ECONOMIC DIARY GAME | 22-12-2024 | Membeli Langsat di Kebun Rambutan

in Steem Entrepreneursyesterday

Apakabar rekan steemians?

AKHIR tahun musim pesta buah. Khususnya di kawasan Indrapuri, Aceh Besar. Pada hari Minggu kemarin, kami punya kesempatan berkunjung ke kebun rambutan di Gampong Empe Ara, Kecamatan Indrapuri, Kabupaten Aceh Besar. link. Kebun ini milik rekan kerja istri. Katanya, di grup WhatsApp sudah beberapa hari ini memberi informasi. Bagi yang ingin jalan-jalan ke kebun rambutan sudah bisa bergerak di akhir pekan.

Perjalanan ke Indrapuri tidak begitu lama. Hanya butuh waktu 30 menitan dengan perjalanan normal. Awalnya saya pikir lokasinya di sekitaran Waduk Keuliling, Kuta Cot Glie. Objek wisata ini lewat Kecamatan Indrapuri. Nyatanya, masyarakat lebih sering menyebutkan Waduk Keuliling itu di Indrapuri.

Sampai-sampai pada saat Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI Aceh-Sumatera Utara (Sumut) pada September lalu, timbul protes dari warga setempat. Soalnya, hampir semua media mengabaikan si pemilik geografis, Kecamatan Kuta Cot Glie. Sudah jamak dimata publik, kalau bicara Waduk Keuliling itu, bicara Indrapuri. Padahal itu salah.

20241222_130133.jpg

Rambutan Indrapuri, merah, manis dan mudah lekang

Bahkan, sang penjabat Bupati Aceh Besar Muhammad Iswanto pun ikut mengoreksi segala informasi yang kadung beredar. Informasi yang selalu tercatat di ribuan naskah, Waduk Keuliling, Indrapuri. Padahal, Waduk Keuliling, Kuta Cot Glie. Kenapa ini menjadi penting? Pasalnya, Waduk Keuliling, menjadi venue cabang olahraga dayung. Ini juga menjadi medium untuk promosi gampong tersebut ke level nasional.

Apalagi Indrapuri sudah duluan terkenal. Mengingat ini sama seperti banyak adigium yang beredar. Ayam punya telur, sapi punya nama. Itu dalam kasus telur mata sapi. Begitu juga dengan Kuta Cot Glie dan Indrapuri. Namun yang pasti, dua kawasan ini punya kebun rambutan dan kebun langsat.

Sehingga kita sering mendengar "Rambutan Indrapuri". Atau juga "Langsat Indrapuri." Terkadang sebagian itu bukan berasal dari Indrapuri. Bahkan tak jarang dibawa dari kawasan kecamatan yang bertetangga dengan Indrapuri. Kenapa buah-buah ini harus berlabel "Indrapuri"? Penyebabnya, karena buahnya manis dan mudah lekang. Itu untuk jenis rambutan. Sedangkan langsat juga sama, manis.

20241222_124631.jpg20241222_135534.jpg
20241222_125628.jpg20241222_125637.jpg

Masuk kebun rambutan di Indrapuri; pemilik sedang memetik buah rambutan


Karena alasan inilah, maka nilai jual Rambutan Indrapuri jauh lebih mahal dari daerah-daerah lain di sekitaran Aceh Besar. Makanya, biar harga jual lebih tinggi, semua rambutan disekitaran kawasan itu disamaratakan saja; rambutan Indrapuri. Faktanya, di pasaran tetap berlaku hukum ekonomi. Begitulah.


Petik Rambutan

Kembali ke tujuan awal. Kami sekeluarga berangkat dari rumah sudah pukul sebelas siang. Pas waktu makan di kawasan Samahani. Untuk menuju lokasi kebun rambutan di Gampong Empe Ara, Kecamatan Indrapuri. Mencari tempat ini tak begitu sulit. Kalau anda sudah tahu lokasi Masjid Kuno Indrapuri, maka itu sama saja dengan sudah tiba di lokasi.

Tinggal mengikuti jalan yang ada di depan komplek masjid bersejarah itu saja. Sekitar satu kilometer saja, kami sudah tiba di lokasi. Kebun ini milik keluarga Novi, teman satu ruang operasi di Rumah Sakit Ibu Anak, Banda Aceh. Saat kami menginjak kaki di sini, sudah cukup banyak mobil yang parkir. Kami sempat ke lewatan. Namun untuk balik juga cukup jauh mengambil jalan memutar.

