Fiksi - Diva & Dion (5/6): Penyelamat untuk Dion
Baca juga: Fiksi - Diva & Dion (4/6): Dion Membutuhkan Pertolongan
Diva terpuruk saat mendengar teriakan-teriakan penjahat. Apalagi suara-suara pukulan ke tubuh Dion yang mendarat di telinganya. Membuat detak jantungnya berdegup dengan cepat.
Dia berusaha berpikir dengan jernih. Tidak mungkin Diva berlari ke arah Dion dan menyelamatkannya tanpa senjata. Dia menyerahkan dirinya untuk ditangkap mereka jika melakukannya. Dia berusaha berpikir dengan keras. Melihat berbagai sisi rumah kosong itu.
Tapi ini adalah situasi yang sangat sulit baginya untuk tetap waras.
Hingga tumpukan perkakas-perkakas rumah menjulang ke atap di sekitar tempat itu menjadi perhatiannya. Dia merasa punya ide. Lalu dengan mengendap-endap lagi mendekati rongsokan itu.
Matanya menyapu seluruh sudut tempat itu. Memperhatikan tempat untuk bersembunyi dan jalan untuk berlari.
Setelah merasa semuanya cukup. Tangannya berusaha merobohkan tumpukan perkakas yang besar dan juga tinggi di hadapannya. Dia melakukan semuanya sambil bersembunyi.
Sambil mendorong sekuat tenaga. Juga sambil was-was terhadap sekitarnya.
Tumpukan perkakas yang tinggi itu ambruk. Sesuai yang diharapkan. Suaranya terdengar cukup keras apalagi di tempat itu tak ada aktivitas lain dan hari sudah petang.
Dengan segera. Diva mengambil posisi untuk bersembunyi setelah rencananya berjalan.
Tak lama kemudian beberapa orang terlihat keluar dari ruangan. Rupanya suara gaduh itu berhasil membuat mereka penasaran.
Dengan ekspresi curiga mereka mendatangi rongsokan perkakas yang berceceran. Mencoba mencari tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi.
"Lihat ini. Perkakas yang tertumpuk ambruk."
"Bagaimana bisa ambruk. Bukankah cukup tertata rapi?!"
"Mana aku tahu."
"Tidak ada tanda-tanda hewan dan sebagainya. Tikus tidak mungkin merobohkannya."
"Tali yang mengikat perkakas lepas!" Seseorang memperhatikan lekat-lekat bagaimana tali itu bisa lepas.
"Kita cek sekeliling. Ini terasa mencurigakan. Bagaimana bisa tempat yang cukup sunyi ini tiba-tiba perkakasnya ambruk."
Mereka saling mencari ketidakberesan yang berada di sana. Satu orang terlihat masih mengecek bagaimana tumpukan perkakas itu bisa ambruk. Sedangkan lima orang yang lain menyebar ke berbagai sudut dan ke pelataran rumah. Bahkan mereka juga mengecek semak-semak yang rimbun dan gelap dan juga jalan raya yang sepi.
Sedangkan di sisi yang lain Diva sudah berhasil ke ruangan Dion. Dia melangkah dengan cepat serta hati-hati agar tetap tidak ketahuan. Lalu melihat keadaan Dion yang terlihat tidak semangat.
"Kenapa kamu ada di sini?!" ucap Dion saat melihat Diva mengarah kepadanya.
"Kamu tidak apa-apa Dion? Apa kamu terluka parah? Wajahmu, kamu tidak apa-apa? Kamu tidak terluka parah kan sayang?" tanya Diva sambil membuka ikatan di tubuh Dion.
Dia cukup kesulitan membuka ikatan yang kuat itu. Namun Diva berusaha sekuat tenaga untuk melepaskannya tak peduli tangannya lecet karena hal itu.
"Lepas! Lepas! Akhirnya lepas!" ucap Diva senang. "Tinggal ikatan lakban di tangan!" tambahnya berucap.
Melepaskan lakban yang mengikat tangan Dion terasa cukup sulit. Jemari Diva sudah cukup kesakitan.
"Mereka mencoba kabur!! Mereka coba kabur!!" Salah seorang dari musuh mereka berteriak setelah melihat Diva melepaskan ikatan.
Dion yang melihatnya dengan cepat mendatangi orang itu dengan tangan terikat lalu melawannya. Menendang orang itu dengan kakinya. Lalu memukul lehernya dengan kedua tangannya.
Orang itu pun terkapar di lantai.
"Ayo kita kabur! Kita lepas ikatan ini sambil lari," ajak Dion.
"Ikuti aku! Aku tahu jalan kabur!" Diva berlari sambil mengacungkan jarinya menunjuk jalan ke arah semak-semak.
Sementara itu lima musuhnya juga berlarian mengejar. Mereka berlari dengan cepat sambil berteriak-teriak memberi komando yang lain menunjukkan posisi Diva dan Dion.
"Cepat! Cepat! Lari!"
"Kejar! Kejar! Mereka ada di sana!"
Semak-semak di sana cukup rimbun. Juga suasana yang gelap menjadi tantangan bagi mereka saat berlarian. Tanpa peduli capek, semuanya terlihat berlarian meloloskan diri dan mengejar.
