Catatan Singkat Perihal Blockchain , Media Sosial Berbasis Hive dan Steem (Bagian II)
Hubungan antara dunia blockchain dan dunia internet ini sangat erat berkaitan. Apalagi sejak ditemukannya metode time-stamping digital document pada tahun 1991 oleh Stuart Haber and W. Scott Stornetta(3), yang mana setiap dokumen digital diberikan penanda waktu pembuatannya, sehingga tidak bisa dirubah atau dibuat mundur waktu pembuatan dokumennya, sehingga keaslian dokumen lebih terjamin. Metode ini dimodifikasi lagi dengan sistem Merkle tres yang memungkinkan beberapa data dokumen digital dapat disimpan dalam satu blok (seperti folder) dan kemudian diperkuat lagi dengan sistem keamanan jaringan komputer berbasis kritpografi berdasarkan konsensus yang nantinya disebut juga Proof-of-Work (PoW) (metode ini berdasarkan ide dari Cynthia Dowrk(4), Moni Naor dan penyebutan PoW dicetuskan oleh Markus Jakonbsson dan Ari Juels).
Pada tahun 2004, Hal Finney (Harold Thomas Finney II) menyempurnakan metode PoW dengan metode Reusable Proof of Work (RPoW) yang mencegah terjadinya double spending dengan memanfaatkan ilmu kriptografi juga. Sebuah metode dimana seseorang yang telah melakukan PoW akan mendapatkan sebuah token atas imbalan jerih payahnya dalam menjaga sistem jaringan agar tetap berfungsi. Token tersebut bisa ditransfer ke pengguna lainnya dan tidak bisa digandakan tanpa melalui prosedur mekanisme PoW , artinya token tersebut tidak bisa dibuat seperti halnya melakukan copy-paste (dalam artian seperti uang palsu, yang mana pemalsu bisa mencetak uang tiruan sendiri). Metode inilah yang menjadi dasar utama bagi Satoshi Nakamoto yang pada tahun 2008 dalam membangun jaringan blockchain Bitcoin.
Gabungan penemuan-penemuan yang ada tersebut, internet, HTML, kriptografi, Proof of Work dan blockchain inilah yang nantinya membidani munculnya blockchain Steem dan Hive. Dari blockchain Steem dan Hive inilah nanti bermunculan platform-platform media sosial seperti halnya steemit dan hive.blog serta turunannya.
Berbeda dengan media sosial yang tersentralisasi seperti halnya Facebook, Instagram, dan Twitter, yang mana wewenang penuh ada pada satu pihak yaitu pemilik atau pengelola platform tersebut. Sehingga konten-konten yang ada dalam media sosial tersentralisasi bisa disensor oleh para pemilik atau pengelolanya. Berbeda dengan sistem media sosial terdesentralisasi berdasarkan blockchain, setiap perubahan mendasar terkait blockchain itu sendiri harus berdasarkan konsensus atau keputusan bersama. Apalagi dalam konsensus blockchain Steem dan Hive memberikan kepada para pengguna platform media sosialnya kebebasan dalam membuat konten, dan pengawasan konten diserahkan kepada komunitas penggunanya.
Oleh karena itu keberadaan media sosial berdasarkan blockchain ini perlu disosialisasikan sebagai alternatif pilihan bagi penggunanya, sekaligus sebagai edukasi agar dapat digunakan secara baik-baik. Mengingat tanggung jawab kontennya berada langsung pada pembuat konten itu sendiri serta jejak digital dalam media sosial berdasarkan blockchain ini tidak begitu saja bisa dapat dihapus karena seperti halnya roh dari sistem blockchain itu sendiri yaitu keterbukaan. Jadi perlu kiranya dibuat sebuah panduan agar dapat mempergunakannya dengan baik dan benar.
Posted Using LeoFinance