Aku Hanya Ingin Menjadi Kopi Saja

in Indonesia3 years ago (edited)

Telur kopi.jpg
Sumber: Kaskus

Sekitar sembilan atau sepuluh tahun lalu, aku ikut salah satu seminar kepemimpinan. Pembicaranya seorang perempuan. Dania Rayanti namanya. Mantan manager di perusahaan es krim (Walls) yang memilih resign dan mengembangkan usaha retailnya sendiri. Aku suka gayanya. Dia anggun, pintar, tetapi sangat humble. Selain itu dia juga sangat religius. Di Jakarta, dia membangun sebuah mushala yang salah satu pintunya langsung terhubung dengan rumahnya. Menurutku itu keren.

Dalam seminar itu dia membahas topik yang sederhana. Yang kumaksud, topik-topik yang bisa dicerna tanpa perlu mengerutkan dahi. Yang membuat kita tidak perlu membuka kamus: ini artinya apa, ya? Ini maksudnya apa, ya?

Dia berkisah tentang telur, wortel, dan kopi. Tiga jenis produk yang hampir selalu ada di kulkas kita. Telur enak didadar; wortel enak disop; dan kopi enak diseduh dengan air panas. Tapi ini bukan tentang cara mengolah telur, wortel, dan kopi. Ini tentang filosofi di balik tiga benda itu.

Tiga benda ini mewakili tiga karakter manusia. Karakter-karakter yang terbentuk setelah seseorang mengalami serangkaian peristiwa di hidupnya. Katakanlah di antaranya mengalami masalah yang bisa diilustrasikan sebagai air mendidih.

Manusia jenis telur, apabila ditimpa masalah teksturnya akan berubah. Dari yang tadinya lunak menjadi keras. Orang-orang seperti ini tipikal orang-orang yang mengalami perubahan karakter setelah dia mengalami berbagai persoalan hidup. Jika semula dia memiliki pribadi yang menyenangkan, baik, tidak sombong, dan senang menolong, maka begitu ditimpa masalah dia akan menjadi kebalikannya. Menjadi orang yang sinis, pemarah, serakah, dan seterusnya.

Sedangkan manusia jenis wortel adalah kebalikan dari si manusia telur. Orang-orang yang tadinya terlihat super, kuat, dan tanggung, menjadi tak berdaya, lemah, bahkan kehilangan karakter setelah ditimpa masalah. Bayangkan si wortel yang bisa digunakan untuk menimpuk orang, setelah direbus akan lembek.

Terakhir, adalah si manusia jenis kopi. Saat ada masalah dia berusaha beradaptasi dengan situasi sehingga meskipun dia akan melebur, dia tidak kehilangan jati dirinya. Bubuk kopi yang disiram air panas, memang akan melarutkan bubuknya hingga tidak berbentuk, tetapi warna airnya juga jadi berubah.

Cerita ini mungkin sudah sering kita dengar. Para motivator sering mengulang-ulangnya di atas panggung. Tapi, aku sengaja menuliskannya kembali sebagai bagian introspeksi bagi diriku sendiri. Idealnya, sebagaimana disampaikan Bu Dania, kita harus menjadi si manusia jenis kopi.

Persoalan dalam hidup adalah sunnatullah. Sesuatu yang tak dapat dihindari. Bahkan tanpa persoalan hidup akan menjadi sangat hambar. Namun, yang terpenting bagaimana kita menghadapi masalah, bagaimana kita menyelesaikannya, dan bagaimana kita berubah setelah melalui masalah itu.

Anggaplah kita kopi, memangnya siapa yang mau menikmati bubuk atau biji kopi mentah-mentah seperti itu? Bubuk kopi tetaplah bubuk kopi. Bukan bubuk cokelat yang enak dikudap begitu saja. Tetapi, setelah dicampur dengan air mendidih, ditambahkan sedikit gula, barangkali juga sedikit krimer, rasanya menjadi sangat enak, bahkan tak sedikit yang menjadi candu.

Bayangkan kalau kita tadinya juga seperti itu. Setelah tertimpa masalah, kita seperti terlahir kembali. Menjadi pribadi yang lebih hangat, lebih santun dan ramah, lebih rendah hati, dan dengan begitu orang akan menjadi suka dengan kita.

Aku melihat bukan hanya masalah yang membuat orang bisa berubah menjadi tiga jenis tadi: harta, pengetahuan, dan hal-hal positif lainnya juga bisa. Hal-hal positif sekalipun jika tidak pandai kita kelola bisa juga membuat kita menjadi manusia sengak dan congkak. Tapi, dua kata terakhir ini biarlah menjadi milik orang-orang yang bisa menerjemahkan kata sengak dan congkak dalam arti yang tidak sesungguhnya. ;-)

Coin Marketplace

STEEM 0.16
TRX 0.13
JST 0.027
BTC 58921.34
ETH 2593.61
USDT 1.00
SBD 2.43