Night in Hospital

in Indonesia4 years ago

WhatsApp Image 2021-01-06 at 19.56.34.jpeg
Salah satu taman dengan miniatur rumoh Aceh di RSUZA

Aku sudah sangat familier dengan rumah sakit ini. Ya, sejak delapan belas tahun silam. Sejak ruang-ruang VIP-nya masih sangat "ngaceh": Kulu, Geurute, Seulawah, dll. Belum "ngarab" seperti sekarang. Bukan, aku bukan pasien tetap rumah sakit ini. Hanya saja kosanku dulu persis berada di lorong sebelah IGD-nya yang sekarang. Tepatnya di Jalan Kakap I, Lorong Seulanga, Gang Meulu. Nomor 007. Nomornya James Bond. Sekarang tidak ada lagi Jalan Kakap I. Adanya Jalan Seulanga: jalan setapak yang dulu kami jadikan jalan pintas menuju Jalan Tgk Daud Beureueh.

Ditambah dua teman kosanku dulu mahasiswa Akper yang kampusnya di sebelah rumah sakit ini. Praktiknya di rumah sakit ini pula. Sesekali aku menyambangi mereka menjelang jam praktik berakhir. Lalu kami pulang bersama. Begitulah. Aku sangat tahu bagaimana proses rumah sakit ini bersalin rupa hingga menjadi seperti sekarang. Sangat mentereng. Sebagai rumah sakit terbesar di provinsi ini, kemegahan gedungnya semoga saja merepresentasikan kualitas pelayanannya.

WhatsApp Image 2021-01-06 at 19.56.34 (5).jpeg
Salah satu bunga yang ditanam di Kompleks RSUZA dan sangat menarik perhatianku

Makanya, ketika menjelang akhir tahun lalu hingga awal tahun ini adikku berobat ke rumah sakit ini, aku merasa seperti "kembali" lagi. Uhm, sebenarnya bukan hanya karena itu sih. Lima tahun lalu aku juga pernah datang ke rumah sakit ini sebagai keluarga pasien. Mendampingi ibu yang mengalami pneumonia. Tak tanggung-tanggung, dua bulan lebih kami berada di rumah sakit, bahkan harus melewati Iduladha di sini. Saking lamanya mendampingi ibu, aku sampai tahu bagaimana caranya mengganti tabung oksigen, memakaikan masker oksigen yang cocok dengan kondisi ibu yang sering turun naik sesaknya, hingga melakukan nebule untuk terapi sesak napasnya. Ketika ibu sudah keluar dari rumah sakit dan luka operasinya belum sembuh, aku sendiri yang merawat luka itu dan mengganti perbannya setiap hari.

Saat itu, secara fisik dan psikologis aku sangat tertekan. Karena sering berdiri dan banyak jalan, betisku rasanya sudah seperti kayu saking kerasnya. Kurang istirahat sudah pasti. Mendampingi pasien pneumonia butuh perlakuan khusus, memang. Ibu dirawat di Respiratory High Intensive Care (RHCU) di rumah sakit lama, sedangkan untuk keperluan rontgent, ambil obat, ambil hasil lab, dan lain-lain semua ada di rumah sakit baru. Dalam sehari setidaknya bisa dua sampai tiga kali bolak-balik antara RS lama ke RS baru.

Setelah keluar dari ICU, ibu memang dirawat sangat lama di RHCU sebelum menjalani operasi. Kami keluar dengan terpaksa dari RHCU ketika setelah Iduladha ada pasien suspek MERS yang baru pulang beribadah haji dari Arab Saudi. Kalau diingat-ingat lagi, lucu memang. Dalam sekejap semua pasien di RHCU harus diungsikan ke ruangan lain. Itulah kali pertama aku melihat awak medis memakai baju astronaut. Waktu itu, yang stand by di rumah sakit cuma aku dan adikku yang saat ini berobat di rumah sakit ini.

WhatsApp Image 2021-01-06 at 19.56.34 (2).jpeg
Saat mengurus ruang rawat inap di Admission Center RSUZA

Secara psikologis aku tertekan karena sangat takut kehilangan ibu. Untuk seorang anak yang mulai tamat SD sudah tidak tinggal serumah dengan orang tua, kebersamaan dengan mereka tentulah momentum yang sangat berharga. Bagaimana kalau momentum itu tidak ada lagi? Nyaris setiap hari pikiran buruk terlintas di pikiran. Terutama saat kondisi ibu tiba-tiba drop dan sesak napasnya kambuh. Jadwal operasi berkali-kali gagal karena kondisinya tidak stabil. Melihat ibu sembuh dan sehat sampai sekarang adalah mukjizat besar. Sesekali masih terbayang kondisi ibu saat itu: kurus, rambut rontok, kulitnya menghitam. Kondisi yang membuat ibu sesekali berkelakar sekarang ini, "Mirip orang Ethiopia," katanya.

