Baliho, Spanduk, Brosur : so what?

in pehtem3 years ago (edited)
Menulis tanpa foto atau gambar itu sangat tidak asyik, karena separuh yang ingin disampaikan sudah terwakili oleh foto atau gambar. Kalau di Radio, foto dan gambar itu seperti sound effect, tanpa sound effect semua terasa datar tak menarik disimak apalagi bila suara penyiarnya tidak berkarakter (minimal nyaman dikuping, cempreng sikit gpp karena selera orang tak boleh diurusi!).

image.png
Spanduk keren milik Kobar Coffeeshop di Kawasan Jombang, Ciputat


Sejak kemarin, sambil main game dan mengerjakan beberapa perkara lain di Laptop, Televisi menyala karena Bokap nonton berita melulu. Aku jarang pasang headphone hanya untuk berkonsentrasi bila sedang bekerja, makin ribut makin seru dan makin banyak hal yang bisa kulakukan. Main Game, Ngobrol, Baca dan komentar, menjawab pesan WA dan kadang-kadang sambil mijitin kaki Maslakoe juga.


Media massa seperti televisi mewawancara banyak orang perkara munculnya Baliho-baliho besar di tempat-tempat yang strategis berisi foto wajah para tokoh politik nasional. Lantas itu dikaitkan dengan Pilpres 2024, Covid-19 dan macam-macam lain sesuai selera dan pengetahuan mereka. Aku tak punya pilihan lain, kudengar saja. Aku tidak begitu bahagia dengan memajang wajah di baliho atau spanduk, kecuali memang sudah saatnya orang berkampanye. Apa masih ada orang yang tidak kenal dengan Ketua DPR-RI atau Menteri Perekonomian? Kurasa pasti masih banyak yang tidak tahu, karena mereka tidak punya waktu menonton televisi atau membaca berita di laman media daring kan?

Oohh, aku pernah tuh majang wajahku hampir di seluruh sudut kota Banda Aceh, mulai dari Bandara Sultan Iskandar Muda!

image.png
fokus pada standing banner-nya, aku ambil foto ini untuk ide mengajukan anggaran standing banner juga, hahaha


Jangan tanya bagaimana perasaanku yang lebih suka hidup santai tanpa dikenal banyak orang ini. Apa boleh buat, resiko menjadi pejabat publik saat itu. Aku tidak senang, yang lain senang... kan nggak mungkin wajahku diganti wajah orangutan? aku lebih suka wajah orangutan siyh. Bertahun-tahun aku bekerja membantu teman-teman melakukan kampanye dan advokasi anti-korupsi dan HAM, tentu aku lumayan paham tentang teknik komunikasi dan publikasi yang bisa menarik perhatian orang. Spanduk dan Baliho dengan kata-kata dan simbol yang artistik sangat kusukai, sayangnya orang lain lebih suka gambar yang dramatis, shocking dan bombastis. Aku tidak tahu dimana asyiknya lihat wajah orang terkenal (cantik seperti Dian Sastro pun kalau tiap hari kutengok, bisa nggak nyaman! istri orang wak, kalau kakak atau adekku, GPP lah..hahahha). Aku tidak memperhatikan dimana saja posisi Baliho dan Spanduk berisi wajahku itu, yang jelas begitu acara selesai spanduk dikumpulkan, aku bisa minta satu buat keperluan macam-macam di rumah, atau kasih ke petani untuk menjemur padi dan waktu pesta piknik pernikahanku, aku tinggal gelar spanduk bukan lagi gelar tikar dan karpet, hahaha.

image.png

Tidak ingat ini foto siapa yang ngambil dan kapan, yang jelas bagian belakang truk selalu lebih asyik diperhatikan daripada spanduk dan baliho


Baiklah, mari lanjutkan pembahasan tentang yang diributkan oleh orang-orang di Media Massa. Aku dan maslakoe juga berdiskusi cukup alot, karena menurutku Baliho berisi wajah para tokoh itu bisa merusak estetika. Lha, memangnya siapa aku bicara estetika pulak, kan? Kalau tak suka yang tak usah lihat, sudah! segampang itu. Orang lalu membandingkan biaya pembuatan Baliho segede rumah itu dengan biaya penanganan Covid-19. Heellowww... memangnya itu perusahaan advertising dan tukang sablon nggak korban dari pandemi ini?


