APA YANG MEMBEDAKAN PANTUN DENGAN SEUMAPA?

in WhereIN4 days ago

Dalam bentuk karya sastra Aceh lama,tak ada referensi yang menjelaskan tentang Seumapa sebagai salah satu bentuk jenis sastra Aceh.Seumapa adalah istilah yang mucul kemudian, sekira diera 1990-an, untuk menggantikan nama dari berbalas pantun dalam prosesi adat antar dan penerimaan linto di Aceh.

Ini tidak banyak yang menaruh perhatian dalam pembicaraan bentuk karya sastra Aceh. Sehingga, orang Aceh sekarang tidak lagi mengenal bagaimana bentuk panton Aceh yg sebenarnya, dalam prosesi adat antar dan penerimaan linto baro dgn berbalas pantun yg serius dan jenaka, bahkan tak jarang ada satir di dalamnya.

Rusaknya lagi,dalam Seumapa yang berkembang saat ini, sebagai bentuk dari berbalas pantun dalam prosesi adat antar dan penerimaan linto, pelantun syair Seumapanya tak lagi menggunakan bahasa Aceh orisinil.

Bahasa Seumapanya-yang sebenarnya itu berbalas pantun Aceh-dicampur aduk antara bahasa Aceh degan bahasa Indonesia. Ini menghilangkan nilai-nilai keindahan sebagai bentuk dari karya sastra tutur yg biasa lahir secara spontan oleh pelantunnya.

Sama seperti kemampuan aneuk syahi dalam melantuntuk syair-syair spontan dalam seudati, saat mengimprof sebuah kondisi sosial masyarakat.
Bedanya, pengungkapan syair-syair aneuk syahi yang dilantunkan dalam seudati adalah berbentuk prosa Aceh. Tak terikat seperti orang melantunkan pantun bersajak. Tapi nilai sastra dlm prosa yang dilantunkan dlm lirik syair seudati oleh aneuk syahi mengandung makna yang sangat dalam.

Yang anehnya dalam perubahan berbalas pantun dalam prosesi antar dan penerimaan linto baro, menjadi Seumapa sekarang di Aceh, telah menjadi program sosialisasi hampir semua Majelis Adat di Kabupaten/Kota di Aceh. Tanpa ada kajian, sejak kapan Seumapa ini menjadi sebuah bentuk sastra tutur menggantikan berbalas pantun dalam prosesi adat intat dan terima linto di Aceh.

Akibatnya, tridisi berbalas pantun dalam prosesi adat intat dan penerimaan linto di Aceh, kini tak ada lagi generasi penerus yg mampu melantunkan pantun-pantun spontan dalam prosesi adat intat
linto di Aceh.

Seumapa bukan berbalas panpun yang memiliki nilai sastra Aceh yang indah. Seumapa hanyalah ketrampilan mempakhokkan kata yang tak beraturan, apakah itu bahasa Aceh atau bahasa Indonesia, itu tak ada urusan.
Yang penting apa yang diucapkan, bahasanya "mealiet" antara satu kata dengan kata lainnya.

Tak berlaku sampiran, bahkan pakhok dan santok, hingga melahirkan sebuah bahasa yang bernilai sastra, tak berlaku dalam Seumapa.

Saya pikir ini harus dibicarakan ulang dalam kontek kesusastraan Aceh.
Supaya, kesalahan ini tidak terus terwarisi pada genersi-generasi selanjutnya.

WhereIn Android

Coin Marketplace

STEEM 0.29
TRX 0.27
JST 0.044
BTC 101935.35
ETH 3696.04
SBD 2.62