#Club75 | The Diary Game, Rabu, 09 Maret 2022: Rejeki Cuaca Terik!

in STEEM FOR BETTERLIFE2 years ago (edited)

Sarapan Pertama: Buah Potong

Note: 50% payment of this post is for @worldsmile. I thank to @steembetterlife, bang @heriadi and @sofian88 for supported my previous post. Such an honour.

Batuk dan Pilek masih jadi trend, ya. Saya ikut jadi peramainya- bangun pagi begitu berat dengan hidung yang sumbat dan kepala yang berat. Meski tak sampai mengacak alarm tubuh saya sebagai morning person, rasanya tetap saja mengganjal. Azan Subuh sudah tiba di ujung saat kaki kiri saya menapaki lantai kamar mandi yang kering sebab belum dipakai siapa pun. Karena takut jadi demam, saya sudah tak mandi pagi-pagi selama empat hari kemarin. Biasanya baru mandi pada saat akan ambil Dhuha saja, dan itu pun pukul sembilan pagi kalau cuacanya bagus. Hujan terus-terusan turun, padahal masih Februari. Kita mesti sepakati keanehan ini, teman-teman!

Sisa Tebu Sehabis Diraut

Dagangan saya masih jalan. Pijakannya masih bagus, meski disendati hujan yang turun dan mendung yang kepanjangan. Karenanya, saya baru membersihkan batang Tebu yang akan diperas airnya pasca toko terbuka pukul tujuh. Apa yang saya lakukan setelah Subuh? Saya baring-baringan di tempat tidur hingga setengah tujuh pagi sambil lihat-lihat Twitter.

Hujan yang turun dengan begitu deras sampai-sampai saya harus menjemput Wafir di balai tempatnya belajar Agama (TPA) pakai mantel merah jambu yang dibeli kak Mufidah dari toko fotokopi sebelah dengan alasan warnanya tinggal yang ini doang masih meninggalkan hawa dingin cenderung sejuk. Tak dapat memungkiri langit akan cerah seharian bikin saya senyum-senyum sebab tingkat penjualan Es Tebu selalu signifikan naik ke atas saat cuaca terik.

Sarapan Kedua: Lontong Wak Minah

Saat bang Adi akhirnya di depan, Ia meminta saya membawa masuk sebaskom penuh cucian gelas kopi kemari malam agar dicuci selagi Ia mengantar Wafir ke sekolah dan dua puluhan lebih tabung gas ysng telah saya susun di teras toko untuk dibawa ke pangkalan.

Pukul delapan lebih saat gelas dan piring-piring kecil tersusun di rak, bang Adi yang masih bolak-balik toko-pangkalan gas bikin saya harus tinggal lebih lama di depan agar bisa layani pembeli yang datang. Saat inilah pikiran untuk keluarkan mesin penggiling Tebu ke depan muncul tanpa perlu tunggu pukul sepuluh pagi dulu. Biar langit tau semangat saya cari rezeki. Biar langit beningkan tubuhnya seharian dengan matahari. Biar orang-orang yang lewat tau betapa saya siap menjemput rezeki.

Lampu merah pertama saya hari ini adalah sisa batang tebu yang hanya sebelas batang dengan panjang tak lebih dari satu meter. Ini bikin saya, sekitar pukul sepuluh pagi setelah seluruh sisa batang tebu terbungkus rapi dan berjejer rapi di kotak es, harus pergi ke ladang Tebu langganan saya di Alue Bu untuk beli stok produksi lain. Saya beneran bela-belain ke situ pagi-pagi buat jaga-jaga seandainya Es Tebu di kotak habis saat siang hari, stok Tebunya bisa langsung diproduksi jadi Es Tebu. Sayangnya, setiba saya di sana Istri sang pemilik ladang yang muncul dan beritahu saya suaminya ke kedai kopi. Saya lantas ikuti petunjuknya untuk hampiri Ia ke warung kopi langganannya namun tak saya temukan Ia. Saya kemudian balik ke rumahnya untuk memesan Tebu untuk diambil sebelum Dhuhur. istrinya mengangguk. Ini lampu merah kedua. Saya begitu panik, khawatir kalau-kalau ada pembeli Tebu yang tak dapat pesanan mereka. Berusaha jadi pedangang yang mampu lampaui keinginan Pembeli adalah baik dan saya senantiasa ingin jadi pedangang yang begitu.

