Dunia Kerja Itu Keras, Siapa yang siap Bertahan?
Tidak semua orang siap dan sanggup menghadapi kerasnya dunia profesional. Banyak orang berpikir bahwa asal punya gelar atau skill, mereka langsung bisa terjun ke dunia kerja dan sukses begitu saja.
Ternyata nggak semudah itu, Ferguso! Dunia profesional nggak cuma soal keterampilan, tapi juga soal sikap, cara pandang, dan ketahanan mental. Singkatnya, nggak semua orang bisa bertahan di dalamnya, apalagi kalau bawa-bawa mentalitas yang salah.
Pernah nggak ketemu orang yang selalu merasa jadi korban keadaan? Kerja keras dikit, ngeluh. Dapat kritik, langsung bilang, “Ini karena bos saya galak!” atau “Si A mah iri sama saya.”
Beberapa orang cenderung melihat diri mereka sebagai pihak yang terus-menerus diserang oleh keadaan—diperlakukan tidak adil oleh atasan, dijegal oleh kolega, atau bahkan "dianiaya" oleh sistem yang dianggap tidak berpihak pada mereka. Masalah terbesar dari mentalitas korban bukan hanya terletak pada keluhan-keluhan tak berkesudahan, tetapi pada kurangnya kesadaran untuk bertanggung jawab atas nasib sendiri.
Orang-orang yang menyembunyikan ketidakmampuan untuk beradaptasi akan lebih memilih mencari kambing hitam daripada mencoba memahami di mana letak kekeliruan atau kekurangan diri sendiri. Padahal, dunia kerja tidak memiliki belas kasih yang cukup untuk mereka yang hanya bisa meratapi nasib tanpa mengambil langkah konkrit untuk memperbaiki situasi.
Ini bukan soal apakah dunia ini adil atau tidak—karena kenyataannya memang tidak—tapi soal bagaimana kita menghadapinya. Jadi mulai sekarang, mending fokus ke solusi daripada jadi "si paling korban."
Yang menarik, beberapa orang di dunia kerja gampang banget baper (bawa perasaan) saat dikritik. Baru dikasih masukan sedikit aja, udah sensi. Padahal kritik itu bisa jadi cermin buat kita, lho! Kalau nggak tahan dikritik, gimana mau berkembang?
Tak semua orang mampu menghadapi kritik. Kritik kerap diterima dengan berat hati (bahkan cenderung ditolak mentah-mentah) oleh mereka yang tak terbiasa melihat kekurangan diri sendiri. Dalam kondisi alergi kritik yang “kronis,” seseorang bahkan menganggap semua masukan sebagai serangan pribadi.
Namun, salah satu kunci kesuksesan dalam dunia kerja terletak pada kemampuan untuk menerima kritik, mencerna, dan kemudian memperbaiki diri.
Dunia profesional nggak punya tempat buat orang yang selalu ngambek tiap kali ditegur. Kritik itu sebenarnya adalah bentuk perhatian, artinya orang lain masih peduli dengan kinerja kita. Kalau nggak tahan dengar kritik, mungkin lebih baik cari pekerjaan lain yang nggak ada supervisi sama sekali—meskipun yaa, entah pekerjaan apa itu...
Jika seseorang tak mampu menghadapi kritik, mereka tidak hanya membatasi potensi diri sendiri, tetapi juga secara tidak langsung menghambat perkembangan organisasi tempat mereka bekerja.
Kemampuan berkomunikasi yang baik juga tidak boleh dianggap remeh dalam dunia kerja. Tidak jarang, seseorang gagal menyampaikan ide hanya karena komunikasinya yang kacau. Nggak jarang saya bertemu orang yang kalau ngomong awut-awutan, atau kalau nulis email ya Allah kayak SMS jaman dulu.
Ketidakmampuan untuk menyampaikan pesan dengan jelas akan menciptakan rantai kegagalan yang tak berujung. Lebih jauh lagi, ketika seseorang gagal mengomunikasikan sesuatu dengan benar, bukan hanya karier mereka yang terancam tetapi juga reputasi mereka sebagai profesional.
Di titik ini, saya pikir kita perlu menyadari bahwa komunikasi bukan hanya sekadar berbicara atau menulis. Coba deh perhatiin, orang-orang yang sukses di tempat kerja pasti punya skill komunikasi yang baik. Mereka bisa menyampaikan ide dengan jelas dan efektif, entah itu lewat lisan atau tulisan.
Kalau kita sendiri masih suka asal-asalan dalam komunikasi, ya jangan heran kalau orang jadi bingung sama apa yang kita maksud. Akhirnya, bukan cuma kita yang repot, tapi satu tim pun bisa keteteran.
Seberapa sering kita mendengar tentang orang-orang yang begitu terpesona dengan kemampuan mereka sendiri, hingga tak bisa melihat pentingnya kerja tim? Ego yang berlebihan adalah penyakit lain yang sering kali menghambat seseorang untuk berkembang dalam lingkungan kerja.
Ada aja orang yang merasa dirinya paling jago, paling pintar, dan paling berhak dapat perhatian. Mereka nggak sadar kalau di dunia kerja, teamwork itu adalah segalanya. Ego yang besar hanya akan bikin kita dijauhi rekan kerja. Mau sepintar apapun kita, kalau nggak bisa kerja sama dengan baik ya siap-siap aja terisolasi.
Keberhasilan di dunia profesional lebih sering merupakan hasil dari kerja tim yang baik, bukan karena satu orang yang merasa dirinya paling hebat. Mereka yang terjebak dalam sikap arogan, lambat laun akan kehilangan support dari rekan-rekan. Ego hanya akan menciptakan dinding pemisah antara orang per orang dengan tim dan pada akhirnya hanya kesendirianlah yang dirasakan.
Dunia kerja bukanlah tempat yang mudah. Mereka yang nggak siap mental, nggak mau belajar pasti akan tersingkir. Tapi buat yang mau beradaptasi, dunia profesional bisa jadi tempat yang penuh peluang. So, siapkah kita menghadapi semua tantangan itu? Atau kita akan jadi salah satu yang tersisih di tengah jalan?
Upvoted! Thank you for supporting witness @jswit.
Texting in the old days? How old are you?
Texting did not exist in the old days or are you years ahead of me? The first mobile phones without texting I remember were after 1990. A strange expression: texting like in the old days. What I liked about the old days was that people were still able to read and write. That before you were invited for an interview a handwritten letter was 'decoded'. How you write says a lot if not all about the employee.
If employers would still work like that the average lerson would work harder and be more focused.
🤔
Posting yang menarik saya setuju dengan posting ini, bukan siapa yang paling hebat tapi siapa yang mampu bertahan dan beradaptasi dengan baik.
Terima kasih sudah singgah adoe @fhasnia, adaptasi memang sangat diperlukan untuk bisa survive di dunia yang kejam ini
Sama sama 🙏 semoga kita sukses terus, mampu bertahan dan bersaing dengan baik tanpa merugikan yang lain.