Kontes Steemit Indonesia: Perempuan Yang Merayakan Malam Lebaran Di Atas Pohon

in Indonesia3 years ago

20210511_202748.jpg

Jalan kaki, sudah membuat anggota tubuhku menjadi ketagihan. Aku merasa tidak nyaman jika dalam sehari belum jalan-jalan. Dan biasanya, semakin jauh aku berjalan, aku bagaikan hanyut dalam langkah kenikmatan. Jarak yang paling dekat kutempuh adalah dari Lamtemen, hingga Pasar Aceh. Aku bahkan pernah jalan kaki sampai ke Blang Bintang.

Tahun lalu, bertepatan pada malam lebaran. Setelah berbuka puasa terakhir dengan keluarga, aku dan beberapa ponakan tersenyum lega. Sehabis magrib antara pamitnya ramadan yang berganti Syawal, aku keluar rumah. Aku jalan kaki menuju Mesjid Raya. Gema takbir keluar dari corong pengeras suara mesjid dan menasah. Di depan rumah, anak-anak riuh memainkan kembang api. Sesekali terbang marcon kembang dan meledak di langit.

Aku terus jalan hingga sampai pada simpang Taman Bustanussalatin. Lampu-lampu jalan terlihat ikut menyemarakkan malam kemenangan tahun itu. Aku menyebrangi jalan. Di sebelah kiri, ada sebuah rumah peninggalan Belanda yang sudah di jadikan Cafe. Aku begitu suka rumah itu. Kemudian sebuah taman bunga di sebelahnya. Bekas hotel, kantor taspen, dan beberapa rumah yang membisu, terkurung pagar besi. Aku tidak pernah melihat ada sepasang orang duduk di halaman rumah tersebut. Atau ada seorang ibu yang sedang bercakap-cakap dengan anaknya pada kursi teras. Tidak pernah aku melihatnya. Aku terus berjalan hingga mendekati lampu merah yang berdampingan dengan Mesjid Raya. Di sana terpasang lampu yang sangat terang. Aku melihat Pada trotoar sebelah kanan, sederet pohon Asan sedang berbunga lebat. Aku suka melihat guguran bunga asan yang berwarna kuning jatuh bertaburan ke aspal. Kemudian, aku berdiri di bawah pohon itu, mendongak ke atas. Menikmati bunga berwarna kuning, luruh dalam irama angin dan gema takbir yang mendayu. Ketika angin menggugurkan bunga asan, sekilas bagaikan sobekan-sobekan halus selembar tisu, yang di hamburkan ponakanku saat bermain lewat jendela kamarnya. Aku memejamkan mata, membantangkan tangan, lalu membiarkan guguran bunga asan jatuh ke mukaku. Wangi bunga tersebut tercium hampir meyerupai bau bedak pada pipi seorang perempuan. Saat membuka mata, dari atas pohon yang bercabang dua, aku melihat sesosok, memeluk dahan. Awalnya aku mengira itu hanyalah seekor monyet. Namun, Aku tidak dapat memindahkan bola mataku dari sepasang bola mata seorang perempuan yang menyembunyikan tubuhnya dibalik rimbunan daun.