"Itu mereka! Mereka ke arah sana! Mereka tidak jauh! Cepat! Cepat!" Seorang di antara mereka cukup dekat. Bahkan jaraknya dengan Diva hanya puluhan meter.
"Aah ...! Sakit!" Diva terjatuh. Kakinya menyandung semak-semak.
"Kena kau sialan!" teriak orang itu senang. Seorang lelaki dengan wajah yang lebam.
Namun Dion dengan cepat membantu Diva. Dia mengajukan dirinya berhadap-hadapan. "Kamu lari dulu Diva!" seru Dion.
"Mana mungkin kamu bisa mengalahkanku dengan tangan terikat? Haha. Teman-temanku akan segera ke sini," kata lelaki itu dengan tawa.
Dion tetap diam. Dia mencari cara untuk mengalahkannya.
Sedangkan Diva terlihat berlari menuju tempat motornya dia sembunyikan.
Bagi mereka berdua. Waktu sangat penting. Mereka harus bisa lolos dengan cepat sebelum ke empat orang musuh mereka datang. Beberapa menit saja tidak termanfaatkan. Nyawa mereka terancam.
Tidak mau menyia-nyiakan waktu. Dion melawan lelaki itu. Dia berusaha memukul lawannya dengan kedua tangannya yang masih terikat lakban. Jika tidak, kakinya akan menendang.
Ikatan yang ada di tangannya cukup membebani. Dion tidak bisa bergerak leluasa. Meski dia seorang yang tekun berlatih beladiri. Keadaannya sangat tidak diuntungkan.
Beberapa kali serangannya gagal. Bahkan dia mendapatkan pukulan di perutnya cukup keras. Musuhnya terlihat bersemangat melawannya.
"Dion! Ke sini! Lepaskan ikatan di tanganmu dengan gunting ini!" Diva ternyata kembali. Dia pergi hanya untuk mengambil gunting yang disiapkan untuk memotong pita kado mereka dari motor.
Tidak mau menyia-nyiakan. Dion segera mengambil kesempatan untuk mendekati Diva. Lalu dengan cepat Diva memotong ikatan yang melilit tangan Dion.
Kali ini tangannya bebas. Dia bisa melawan musuhnya dengan leluasa.
Tidak butuh waktu lama baginya untuk menjatuhkan lelaki di hadapannya. Tubuhnya sudah terlatih untuk berkelahi. Dia adalah seorang profesional di beladiri.
Tidak lama kemudian tiga orang sudah mendekat. Tapi kali ini Dion sudah siap dengan perkelahian yang akan dia lakukan. Dion sangat marah.
Ketiga orang itu langsung menyerang bersamaan. Memukul. Memukul. Berusaha menendang. Juga melakukan berbagai cara untuk mengalahkan Dion. Tapi gerakan mereka tidak berdasarkan latihan. Hanya memukul ala jalanan.
Dion yang mampu mengetahui titik-titik lemah tubuh berhasil menjatuhkan satu dari mereka. Memukul di perut. Uppercut. Lalu menendang perutnya dengan dengkul yang keras. Lawannya ambruk.
Tapi salah seorang dari mereka berhasil memukul kepala Dion dari belakang. Membuatnya sedikit pusing dan tidak seimbang.
Namun Dion masih berhasil menjaga tubuhnya tidak terjatuh. Lalu dengan cepat mundur sebelum akhirnya melawan balik dan menjatuhkan musuhnya dengan cepat. "Rasakan! Rasakan! Rasakan! Rasakan! Rasakan! Rasakan!" Teriak Dion sambil memukul wajah lelaki di hadapannya. Dia memukul pada bagian yang sama bertubi-tubi hingga lawannya lemas dan ambruk.
Tinggal dua orang yang menjadi lawan mereka. Satu di hadapannya. Satu lagi sedang berlari menuju tempat Dion dan Diva.
"Jangan sombong dulu! Aku lebih kuat daripada mereka!" kata lelaki di hadapannya. Ekspresi wajahnya cukup percaya diri.
Namun tanpa dia sadari. Diva yang berada di belakangnya dengan kuat memukul kepalanya dengan bongkahan kayu yang cukup besar. Lelaki itu terlihat pusing dan melangkah ke depan sambil lemas menjaga agar tidak ambruk
Namun di hadapannya ada Dion. Menyambutnya dengan pukulan keras yang membuatnya lemas dan ambruk.
Hingga akhirnya, tinggal Ethan, mantan Diva atau dalang kejahatan ini yang tersisa. Dia terlihat berlari ke arah Dion dan Diva.
Ethan baru datang. Mereka saling berhadap-hadapan. Tapi pada saat itu Ethan baru sadar jika anak buahnya sudah terkapar di lantai.
Kali ini ekspresi wajahnya terlihat syok.
https://twitter.com/Bukutaqin/status/1683441954816946178?t=Ei_5Qww8gfwJNW6ATv09VQ&s=19
Thank you, friend!
I'm @steem.history, who is steem witness.
Thank you for witnessvoting for me.
please click it!
(Go to https://steemit.com/~witnesses and type fbslo at the bottom of the page)
The weight is reduced because of the lack of Voting Power. If you vote for me as a witness, you can get my little vote.