You are viewing a single comment's thread from:
RE: Verba Volant, Scripta Manent: Ketika Luka Menjadi Kata, dan Kata Menjadi Penyembuh
Wah alhamdulillah ya kak akhirnya kita bisa bersua kembali di kolom komentar. Saya tak menyangka akan dapat sambutan sehangat ini dari anda. Salam kangen juga yaa dari saya (˶ᵔ ᵕ ᵔ˶)
Semoga kita bisa kembali bersua di dunia nyata. Terima kasih atas doa-doa baiknya. Saya sebetulnya sedang tak terlalu fit, dan itu menjadi salah satu alasan kenapa saya vakum dua bulan belakangan.
Saya bukan yang terbaik dalam hal menulis, tetapi tulisan-tulisan saya hanya berlandaskan kejujuran. Tidak ada hal yang lebih indah dari kejujuran.
Oh ya, bagaimana hari hari kak @suryati1 belakangan? Apakah hal-hal berjalan dengan baik?
Alhamdulillah dek kk sangat senang kalau adk udah kembali lagi menulis, tetap semangat ya, kk selalu bersemangat apalagi bisa bersua dengan adk2 kk yang sangat baik dan cantik2,
Berbicara kejujuran itu memang hal yang seharusnya kita lakukan dek, semoga rezeki akan selalu menghampiri kita ,amin
Alhamdulillah keadaan kk baik2 saja, walaupun terkadang sering mengalami sakit pinggang, maklumlah usia yang sudah tidak muda lagi, membuat kesehatan juga menurun
Nah, benarkan? Tulisannya memang sangat mendalam dan indah. Makanya tak salah saya bilang ini penulis penuh bakat. Apalagi ditimpali dengan nada-nada filsafat, maka makin indahlah dalam segala hal..
@firyfaiz memang punya bakat literasi dan analisis tajam. Ketika Universitas Malikussaleh menggelar lomba menulis dengan isu migas, dia satu-satunya juara li luar SMA Sukma Bangsa. Bayangkan, juara 2,3 dan Harapan 1,2,3 semuanya diborong siswa SMA Sukma Bangsa di Kota Lhokseumawe, di Bireuen, dan Sigli. Hanya juara pertama yang lolos dari genggaman mereka, dan itu direbut @firyfaiz.
Sebagai salah satu juri lomba waktu itu, saya malah tidak tahu itu tulisan Firya karena tidak ada nama dalam naskah. Itu memang salah satu metode yang kami buat agar dewan juri lebih netral dan independen.
Benar, berarti apa yang saya lontarkan dengan segala pujian, ternyata tak berlebihan. Membaca artikel dia, kita seperti orang kepanasan yang masuk ke ruangan berAC.
Saya lihat, pemilihan diksi yang diaduk dengan prokem-prokem latin menjadi keunggulan lain dari narasi mewah @firyfaiz. Semoga makin termotivasi untuk menulis dan menghasilkan karya-karya bagus yang bukan cuma tayang di steemit saja...
Ah kiasannya terlalu berlebihan itu sir, Saya justru harus nunggu kepanasan dulu baru bisa menulis, hahaha.
Soal adagium-adagium latin, itu karena saya sering nongkrong bersama filsuf muda. Mereka suka baca buku-buku dan literatur klasik. Jadinya saya sedikit kecipratan, deh.
Iya memang begitu dia, tak mungkin kita makan nasi padang setelah kena kuah beulangong, hehehe. Menulis itu memang soal taste. Keseringan menulis pun sebenarnya tak asyik juga. Tapi, setelah jeda sesaat, rindu menulis lagi akan segera menguat. Saat itulah digas, dimanfaatkan untuk menuangkan segala daya...
pasti hasilnya keren dan beken...
Wow saya baru mengetahui fun fact mengenai proses penjurian di balik layar yang dilakukan Pak Ayi dkk. Memang, lomba pada saat itu cukup berkesan kendati masih ada beberapa perlombaan yang saya ikuti, baik sebelum maupun setelahnya.
Begitulah kenyataannya saat itu. Jadi kami sangat profesional dalam memberikan penilaian.