Ketika balik dari jalan memutar inilah, saya kepergok dengan seorang mantan pemain bola. Namanya Mara Ikhsan. Kami langsung akrab dan bertegur sapa. Dalam balutan baju yang mirip busana taktis tentara, dia berkata sudah menjadi seorang guru. Mungkin guru olahraga. Mara yang sempat main untuk PSAB Aceh Besar itu kini belum sepenuhnya pensiun. Dia masih turun saat tampil di turnamen antar kampung alias tarkam.

20241222_124613.jpg20241222_130508.jpg

Mara Ikhsan dan seorang pekebun yang lupa namanya

Begitu tiba di titik lokasi utama, saya langsung meurawon alias "berkelana". Di kebun samping Novi ada tiga orang yang sedang serius memetik rambutan. Saya pun sekitar mengakrabkan diri. Tanya sana, tanya sini pada pria muda bertopi coklat, kakek dengan pelindung kepala warna navi dan ibu dua anak berbaju berkerudung biru tua. Ketiganya sudah bolak-balik memetik rambutan.

Karena saya tak bisa berhenti tanya, dia juga dengan ramah bercerita. Tentu saja yang saya tanya seputaran rambutan dan segala sesuatu yang terkait dengannya. Untuk saja mereka tidak balik membuka suara. "Kenapa nanya-nanya kayak wartawan ajaa..," Kalau pertanyaan itu mencelat dari bibir mereka, tentu saja 'penyamaran' saya terbongkar. hehehe.

Saya pun banyak menyerap informasi dengan mereka. Biar tak kalah dengan mereka, saya keluarkan jurus maut berkebun. Saya cerita mulai dari teknik pemupukan, kotoran hewan (kohe), pupuk organik cair (POC) serta cara mengusir semut merah di beberapa pohon rambutan. Terkesan semua terlihat sempurna, seperti pakar benaran yang saja. Padahal itu, gara-gara sering bikin postingan berkebun di Steemit.

Dan, pemilik kebun rambutan ini tak tahu itu. Kalau mereka tahu, tentu saja saya menuai malu. hahaha. Atas banyak pertimbangan ekonomis, buah rambutan ini dijual ke agen alias mugee. Mereka mengambil 5K perkilo. Kalau dibilang murah mungkin iya. Tapi, kalau dihitung dengan harga barang ini tiba di pasar, mungkin tidak. Minimal, si pejual punya untung antara 2K hingga 3 K saja.

Jika petani menjual langsung ke pasar, itu lebih ribet. Sewa beca, menyita waktu serta kelelahan. Sedangkan mereka harus merawat empat ekor kerbau di kandang masing-masing. Karena alasan masuk akal inilah, mereka lebih melepas dibeli mugee daripada dijual sendiri ke pasar. Begitulah.


Beli Langsat langsung dikebunnya

20241222_125433.jpg

Ibu-ibu ikut memburu buah langsat yang terkenal manis

Di dua lokasi kebun yang masih bertetangga ini, selain ada pohon rambutan, ada juga pohon langsat. Sayangnya langsat tak begitu dominan. Lebih banyak pohon rambutannya. Entah karena pohon langsat yang tak banyak atau karena alasan ekonomis lainnya, namun yang pasti, rambutan bisa bawa peting sendiri dan bisa dibawa pulang. Tak perlu keluar cuan. Alias gratis. Tapi, lain cerita dengan langsat. Ops.

Nah, untuk langsat harus beli. Kebetulan langsung ditimbang di lokasi. Di selasar pondok. Harga jualnya 20K perkilo. Beli 2 kilo berarti cukup bayar 35K saja. Kalau di pasaran barangkali lebih kurang sama. Tapi, tak akan lebih murah dari harga di kebun yang satu ini. Ada belasan ibu-ibu yang menaruh minat pada langsat. Si pemilik pun langsung menimbang dengan cekatan.

Mereka membeli dengan jumlah berbeda-beda. Sementara untuk rambutan mereka bisa memetik sendiri sesuka hati. Jangan minta pemilik untuk memetiknya. Rambutan ini memang dibagi-bagi alias disedekahkan untuk karabat, kenalan dan siapa saja yang datang ke kebun. Barangkali cocok disebut sebagai khanduri buah.

Sebagian lagi memang makan siang benaran. Khanduri ini memang di luar prediksi kami. Menu-menu yang disajikan memang khas tamasya ke kebun. Kami sekeluarga duluan makan siang di Samahani, sehingga tak berminat lagi dengan kuliner itu. Namun buah-buah langsat itu memang sangat menggoda mata. Isteri pun membeli dua kilo saja. Tapi, sepertinya si pemilik menolak dibayar.