Setiba di rumah, Bang Adi minta saya untuk memanen tebu di halaman belakang toko yang sebenarnya memang bisa dipakai untuk diolah jadi es tebu. Selalu ada Kemudahan selepas kesulitan. Sehabis Dhuha terang saya kepadanya saat Ia masuk hampiri saya di pintu belakang. Kak Mufidah sedang di dapur. Maka setelah tunaikan Dhuha, saya kembali untuk panen tebu di halaman belakang. Rezekinya, eluruh tebu yang bisa dipakai saya untuk diolah jadi Tebu telah dipanen seluruhnya oleh kak Mufidah: Tunggu di pintu saja, bersihkan tebunya pakai air, ya. Kejadian ini begitu cepat. lebih tepatnya, saya mesti lakukan dengan cepat sebab seseorang tengah menunggu Es Tebunya karena stok barang di kotak telah semuanya laku. Jadi, jangan heran kalau saya tak punya satu pun foto dari penanganan problem marketing ini, ya! Nikmati saja foto-foto setiap kudapan yang saya habiskan pagi ini, hehe :)

Tebu Utuh

Potongan Tebu Yang Saya Potong

Sepanjang hari saya habiskan di depan berjualan es Tebu dan layani pengunjung toko saat kebetulan kak Mufidah/Bang Adi mesti masuk atau ke grosir seberang jalan. Seharian saya lari-larian ke belakang untuk mensucikan batang tebu yang akan diolah di mesin karena stok esnya terjual habis. Cuaca terik benar-benar bikin pembukuan bisnis milik saya hari ini tampak menarik!

Setelah antar pesanan 8 bungkus es tebu ke kedai ALue Lhok, saya pulang untuk Ashar, dan baru akhirnya saya ke rumah pemilik ladang untuk ambil pesanan Tebu. Saya kembali disambut Istrinya dengan ucapan 'baroe geutubiet siat nyoe, bacut ngoen droe keuh troek keuno" dan belasan batang tebu yang belum dipotong. Saya nyengir sambil jelasi Ia perihal janji ambil yang mundur sampai sore hari. Tanpa tedeng aling-aling, Ia kemudian minta saya ikuti jalannya untuk ambil golok. Setengah jam setelahnya saya kembalikan Ia goloknya setelah bilah tebu terbagi sambil membayar seluruh harga tebu ke tangannya. Saya pulang dengan ikatan bungkus tebu di jok belakang motor san sisa potongan yang tak termuat di karung di jok kaki motor (Percaya, deh. buat saya saya ini bikin jantungan banget, saking ngga pernah motoran sambil ngangkut bawaan seheboh ini. uda yang di depan tebu-tebunya jatuh dan bikin syaa berhenti dua kali untuk balik ambil haha. Demi rezeki dilakuin!)

Tebu Di Motor

Saya tak membeli tebu-tebu ini untuk hari ini, sebab Tebu yang dipanen kak Mufidah harus terlebih dahulu dipakai agar rasanya lezat dan segar. Maka, setiba di rumah, saya lantas membawa Tebunya masuk sebab akan mulai dipakai besok dan kembali meraut sisa tebu di halaman belakang untuk diperas (kali ke empat, masukbatang hitungan 20+, Alhamdulillah!). Sampai toko akhirnya tutup, tersisa lima bungkusan air tebu di kulkas. Cuaca terik benar-benar kabar baik buat pedagang Es, sahabat!

Tebu Tak Termuat

Setelah magrib, bersama bang Adi yang bolak balik toko-pangkalan gas untuk jemput tabung berisi, saya membuka toko dan setelah semuanya apik, saya masuk dan kembali keluar untuk ambil laptop supaya bisa login di Steemit dan berbagi cerita milik saya hari ini ke teman-teman komunitas @steembetterlife. Kini saya telah tiba di ujung postingan. Album Tulus, Manusia, masih duduki puncak dengar musik saya hari ini dan Hati-Hati di Jalan terasa begitu dalam dan berarti.

Dari tempat saya duduk kini, rintik hujan yang jatuh tipis tampak. Semoga sisa malam menyenangkan- milik saya, pun dengan teman-teman. Semoga cuaca besok kembali cerah.

Assalamu'alaikum, Teman-teman!
Tan :)


Tentang Saya

Selfie Muka Pucat haahhaahahaha! Semangat jemput Rezeki!

Coin Marketplace

STEEM 0.20
TRX 0.13
JST 0.029
BTC 67130.22
ETH 3466.74
USDT 1.00
SBD 2.73