Kabar ibu masuk rumah sakit di kampung yang tiba-tiba pada pertengahan 2015 membuat aku sangat syok. Bahkan saat pamit kepada teman di kantor aku sampai menangis. Menangis di depan orang bukanlah kebiasaanku. Jarak Idi Rayek, Aceh Timur-Banda Aceh yang jauh jadi semakin sangat jauh saat berada di dalam bus. Pada tahun 2008, aku pernah mengalami kejadian yang sama. Suatu pagi mendapat telepon dari paman, mengabarkan kalau ayah sakit. Saat itu pertengahan tahun 2007. Iduladha tahun itu juga kami habiskan di rumah sakit. Di Lhokseumawe. Awal Januari, ayah menghembuskan napas terakhirnya di rumah paman di Meulaboh, Aceh Barat. Wajar saja saat ibu masuk rumah sakit aku panik dan takut luar biasa.

Sebagai sulung, dengan kondisi saat itu ayah sudah tidak ada, mendampingi ibu yang sakit parah bukanlah perkara mudah. Yang kupikirkan tentu bukan hanya soal menjaga ibu. Menangis menjadi makanan sehari-hari di rumah sakit. Kulakukan diam-diam. Entah itu saat mandi, saat mencuci, atau saat menyusuri koridor rumah sakit saat akan mengambil obat ke apotik. Namun, dukungan keluarga dan teman-teman yang luar biasa membuatku mampu melewati hari-hari yang berat itu. Semoga Allah memberi mereka kesehatan dan selalu dilimpahkan dengan rezeki.

WhatsApp Image 2021-01-06 at 19.56.34 (1).jpeg
Lingkungan RSUZA yang hijau dan asri sangat menyenangkan

Sangat berbeda ketika aku mendampingi adik berobat kali ini, meski secara fisik tetap butuh tenaga dan waktu, tetapi secara psikologis aku tidak merasakan beban apa pun. Proses berobat yang dimulai dari mengunjungi dokter spesialis, lalu memindahkan fasilitas kesehatan dari Aceh Timur ke Banda Aceh, dilanjutnya dengan masa tunggu aktifnya kartu BPJS di faskes yang baru, baru setelah itu bisa berobat ke puskesmas, lanjut ke Cempaka Lima, terakhir dirujuk ke rumah sakit ini untuk tindakan terakhir, Rumah Sakit Umum dr Zainoel Abidin, semuanya terasa mudah. Dokter dan tenaga kesehatannya juga sangat kooperatif. Secara fisik juga tidak terlalu menguras tenaga karena semua proses administrasinya berlangsung di gedung yang sama. Secara kantong juga tidak terkuras karena semuanya ditanggung BPJS. :-D Pasiennya pun segar bugar sehingga sangat mandiri dan tidak butuh banyak bantuan, kecuali yang berhubungan dengan urusan administrasi rumah sakit. Setiap kali ke rumah sakit kami hanya pergi berdua. Baru ketika dirawat inap ditemani ibu dan adik yang satu lagi.

WhatsApp Image 2021-01-06 at 20.00.10.jpeg
RSUZA memiliki banyak RTH yang bikin pemandangan jadi nyaman dan segar

Menjadi pendamping pasien selama dua kali di rumah sakit, tentu banyak yang kualami. Terutama saat ibu dirawat dulu, malam-malam yang kulewati di rumah sakit menjadi sangat panjang dan mendebarkan. Sedikit pun tidak hendak beranjak dari ruangan. Namun, di luar itu semua, ada satu hal yang kupelajari, yakni tentang CINTA. Cinta adalah detak kehidupan itu sendiri.[]

Sort:  

Karena cinta adalah obat pertama untuk penyakit, begitulah asal muasal cinta lahir

yaaa betul..... cinta sumber energi

Horeee, @ihansunrise mulai bersinar lagi di Steemit. Ini tanda-tanda kemakmuran di Steemit mulai terlihat lagi.

hahahhahaha...... tanda-tanda matahari mau bersinar

Coin Marketplace

STEEM 0.16
TRX 0.13
JST 0.027
BTC 59226.54
ETH 2603.16
USDT 1.00
SBD 2.42