Conducting Written Confirmation: Journalism |

in Hot News Community2 days ago

World Press Day_04.jpg


Journalists in any country in the world have the same obligation to present news in a balanced, accurate, and non-intentional manner. The ideology of journalism in many countries is not much different. In several times participating in journalism training with professional journalist mentors from various countries, I saw that many values ​​of professionalism and independence were not much different.

Even though I am not currently actively doing journalistic work in the field, I am still often asked for help by fellow journalists about various things. One of them is conducting written confirmation. This step must be taken by journalists in Indonesia because direct confirmation is not served.

Confirming in writing is common for journalists and has many advantages and disadvantages. One of the advantages is that journalists cannot misquote because they only need to move the source's answer into the news. But there are also many disadvantages, such as not being able to ask follow-up questions as in direct interviews.

In addition, sources also often give answers that are irrelevant, unsubstantial, or even unrelated to the question. In short, journalists often do not get complete answers in written interviews, especially when it comes to certain cases that violate the law. It is no wonder that Tempo magazine in Indonesia often asks several written questions and does not get any answers at all. I am sure that other media in many countries also experience the same thing.

To remind the source, before going into question after question, the mass media needs to remind the legal basis for submitting an interview or written confirmation. In Indonesia, the basis is Law Number 40 of 1999 concerning the Press and the Journalistic Code of Ethics. In my opinion, the considerations should at least mention several points below:

Considerations:

  1. That Article 4 Paragraph (3) of Law Number 40/1999 concerning the Press states, "To guarantee press freedom, the national press has the right to seek, obtain, and disseminate ideas and information."

  2. That Article 6 letter states that the national press carries out its role as follows; (c) developing public opinion based on precise, accurate, and correct information; (d) carrying out supervision, criticism, correction, and suggestions on matters relating to the public interest; 3. Article 1 of the Journalistic Code of Ethics states, “Indonesian journalists are independent, produce accurate, balanced news, and do not act in bad faith.”

  3. Article 3 of the Journalistic Code of Ethics states, “Indonesian journalists always test information, report in a balanced manner, do not mix facts and judgmental opinions, and apply the principle of presumption of innocence.”

In my opinion, these are the steps that journalists in Indonesia can take to present news in a balanced manner. The question often arises, if you have submitted written confirmation several times but there is no answer, what should you do? What should journalists do?

The news can be broadcast, but the obligation to present news in a balanced manner and not in bad faith remains. Journalists can look for other sources or provide background on a condition or event so that there is a balance of information.

Hopefully useful.[]


WPFD 2023_07.jpg


PHOTO-2023-05-10-22-03-42.jpg


Melakukan Konfirmasi Secara Tertulis: Jurnalistik

Wartawan di negara mana pun di dunia ini, memiliki kewajiban sama untuk menyajikan berota secara berimbang, akurat, dan tidak beritikad buruk. Ideologi jurnalistik di banyak negara tidak jauh berbeda. Dalam beberapa kali mengikuti pelatihan jurnalistik dengan mentor jurnalis profesional dari berbagai negara, saya melihat banyak nilai-nilai profesionalisme dan independensi tidak jauh berbeda.

Meski sekarang sedang tidak aktif melakukan kerja-kerja jurnalistik di lapangan, saya masih sering dimintai tolong sama kawan jurnalis tentang berbagai hal. Salah satunya adalah melakukan konfirmasi secara tertulis. Langkah ini harus ditempuh wartawan di Indonesia karena konfirmasi secara langsung tidak dilayani.

Melakukan konfirmasi secara tertulis sudah biasa dilakukan jurnalis dan memiliki banyak kelebihan dan kekurangan. Salah satu kelebihannya, jurnalis tidak mungkin salah kutip karena tinggal memindahkan jawaban narasumber ke dalam berita. Tapi kekurangannya juga banyak seperti tidak bisa mengajukan pertanyaan lanjutan sebagaimana dalam wawancara secara langsung.

Selain itu, narasumber juga sering memberikan jawaban yang tidak relevan, tidak substansial, bahkan tidak ada kaitannya dengan pertanyaan. Singkatnya, jurnalis sering tidak mendapatkan jawaban tuntas dalam wawancara secara tertulis, apalagi jika menyangkut kasus tertentu yang melanggar hukum. Tidak heran jika majalah Tempo di Indonesia sering mengajukan beberapa kali pertanyaan tertulis dan tidak mendapatkan jawaban sama sekali. Saya yakin, media lain di banyak negara juga mengalami hal sama.

Untuk mengingatkan narasumber, sebelum masuk ke dalam pertanyan demi pertanyaan, media massa perlu mengingatkan dasar hukum dalam mengajukan wawancara atau konfirmasi secara tertulis. Di Indonesia, dasarnya adalah Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik. Menurut saya, konsiderannya paling tidak menyebut beberapa poin di bawah ini:

Konsideran:

  1. Bahwa Pasal 4 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 40/1999 tentang Pers menyebutkan, “Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.”
  2. Bahwa Pasal 6 huruf menyebutkan pers nasional melaksanakan peranannya sebagai berikut; (c) mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat, dan benar; (d) melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum;
  3. Bahwa Pasal 1 Kode Etik Jurnalistik menyebutkan, “Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.”
  4. Bahwa Pasal 3 Kode Etik Jurnalistik menyebutkan, “Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.”

Demikian menurut saya langkah yang bisa dilakukan jurnalis di Indonesia untuk menyajikan berita secara berimbang. Sering muncul pertanyaan, kalau sudah mengajukan konfirmasi tertulis beberapa kali tidak ada jawaban, bagaimana? Apa yang harus dilakukan jurnalis?

Berita sudah bisa disiarkan, tetapi kewajiban menyajikan berita secara berimbang dan tidak beritikad buruk, tetap melekat. Jurnalis bisa mencari narasumber lain atau memberikan latar terhadap sebuah kondisi atau peristiwa sehingga ada penyeimbang informasi.

Semoga bermanfaat.[]


WPFD 2023_01.jpg

Coin Marketplace

STEEM 0.18
TRX 0.23
JST 0.035
BTC 97661.11
ETH 2772.09
SBD 3.14