20210509_104636.jpg

Perempuan tersebut sesekali mengintipku melaui celah rampai tangkai bunga. Jujur aku sangat penasaran padanya. Kanapa bisa ada perempuan di atas pohon saat malam lebaran. Maka kuputuskan untuk memanjat. Orang-orang yang berkendara di jalan, yang sedang menunggu lampu hijau menyala, kubiarkan saja. Aku tidak peduli saat beberapa perempuan yang menggunakan mukena, tertawa melihatku memeluk batang pohon asan yang besar dua kali ukuran tubuhku. Aku lalu mendorong tubuh ke atas dengan kedua kaki, persis seperti kodok. Hingga sampai di atas, pada dahan yang bersangkak, aku menyangkutkan kaki. Lalu membalikkan tubuh ke atasnya dengan memutar badan yang bergantungan. Kini aku duduk pada cabang yang bersebelahan dengan perempuan tersebut. Kami sama-sama menghadap ke Mesjid Raya. Kami melihat orang-orang berjalan di halaman mesjid. Ada yang sedang memotret, ada pula yang duduk berkelompok di bawah payung raksasa. Sebagian lagi sekawanan peserta takbir keliling dengan seragam putih sedang berkumpul samping mobil hias di luar pagar mesjid. Angin mengayunkan batang pohon. Membuat tubuh kami bergerak maju mundur. Lantas Lama aku menatap perempuan itu, tanpa sepatah katapun. Aku menunggu dia mulai berbicara. Tapi yang aku temukan hanya wajah takut dan menunduk.

20210509_104822.jpg

"Maaf, aku tidak bermaksud menakutimu. Aku sengaja naik ke atas pohon, karena penasaran. Aku mohon, kamu jangan takut". Aku mengawali pembicaraan, agar dia merasa nyaman dengan keberadaanku di dekatnya. Namun, yang aku temukan hanya tundukan wajah yang penuh ketakutan.
"Aku harap, kamu tidak takut. Tidak apa-apa, aku sama sepertimu". Aku berkata demikian demi meyakinkannya. Sambil menunduk, perempuan tersebut membuka mulutnya menyambut kata-kataku.
"Abang kenapa naik ke pohon ini. Kenapa tidak ke pohon sebalah sana". Dia menunjuk dengan muka pohon sebelahnya lagi. Aku senang dia mulai berbicara. "Tidak apa-apa. Pohon sebelah dengan pohon ini, sama saja. Lagian di sebelah sana, pohonnya sedang tidak berbunga. Aku suka bunga, sama sepertimu". Aku berusaha menciptakan suasana nyaman pada perempuan itu.
"Abang tinggal dimana?"
"Abang tinggal di Lamtemen untuk sementara". Jawabku. "Boleh aku mengetahui namamu?" Sambungku.
"Pina". Jawabnya pendek.
"Pina?"
"Iya, Pina..."
Perempuan itu menatapku tajam, saat mengulang namanya yang kedua kali. Disitu aku melihat matanya berwarna coklat. Dia memiliki bulu mata sangat lentik. Di sudut bibir kanannya, seperti ruam yang berair dan gatal. Aku menemukan belahan manis di bibirnya. Dia menggunakan baju lengan panjang, warna merah bata. Dan itu kelihatan lusuh sekali dengan celana kain warna hitam. Rambutnya panjang sepunggung. Ujung rambutnya bergelombang, kuning dan kering. Aku melihat kuku tangannya hitam, dan penuh daki. Pada kakinya menempel kotoran debu.
"Pina, kamu cantik". Kataku. Dia melihat dengan tajam ke arahku.
"Serius kamu cantik". Kataku lagi. Dia lanjut menundukkan wajahnya seperti biasa. Suara takbir dari pengeras suara, seakan berkumpul dan naik kelangit.
"Aku mirip Ibuku". Dia menjelaskan demikian.
"Oya. Pasti ibumu sangat bangga punya anak yang cantik seperti kamu". Sambungku. Dia menoleh ke arahku. Kemudian meraih tangkai kecil di depannya yang penuh bunga, lalu melurut ke telapak tangannya. Sambil tersenyum, dia mencium bunga tersebut. Dia menghirup perlahan dan sangat dalam. Kemudian menjatuhkannya ke bawah. Matanya tak berpindah melihat serutan bunga asan yang ia jatuhkan. Bunga itu melambai dalam irama angin hingga menabur pada peci seorang jamaah takbir yang sedang berhenti di lampu merah. Orang berpeci tersebut melihat ke atas. Tapi anehnya, dia tidak dapat melihat kami berdua. Aku tersenyum melihat itu. Senang juga melihat Pina tak lagi menyimpan raut wajah ketakutan. Sekejab aku membetulkan dudukku. Aku merasa ada otot kayu yang mengganjal pantatku sejak tadi. Kemudian mencari dahan yang bisa bersandar. Aku menyandarkan punggung pada dahan itu. Dan sekarang aku menghadapnya dari samping. Sementara pina masih menghadap ke arah mesjid raya.
"Pina tinggal di mana?" Tanyaku lagi.
"Di sini". Jawabnya pendek. Lantas ia melanjutkan.
"Pasti abang tidak percayakan?"
"Percaya, dan pasti abang percaya". Jawabku meyakinkanya. Raut wajah pina kemudian berubah tiba-tiba. Lalu dia menarik nafas dalam-dalam dan menghembusnya bagai melepas beban.
Pina lalu, mulai bercerita panjang, sambil sesekali mencium bunga pada tangkai yang ada dekat hidungnya.