20241222_125530.jpg20241222_125412.jpg
20241222_131930.jpg20241222_131924.jpg

Melihat langsung penimbangan buah langsat

Tentu saja, akhirnya kami keluar kebun dengan semringah. Rambut dan langsat sedekah dari si pemilik kebun. Dua kilo langsat, sekantong kresek hitam besar buah rambutan. Semua berpindah ke bagasi belakang. Sebelum pulang, kami basi-basi membahas luar kebun dan pupuk-pupuknya. Termasuk ada rencana setahun lalu, yang ingin menjual kebun rambutan di sini.

Sayangnya tak jadi dibeli karena, sudah duluan membeli sepetak tanah di Pango Deah, untuk area kantor mini (tiny house) dan bisnis kecil-kecilan lainnya. Seakan tak ingin mengingat hal itu lagi, lalu topik pembicaraan pun beralih. Kami bercerita peluang-peluang bisnis kebun di masa depan. Semoga saja ada peluang untuk itu.

Melihat matahari yang sudah mulai tergelincir, kami pun segera ngacir. Harus pergi menyelesaikan tugas-tugas lain. Sebelum pulang kami pun mengucapkan terima kasih kepada si pemilik kebun. Dan, terima kasih juga kepada anda yang sudah membaca cerita saya ini.

divider-36066.png

*****


Thanks for being with me and reading my post patiently

*****

Salam @Munaa

Sort:  
 yesterday 

Dear @steemkindess, postingan ini awalnya sudah memasang bennefit untuk akun tersebut. Ternyata saat dipublis terjadi error. Barangkali moderator bisa membantu, mengatasi kendala saya?

Padahal saya sudah siap memasang itu diakhir postingan

[**_10 % payout to @steemkindess_**](https://steemit.com/@steemkindess)

Terima kasih

Keknya error itu nama akunnya, seharusnya @steemkindness bukan?

 5 hours ago 

Oh iyaa...diriku yang kurang jeli kayaknya, masalah nama akun kopas di postingan tiga tahun lalu, pada artikel terkait aturan menulis di komunitas...

Terima kasih sudah mencerahkan, seperti cahaya matahari yang baru lepas gulungan awan hitam...

Kuta Cot Glie bukan bagian dari Kecamatan Indrapuri yaa 🤔 apa sudah jadi kecamatan sendiri🫣 laahh kok aku bingung, dulu suka keluyuran di situ sekedar nyari boh klayu atau kedai kopi asik. Montasik, Samahani, Kuta Cot Glie, Indrapuri itu kecamatan bertetangga yaa.

Apakah si empunya kebun sedang merintis agriwisata langsat rambutan😍 jadi ingat kebun si Demon shopie's sunsets library di Samahani. Indrapuri memang terkenal dengan rambutan, langsat dan ie joknya kan 😅 tapi ada bbrp daerah di lam leu'ot dan apa itu nama daerah yg setelah jembatan yg sering jadi tempat orang berjualan rambutan langsat skala besar, lupa aku namanya 🤦 ada banyak juga pohon langsat dan rambutan yang rasanya "matham meunan" ingat yaa matham menggunakan makhraj Tho😁

 5 hours ago 

Kuta Cot Glie itu kecamatan yang berbatasan langsung dengan Indrapuri. Tapi orang banyak sering peusama rata, hehe.

Yang empunya kebun emang suka sedekah,.kali ini dia sedekah buah. Untuk level wisat buah sebenarnya kurang pas, karena lahannya juga tidak hektaran, jenis buah juga cuma langsat dan rambutan saja.

Kalau jembatan yang jadi sentra jual buah saat panen kayaknya di dekat pasar Samahani juga, kalau tak salah. Di Aceh Besar memang banyak kali Lam nya sampai² ngk ingat kita, yang ngk ada cuma Lam Miyalit Lam Miyulat.. hehee

 14 hours ago (edited)

Many thanks to the Steem Entrepreneurs community users who shared the original posts. We hope your contributions continue to inspire and strengthen the entrepreneurial spirit in our community.

Status Club75
Tag #steemexclusive
Plagiarism & AI-free
Bot-free
Support of #burnsteem25
Review dateDecember 25, 2024

Kind regards,
Steem Entrepreneurs Team

 5 hours ago 

Thank you so much

Coin Marketplace

STEEM 0.22
TRX 0.26
JST 0.040
BTC 99032.11
ETH 3469.45
USDT 1.00
SBD 3.22