Kisah Cinta Masa Pubertas

in STEEM Literacy3 years ago

IAa.jpg
"satu-satunya foto dia yang berhasil aku jepret sampai detik ini"

Aku seorang anak kampung. Tumbuh dan besar seperti anak-anak kampung lainnya yang saban hari menjelajahi padang rumput, hutan belukar, rawa, dan kebun-kebun kosong yang diabaikan pemiliknya. Badan kurus, hitam, dan dekil menjadi ciri khas dari setiap anak kampung, begitu juga aku. Sangat jarang terlihat baju terpakai rapi di badan. Kebiasaannya sepotong baju hanya terletak diatas bahu kiri atau kanan, sementara di langit matahari bersinar cerah membakar kulit legam kami.

Bukan saya membanggakan diri, tetapi memang kenyataannya saya tergolong anak yang bisa cepat tanggap ilmu pengetahuan. Dunia pendidikan tingkat dasar merupakan masa keemasan terhadap ilmu pengetahuanku. Selama enam tahun aku bersekolah di salah satu Sekolah Dasar di kampungku, tidak pernah aku memperoleh peringkat lima besar atau dibawahnya. Seingatku, hanya pada saat kelas empat saja aku menduduki peringkat ke-empat, selebihnya aku selalu berada di peringkat 1-3 bahkan lebih sering pada peringkat pertama.

Begitu memasuki pendidikan tingkat menengah, aku harus lebih belajar lebih giat karena teman-teman satu sekolah berasal dari wilayah lebih besar, bukan hanya setingkat kecamatan tetapi juga dari kecamatan lain dan tidak hanya berasal dari satu suku. Walaupun tidak terlalu sama seperti ketika Sekolah Dasar, di Sekolah Menengah aku juga masih tergolong murid yang patuh, sedikit pintar dan menurut guru dan teman-teman aku berbudi pekerti yang baik.

Singkat cerita, tiga tahun aku telah menamatkan di sekolah itu dan aku mulai memasuki tahap remaja memasuki dewasa. Kali ini aku memilih bersekolah di sebuah Sekolah Kejuruan yang menjadi idamanku sejak kecil. Perihal sekolah itu, dulunya aku punya famili yang bersekolah di sana dan dia melahirkan banyak karya bidang elektronika yang membuatku sangat tertarik. Sekolah itu tidak berada di desaku, tidak di Kecamatanku, dan tidak juga di Kabupatenku, melainkan di Kabupaten lain yang berjarak sekira satu jam perjalanan dengan menggunakan angkutan umum berupa Bis.

Masa-masa aku bersekolah di Tingkat Atas itu merupakan masa perubahan dari remaja menuju dewasa, atau yang biasa dikenal dengan masa Pubertas. Masa Pubertas diketahui terdapat banyak perubahan pada diri seseorang, baik itu suara, fisik dan pemikiran. Dimana suara menjadi lebih deep (berat), fisik mulai ditumbuhi oleh berbagai bulu dan pikiran yang mulai menyukai lawan jenis. Khusus dalam hal menyukai lawan jenis, aku sedikit terkendala meluapkannya. Berbeda dengan teman-teman yang lain yang notabene sudah mengenal dunia pacaran ketika itu. Aku bersekolah di sekolah homogen, dimana seluruh murid dari kelas 1-3 hampir semuanya laki-laki. Andaipun terdapat beberapa wanita, kemungkinan besar tingkah dan fisiknya hampir menyerupai lelaki.

Selain sekolah homogen yang membentengi aku untuk mengenal dunia pacaran, ketika itu aku tinggal di sebuah pondok pesantren, dimana setiap pesantren tentu sangat-sangat melarang seorang lelaki mendekati seorang wanita. Oleh karena itu dunia pacaran bagiku hanyalah sebuah angan yang tidak akan pernah tercapai, meski kenyataannya aku mulai tertarik melihat sosok wanita.

Setelah aku menamatkan sekolah itu, aku kembali ke kampung halaman dan mendaftarkan diri di sebuah Perguruan Tinggi yang kebetulan terletak dalam Kecamatanku. Hari-hari sepulang kuliah aku disibukkan oleh pekerjaan di toko pamanku. Telah menjadi rutinitasku, sepulang kuliah, makan, ganti pakaian, kemudian berada di balik mesin fotocopy, ruang foto, dan kamar gelap ketika hendak mencetak foto.

