nek Fatimah.

Hari raya telah tiba. Semua anak-anak bermain di luar rumah dan sibuk memamerkan baju barunya. Gadis kecil itu juga memakai baju baru yang di jahit makciknya.
"Teman-teman lihat tu, baju Dara. Kebesaran dan kepanjangan, mau sapu eek ayam, ya".

Gadis itu menoleh ke bawah kakinya. Kemudian mengangkat sedikit bajunya.
"Ya ampun. Sendalnya lagi" timpal yang lain.

Gadis itu kemudian menjauh dari teman-teman yang mengejeknya. Ia pulang ke rumah. Kemudian duduk di bawah pohon manggis. Sebentar-sebentar pandangannya menoleh ke jalan. Sesekali memeriksa baju baru yang di pakainya. Wajahnya nampak gusar, lalu mengangkatnya agar tidak menyapu tanah.

Hari raya pertama di lewatinya di bawah pohon manggis hingga sore hari. Hari raya kedua juga sama. Gadis itu kembali duduk di bawah pohon manggis. Pandangannya sebentar-sebentar ke jalan. Yah,..dia menunggu kakek Dolah dan nenek Fatimah..dia membayangkan bagaimana sosok kakek nenek itu muncul dari kejauhan. Kakek Dolah mendorong sepeda ontelnya yang sudah karatan. Nenek Fatimah berjalan di belakangnya sambil memegang sepeda bagian belakang. Mereka sudah sangat tua dan sedikit bungkuk saat berjalan. Namun hingga siang, yang diharapkan tidak juga menampakkan bayangan. Kemudian dia berlari ke badan jalan. Mematung di sana beberapa saat. Kelopak matanya memanas. Lalu di usap dengan cepat agar pipinya tidak basah. Namun usahanya sia-sia. Air bening itu memaksa keluar terus menerus tanpa bisa di bendung. Kemudian gadis itu berlari ke belakang rumah. Bersembunyi di balik pohon pisang, merobek daun-daun pisang kering untuk membuang ingus dan menghapus air matanya yang terus keluar. Kelelahan menangis membuatnya tertidur hingga pulas di bawah pohon pisang.

Suara kodok yang bersahutan membuatnya terbangun, hari menjelang magrib. Dia bangkit dan pulang kerumah.
Saat kakinya akan melangkah masuk, tiba-tiba seseorang memanggil dan menghampirinya.
" Nak, ini ada titipin dari nek Fatimah" kata laki-laki setengah baya itu.
Gadis itu mengambil bungkusan yang diberikan tanpa berkata apa-apa kepada laki-laki itu.
Apa ini, kenapa nek Fatimah tidak datang, apa dia sakit, gadis itu bicara dalam hatinya.
" Nek Fatimah sudah meninggal tadi pagi, ini kakek Dolah yang kasih. Katanya ini titipan untuk kamu dari nek Fatimah sebelum dia meninggal" kata orang itu lagi. Kemudian dia pergi.

Gadis itu termangu di depan pintu. Mulutnya bergetar. Dia menggenggam bungkusan itu dengan sangat kuat. Setelah beberapa saat, dia baru membuka bungkusan itu dengan tangan bergetar dan menatap isi bungkusan itu tanpa berkedip. Sendal yang sangat cantik. Perasaannya bercampur aduk dan berkecamuk hebat. Dia tidak tau harus bahagia atau sedih saat itu.
" Nenek,..mamak,.." ujarnya dengan suara parau dan bergetar....

Hingga berpuluh tahun kemudian sendal itu masih tersimpan rapi di dalam lemarinya..

Coin Marketplace

STEEM 0.20
TRX 0.13
JST 0.029
BTC 66094.73
ETH 3446.09
USDT 1.00
SBD 2.66