20210509_104648.jpg

"Dulu pada Tahun 2002, Ibu melahirkanku di sebuah rumah gubuk dekat jembatan Selimum. Ibu meninggal dunia setelah melahirkanku. Kata nenek ibu melahirkan sangat muda. Umur ibu saat itu 15 tahun. Maka aku di asuh oleh Nenek, mamanya Ibu. Pada umurku 8 Tahun, nenek mengatakan bahwa Ibu semenjak mengandungku, sangat ingin takbiran di Mesjid Raya. Tapi Ibu keburu di panggil, sebelum sempat ke sana. Nenek mulai sakit-sakitan saat saat umurku 8 Tahun. Dan beberapa bulan kemudian, nenek menyusul ibu. Saat itulah aku di ambil oleh rumah yatim yang ada di Banda Aceh. Di asrama itu, aku melihat beberapa ustad yang sangat mewah kehidupannya. Bermobil dan memiliki pakaian bagus.

Hingga suatu malam. Salah satu dari ustad tersebut, mengetuk pintu kamarku. Aku membukanya. Ustad tersebut kemudian bercerita kejadian sebenarnya yang menimpa ibu. Katanya, ibu adalah korban konflik sewaktu perang antara RI dan GAM. Aku sungguh tidak paham maksudnya. Ayahku kata ustad tersebut, tidak ada satupun yang mengenalinya. Ustad itu, juga menyuruhku jangan sedih. Lalu memesan padaku untuk membicarakan apa saja padanya. Jika aku butuh baju baru, atau uang, aku disuruh meminta pada ustad itu. Aku menangis membayangkan ibu. Aku juga menangis membayangkan diriku sebatang kara. Lantas ustad itu, berbisik di telinga, sambil tangannya meraba-raba. Awalnya hanya sebatas mengelus kepalaku. Tapi sedalam kesedihanku itu, tangan sang ustad juga ikut menyelam hingga membuatku risih. Aku mendapatkan itu bukan sekali saja".

Mendengar cerita pina, aku terpacak dengan dada berdebar. Terasa aliran darahku naik ke kuping. Kemudian pina melanjutkan lagi.
"Suatu malam hujan turun sangat lebat. Aku lari dari asrama tersebut, dengan menaiki tembok. Kemudian aku menyusuri jalan sawah, hingga sampai ke sini. Karena sudah malam, aku tidak berani sendiri. Aku pikir diatas pohon adalah tempat paling aman. Maka aku naik ke pohon dan tidur di dahannya. Akhirnya aku terbiasa tidur di atas pohon kalau sudah malam. Dan tibalah pada malam dimana bulan bersinar sangat terang. Aku duduk agak ke pucuk, memandang terangnya bulan yang dilingkari beberapa titik bintang. Sibijik bintang yang ada disamping bulan itu, kemudian jatuh kepangkuanku. Aku menampungnya dalam pelukan. Orang-orang yang melihat, mengira aku adalah hantu pohon".