Kembali lagi ke persoalan perasaan terhadap lawan jenis. Tentu perasaan yang aku miliki semakin dewasa dalam menyukai lawan jenis. Tidak lagi hanya sebatas paras cantik yang menjadi idaman, tetapi sifat dan sikap juga telah masuk dalam perhitunganku. Aku tidak tertarik dengan seorang wanita yang cantik tetapi mempunyai sifat yang buruk, aku tidak menyukai seorang wanita cantik tetapi mempunyai tingkah yang aneh, bahkan jika ada wanita cantik, bersifat baik, bersikap sopan tetapi mempunyai gaya bicara yang asal-asalan juga tidak mampu menarik perhatianku.

Hingga suatu siang, adik sepupuku yang perempuan pulang dari kegiatan Praktik Kerja Lapangan yang menjadi tuntutan sekolahnya. Tidak seperti biasanya dia pulang seorang diri, kali ini dia mengajak serta seorang temannya. Aku terkejut ketika melihat teman adikku yang pulang bersamanya. Seorang wanita berparas manis yang kala itu memakai baju merah mengharuskan leherku berputar mengikuti arah langkahnya. Aku sangat teringat kala itu ketika aku berada di ruang foto, adikku bersama temannya berjalan melewatiku menaiki tangga dan menuju lantai dua. Tiba-tiba si wanita itu bertanya pada adikku.

“Nita. Itu adikmu ya?” tanya dia ketika berada di tengah-tengah tangga.

“Itu Abang ku he..”, sahut Adikku yang saat itu telah berada di lantai dua.

“Iya. Aku adiknya Nita”, aku menimpali sambil tersenyum.

Setelah wanita itu menghilang dari pandanganku, perasaanku mulai aneh. Jantungku berdegup lebih cepat dari kenormalan, dan mataku rasanya ingin segera melihatnya kembali.

“Ya Ampun....wanita itu sangat manis,” hatiku bergumam.

Dan menit-menit selanjutnya aku lewati dengan mengingat wajahnya ketika berada di tangga tadi. Hingga melewati satu jam, mereka turun kembali. Aku mulai salah tingkah, memasang muka yang berharap disukai dan berusaha mencari perhatiannya.

Secara kebetulan, adikku ketika itu meminta bantuanku untuk memotret wanita itu. Dengan posenya yang santai aku makin sangat tertarik ketika melihatnya di balik lensa bidikan, terlebih senyumnya yang menampakkan gigi putihnya membuat parasnya makin mempesona. Aku berusaha menanyakan namanya dan ketika itu aku tau nama panggilannya unik hanya dua huruf, “IA”. (Gambar di atas, adalah hasilnya)

Hari-hari setelah itu, aku bagaikan si puntung yang mendapatkan lengan. Setiap hari aku menanyakan “IA” pada adikku. Apakah jumpa dengannya, tolong kirimkan salamku untuknya, dan berbagai pertanyaan selalu kulontarkan pada adikku perihal tentangnya. Hingga aku lupa hari ke berapa, adikku mengatakan bahwa “IA” menjawab dan membalas salamku.

...............Bersambung.

Sort:  

ohoooo... ini bukan fiksi ya resy?

hahahaha bukan kak. reality buanget

Itu foto sang sengaja cuci lebih selembar di ruang gelap tanpa sepengatahuan pemiliknya. Talok kuh trok bak klise foto mantong neukubah sang nyan. Ipeugah le Gibran, penyakit cinta adalah cinta itu sendiri.

Itu foto dikirim kembali Beberapa waktu lalu oleh yg bersangkutan.
Soal klise, memang tak salah lagi, long hak kuasa dan sangat sering dulu saya cetak.
Tapi jinoe Hana meuhoe le... hahaha

Omen, selamat kalau dia mau berkirim foto. Panah asmara sudah menancap di hatinya.

Ditunggu kelanjutannya, he he he

Btw tadi langsung pulang ya, Bu??

Iya, saya belum shalat asar, dan @el-nailul pun diburu kerjaan. Mau gak mau harus cabut duluan😄

Coin Marketplace

STEEM 0.18
TRX 0.14
JST 0.030
BTC 58659.71
ETH 3164.52
USDT 1.00
SBD 2.43