Selama itu orang yang masang baliho wajahnya tidak menggunakan anggaran publik, kenapa orang dilarang atau diprotes? Ekonomi bergerak dikiiiit aja dengan adanya spanduk dan baliho itu. Para Developer pembangunan kompleks perumahan dan pemasangan layana internet juga tiap hari melempar brosurnya ke halaman rumahku, tanpa bisa kutolak. Kadang-kadang kusimpan, lebih sering langsung masuk tong sampah. Padahal waktu SMP aku sudah belajar mengolah limbah kertas, entah mengapa ketika setua ini, aku sama sekali tidak berminat mengolah limbah lagi. mungkin karena aku tidak mau repot dan kehilangan waktu main game serta nge-blog. Kurasa karena sudah terlalu lama hidup dengan maslakoe dan memahami cara berpikirnya, aku jadi hanya melihat hal positif dari segala sesuatu yang terjadi, terutama bila itu terkait kebijakan dan tindakan politik.

Salah satu yang kusuka dari Media Massa atau Pers adalah posisinya sebagai pilar ke-4 demokrasi. Salah satu tujuan keberadaan pers adalah sebagai media pendidikan publik. Bayangkan apa yang diperoleh publik ketika mereka menayangkan berita tentang "pengusaha asal Aceh menyumbang 2 T untuk penanganan Covid-19 di Sumatera Selatan melalui Kapoldanya", semua heboh dan kemudian ternyata itu adalah "prank". Aku dan maslakoe mendiskusikannya dengan sedikit serius soal itu. Aku dengan segala pertanyaan yang ada dibenakku, tidak serta merta mau percaya berita itu. Sedangkan Maslakoe melihat dari sudut pandang lain, tentang proses bagaimana uang 2 T bisa ditransfer dan kepada pejabat publik seperti polisi pulak? Hahahaha... ini media massa kenapa yaa? Bukannya dari awal itu sudah tak mungkin! LSM menerima bantuan hibah dari luar negeri saja harus masuk Bappenas dulu. Lain cerita kalau sumbangan perorangan begini diberikan kepada yayasan tertentu yang luar biasa banyaknya di Indonesia ini. Kepada Kapolda? hahaha, What A JOKE!

Memanglah, pandemi ini bisa membuat orang semakin waras atau makin hilang kewarasannya. Kembali ke soal Baliho dan Spanduk para tokoh itu. Aku tidak mau lancip bibirku menilai apa yang sedang dilakukan orang untuk kepentingannya dengan kacamataku yang tidak bisa melihat ke segala arah, lepas sikit dari titik fokus, blur semua. Siapa yang rugi dengan munculnya Baliho dan spanduk itu? hehehehe.. Jawab sendiri sudah!

Kalau kita bisa menerima sebait nyanyian di tiktok sebagai sesuatu yang indah dan layak diviralkan, sementara ada hal penting yang juga perlu diviralkan seperti "jangan keluyuran selama masa ppkm" tidak bisa menyentuh hati semua orang, maka apakah itu salah? "Tepuk dada tanya selera", kata Bang Nuim Khaiyat (penyiar senior Radio ABC). Yang suka beramal lanjut, yang suka protes silakan, yang suka #pehtem ayok, mana-mana mudah dan senang saja. Biarlah orang-orang cari makan dengan berpendapat, memasang spanduk atau memprotes orang lain. Aku? main game sambil komentar sana komentar sini saja..."asal nggak melanggar hukum biarkan saja", kata Slank dalam lagi "tonk kosonk".

Selamat Tahun Baru, 1 Muharram 1443 H, semoga kita jadi lebih baik dari kemarin dan hari ini!

Sort:  

Amiin...ya Rabbal alamin....

 3 years ago 

terima kasih atas kunjungannya @pieasant

Sami-sami...
Oya, boleh tanya soal indonesianer gak?...🙈

 3 years ago 

boleh, aaahh aku lupa belum bikin postingan minggu ini

Gmn kelanjutannya?... itu aja...aku baru bisa bantu dikit SP...sgitu kemampuanku...😁😁😁

 3 years ago 

kalau aku sendiri yang mikir dan bergerak, nggak sanggup aku.. di steem sea pun ada tugas, ngurus anak baru di game juga repot, sampai nggak sempat nulis di hive, padahal mayan hasilnya tiap hari kalau mau tetap posting.

nanti lah, aku lihat apa yang bisa kita kerjain di sana, soalnya harus ada program yang progresif kalau mau lanjut dan anggotany harus kuat-kuat juga.

 3 years ago 

hal yang sering kulakukan untuk memastikan aku tidak melanggar hukum.

image.png

Coin Marketplace

STEEM 0.21
TRX 0.13
JST 0.030
BTC 66785.43
ETH 3494.10
USDT 1.00
SBD 2.83