Sampai di situ ia menghentikan ceritanya. Lalu ia mengubah posisi badannya menghadap padaku. Perempuan yang bernama pina itu, memandangku lama, tanpa ekspresi apa-apa di wajahnya. Kini malah aku yang menjadi takut.
"Kenapa pina?" Tanyaku.
"Abang mau menemani saya di sini. Menunggu ibuku datang. Ibu pasti datang setelah shalat insya saat takbiran".
Aku memikirkan biarlah disini menikmati suara takbir diatas pohon asan dengan Pina.
"Boleh pina. Abang akan menemanimu di sini". Kataku.
Azan insya berkumandang. Aku melihat Pina, merapikan rambutnya. Ujung-ujung rambut ia selipkan kebelakang telinga. Aku melihat orang-orang menunaikan shalat insya dengan kusyuk di dalam mesjid. Setelah salam terakhir, mulailah gema takbir membumbung ke langit melalui pengeras suara. Pina begitu semangat melihat ke dalam pekarangan mesjid. Lalu tiba-tiba pina setengah berteriak.
"Lihat...itu Ibuku!!" Pina menunjuk pada taman di halaman mesjid raya. Namun aku tidak melihat siapa-siapa di sana.
" Bang suarakan takbir yang keras agar ibuku melihat kesini". Dia menyuruhku demikian. Aku dengan sedikit kebingungan, menyuarakan takbir dengan keras di atas pohon Asan mengulangnya dalam jumlah yang banyak. Tak seberapa lama kemudian, orang-orang berkerumum di bawah pohon. Mencari muasal suara. Mereka menyenter ke atas. Cahaya senter mereka menyilaukan mataku. Hanya sebentar aku tidak melihat lagi pina yang duduk di dahan pohon asan sebelahku. Lalu orang-orang berteriak, menyuruhku turun. Aku memeluk batang pohon dengan tangan dan dengan kedua kakiku. Segera aku melorotkan diri ke bawah, sambil menyuarakan takbir. Sampai di bawah, aku merasa dadaku terkelupas, dan pantatku terasa panas. Aku menemukan celanaku sobek pada bagian pantat. Orang-orang tersebut lalu bertanya, kenapa aku takbir di atas pohon. Mereka bertanya dengan tatapan aneh. Aku menceritakan yang sebenarnya. Namun kerumunan orang tersebut, malah menganggapku kurang waras. Merekalah yang kurang waras pikirku. Aku merayakan malam kemenangan dengan Pina. Perempuan malang yang tidak pernah ada orang percaya akan cerita ini sampai sekarang.

Sort:  

Pina, malang nian nasibmu..😭

Makasih kak @cicisaja, yang penteng long na tuleh. Bek meulanggeh ngen ma idara..🤣

Bereih 🤟... dengan demikian engkol Dan komen teutap ta hambö keu dröe neuh

Hoe neuh kak @cicisaja, lagee doa droeneuh long juara 1.😅

Mantaps 👍👍👍👍Selamat! Nyan power up bacut, nak Bek soh sasabe watee engkol

Hahaha....siap laksanakan.

Selamat.

Anda memang layak menjadi juara wahid 👍

Mohon maaf lahir batin @midiagam. Terimakasih atas ucapannya. Salam kenal bg!

Get, saba-saban rakan.

Saleum meuturi 😊

Barakallahu Bg @fooart. What a great Story 👍🏻
You deserve to be a winner

hi @asiahaiss. I never thought I would win the contest. But thankfully on a very good day, I was a winner. Thank you for your kind wishes. Regards

With ma pleasure, Bg @fooart

Warm-regards

With ma pleasure, Bg @fooart
Warm-regards

Mengapa bukan Maya?

@sangdiyus .....Hahaha Maya pada cerita selanjutnya

Coin Marketplace

STEEM 0.17
TRX 0.13
JST 0.028
BTC 56576.23
ETH 3024.80
USDT 1.00
SBD 2.29