Become a Winner on World Refugee Day: Writing! |

in STEEM FOR BETTERLIFE2 years ago (edited)



I won first place in a popular scientific article writing competition in the midst of a never-ending busy schedule

June 20 is designated as International Refugee Day. An institution concerned with foreign refugees in Aceh, the Geutanyoe Foundation, held a Popular Scientific Article Writing Competition with the theme Humanitarian Action against Foreign Refugees in Aceh.

I know about the competition in the Lhokseumawe Alliance of Independent Journalists (AJI) group posted by @masriadi. Because the article requirements are at least 1,200 words and it's quite long, I can't write it right away, in addition to various activities, both as a journalist, as a lecturer and taking care of news on campus internal media, managing stock portfolios, taking care of families, to making posts on Steemit that are back on a regular basis. I do.

Approaching the deadline, I make time to forget about other work. On the last day, I sent an article around 23:45 or about 15 minutes before closing. I don't think I will win or not.

Even then—because of my busy schedule—I forgot about the competition until a friend called and congratulated me. I then opened the geutanyoe.id site and saw the announcement.

Based on the announcement on the geutanyoe.id website, Ayi Jufridar's article entitled Legal Jeratan in a Humanitarian Mission, won first place according to the results of the final judging by the Academic Team. Muzakir won the second place with the article title Rohingya and Heroes of Humanity from the Veranda of Mecca.

The jury chose the article written by Indri Maulidar entitled 'Humanizing Refugees Through Political Action' as the third winner. Meanwhile, Zulfurqan's article entitled "Viewing Rohingya as an Effort to Save Humanity and Civilization" was chosen as the favorite winner.

For the photography category, Syifa Yulinnas won first place, Rahmad second, and Fachrul Reza won the third place. The jury also chose a photo by Zikri Maulana as the favorite winner. The committee provides a total prize of Rp. 20 million for the winners.

Based on the committee's announcement, the first winner gets Rp. 5 million, it is not yet known whether the tax is deducted or not. In the previous competition on oil and gas held by the Indonesian Journalists Association (PWI) Aceh, I also won first place with a prize of Rp. 10 million and no tax deducted.

I am happy and grateful. The prize for the competition has been imagined to be used to pay for the school fees of girls who have only Rp4.7 million left. Only a little left, but still grateful.

Uniquely, the two winners of the photography competition, namely Fachrul Reza and Zikri Maulana, are alumni of the Communication Studies Program at Malikussaleh University and have taken a journalism class with me. I never taught them photography, but journalism did for a few semesters.

Zikri Maulana, who is also Lailan Fajri's nephew, also joined me at AJI Lhokseumawe, just like Lailan Fajri, who was a radio journalist.

There are students who ask how I divide my time in the midst of such a busy life. I said just do the best you can and you have to prioritize. Sometimes we sacrifice the wrong things, but we have to learn from there and try to keep doing our best, day after day!


02.jpg
Cinta Dalam Secangkir Sanger, buku kumpulan cerpen saya.


AyiJufridar_190919_01.jpg
Menulis dan membaca adalah satu paket. Lakukan keduanya setiap hari.


Prestasi di Hari Pengungsi Internasional: 20 Juni!

Saya meraih juara pertama lomba menulis artikel ilmiah populer di tengah kesibukan yang tidak pernah berhenti

20 Juni ditetapkan sebagai Hari Pengungsi Internasional. Sebuah lembaga yang concern terhadap pengungsi asing di Aceh, Yayasan Geutanyoe, menggelar Sayembara Menulis Artikel Ilmiah Populer dengan tema Aksi Kemanusiaan terhadap Pengungsi Luar Negeri di Aceh.

Saya mengetahui adanya lomba tersebut di grup Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Lhokseumawe yang diposting @masriadi. Karena syarat artikel minimal 1.200 kata dan itu lumayan panjang, saya tidak bisa langsung menuliskannya, di samping berbagai kesibukan baik di jurnalis, sebagai dosen dan mengurus pemberitaan di media internal kampus, mengelola portofolio saham, mengurus keluarga, sampai membuat postingan di Steemit yang kembali rutin saya lakukan.

Menjelang deadline, saya menyediakan waktu yang melupakan pekerjaan yang lain. Di hari terakhir, saya mengirim artikel sekitar pukul 23.45 atau sekitar 15 menit menjelang penutupan. Saya tidak berpikir akan juara atau tidak.

Bahkan kemudian—karena berbagai kesibukan—saya lupa dengan perlombaan itu sampai ada kawan yang menelepon dan memberi ucapan selamat. Saya kemudian membuka situs geutanyoe.id dan melihat pengumumannya.

Berdasarkan pengumuman di situs geutanyoe.id, artikel Ayi Jufridar yang berjudul Jeratan Hukum Dalam Misi Kemanusiaan, berhasil meraih juara pertama sesuai hasil penjurian final oleh Academic Team. Juara kedua diraih oleh Muzakir dengan judul artikel Rohingya dan Pahlawan Kemanusiaan dari Serambi Mekah.

Dewan juri memilih artikel yang ditulis Indri Maulidar berjudul Memanusiakan Pengungsi Lewat Aksi Politik sebagai juara ketiga. Sedangkan artikel karya Zulfurqan yang berjudul Memandang Rohingya sebagai Upaya Penyelamatan Manusia dan Peradaban dipilih sebagai juara favorit.

Untuk kategori fotografi, juara pertama diraih Syifa Yulinnas, juara kedua Rahmad, juara ketiga diraih Fachrul Reza. Dewan juri juga memilih foto karya Zikri Maulana sebagai juara favorit. Panitia menyediakan hadiah total Rp20 juta bagi para pemenang.

Berdasarkan pengumuman panitia, juara pertama mendapatkan Rp5 juta, belum tahu dipotong pajak atau tidak. Pada lomba sebelumnya tentang minyak dan gas yang digelar Persatuan wartawan Indonesia (PWI) Aceh, saya juga juara pertama dengan hadiah Rp10 juta dan tidak dipotong pajak.

Saya gembira dan bersyukur. Hadiah lomba sudah terbayang digunakan untuk membayar uang sekolah anak perempuan yang tinggal Rp4,7 juta lagi. Hanya tersisa sedikit, tapi tetap bersyukur.

Uniknya, dua juara lomba fotografi, yakni Fachrul Reza dan Zikri Maulana adalah alumni Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Malikussaleh dan pernah mengikuti kelas jurnalistik bersama saya. Saya memang tidak pernah mengajarkan mereka ilmu fotografi, tetapi jurnalistik pernah beberapa semester.

Zikri Maulana yang juga keponakan Lailan Fajri, juga sama-sama bergabung dengan saya di AJI Lhokseumawe, sama juga seperti Lailan Fajri yang pernah menjadi wartawan radio.

Ada mahasiswa yang bertanya bagaimana saya membagi waktu di tengah kesibukan tersebut. Saya mengatakan hanya mengerjakan semaksimal mungkin dan harus membuat prioritas. Terkadang kita mengorbankan hal yang salah, tetapi kita harus belajar dari sana dan berusaha terus melakukan yang terbaik, hari demi hari!


IAIN_02.jpg
Mengajarkan mahasiswa IAIN Lhokseumawe menulis, prinsipnya belajar bagi diri sendiri.

Coin Marketplace

STEEM 0.18
TRX 0.13
JST 0.029
BTC 57646.26
ETH 3029.18
USDT 1.00
SBD 2.26