Sepantasnya Kita Cemburu dengan Dahlan Iskan, Kenapa?
Saya membuka tulisan ini dengan sebuah pertanyaan yang mungkin dianggap tak gaul. Siapa itu Dahlan Iskan? Semua orang di negeri ini pasti sudah tahu siapa lelaki itu. Mungkin sebagian besar akan menjawab, mantan Direktur PT PLN (Persero) atau mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara alias BUMN.
Pada sisi lain, barangkali akan ada yang menjawab, dia bosnya Jawa Pos Grup. Mungkin sebagianlagi akan memberi komentar, "Dia mantan wartawan Tempo," Semua jawaban benar. Tidak ada yang salah. Semua kita barangkali merasa cukup mengenal sosok Dahlan.
Di internet, kita bisa mendapatkan banyak informasi tentang sosok pria kelahiran Magetan, Jawa Timur, 17 Agustus 1951 ini. Bertepatan dengan hari kemerdekaan Indonesia ke-6. Sebetulnya, itu bukan merupakan tanggal lahir yang sebenarnya. Karena orang tua Dahlan Iskan tidak ingat kapan ia lahir, maka beliau pun memilih tanggal tersebut sebagai hari ulang tahunnya.
Pada sisi lain, barangkali bakal ada yang menjawab, tokoh sangat sederhana. Meski sudah menjadi menteri, dia tetap memakai sepatu ket. Gila kerja juga. Pernah ke Aceh. Sudah pasti pernah-lah. Tapi, saya tidak pernah bertemu dengan dia secara face to face untuk urusan kerja. Wawancara misalnya.
Wakil Dahlan
Bicara Dahlan, saya teringat saat namanya mengepul di ruang redaksi Aceh Ekspres di bilangan Simpang Lima, Banda Aceh pada tahun 2000-an. Saat itu, santer dibicarakan, perusahaan medianya, Jawa Pos Grup ingin invasi ke tanah Rencong. Tentu sebagai juragan media, kala itu, dia ingin juga punya "koleksi" media di provinsi paling barat di Indonesia.
Sebagai informasi, kini Jawa Pos Grup menaungi lebih dari 151 surat kabar daerah dan nasional, yang paling terkenal adalah Jawa Pos, dan belasan tabloid, majalah, dan televisi daerah.. Seluruh media itu menjadi bagian dari Jawa Pos News Network, dimana beritanya dapat diakses oleh seluruh media Jawa Pos Grup lainnya.
Kompetitornya tentu saja Persda atau Kompas Grup yang kini menjadi Tribun Grup yang mewadahi Serambi Indonesia. Namun, usaha Dahlan gagal "membeli" saham Aceh Ekspres. Dia bahkan sempat direncanakan akan meninjau langsung koran yang diinisiasi Keluarga Besar Pelajar Islam Indonesia (PII). Nyatanya, yang hadir adalah salah seorang wakil direktur di perusahaannya.
Saya sudah lupa siapa nama lelaki itu. Setelan jas abu kehijau-hijau membalut tubuhnya. Posturnya tak terlalu tinggi. Tapi sedikit tambun. Berkulit sedikit gelap dengan kumis besar. Ia penuh wibawa. sebagai wartawan muda, saya tentu kagum pada utusan Dahlan Iskan ini.
Kelar urusan, beliau kembali ke Jawa Timur. Rencana menjadikan Aceh Ekspres sebagai bagian dari Jawa Pos Grup gagal. Saya tak tahu kenapa gagal. Sebab bahasan level pimpinan perusahaan. Referensi saya tentang Dahlan cukup minim saat itu.
Baru setelah dia menjadi Direktur PT PLN, saya lebih tahu dia. Apalagi, media juga acap memberitakannya. Lalu, menjadi lebih sahih ketika kariernya terus menanjak hingga menjadi Menteri BUMN. Jadi apa yang membuat saya kagum hingga harus menulis di sini. Bukankah, semua orang juga bisa membaca informasi tentang dia di internet?
Benar sekali kawan. Tidak salah. Cukup tepat. Lalu apa yang membuat saya kagum pada mantan Ketua Harian Persebaya era 1980-1990-an ini? Ya, karena dia juga bukan sekadar wartawan saja atau pengusaha, ternyata dia juga mencintai sepak bola. Dia bahkan pernah totalitas mendukung klub yang pernah diperkuat pemain Aceh, Miswar Saputra ini. .
DI's Way
Lalu, yang membuat saya kagum adalah, sampai sekarang dia masih rajin menulis. Setiap hari. Bahkan saat menjalani proses operasi transplantasi hati di Tiongkok, dia tetap menulis. Padahal sedang menjalani pengobatan. Kumpulan tulisannya bisa kita baca dalam buku "Ganti Hati" (2007).
Bahkan, sampai kini Dahlan masih menulis. Segala hal remeh temeh tak luput dari amatannya. Tangannya tak bisa berhenti menekan keypad. Refensinya cukup kuat, mungkin ini ditopang dengan asam garam pengalaman hidupnya yang cukup.
Semua tulisan itu bisa kita nikmati di blog atau website pribadinya: Cara Dahlan Iskan atau disway. Perkara yang ditulis mulai yang berat, sampai ke hal-hal sepele. Semua dikemas bak kita mengunyah kacang goreng; gurih.
"Wartawan itu bisa saja salah. Yang penting wartawan harus sadar mesti berbuat apa ketika tahu salah. Saya ingin terus mengampanyekan itu. Prinsip itulah yang bisa dipakai untuk mengetahui ini; si wartawan punya niat baik atau tidak ketika melancarkan kontrol sosial. Kalau wartawan tidak mau mengoreksi tulisannya yang salah berarti memang ada niat yang tidak baik dibalik tulisannya itu."
Begitu tulis Dahlan dalam tulisan di blognya dengan judul, Kecewa Skala 9,5. Lengkapnya bisa cek di sini. .
Bukan cuma menulis. Dahlan yang cukup melek teknologi, juga menjadi Youtuber dengan nama channel DI's Way yang sudah punya 112 ribu subscriber. Postingan terakhir di Podcast-nya seminggu yang lalu. Bercerita tentang, Novi Basuki, Dari Pesantren Dapat Beasiswa Kuliah Sampai S3 di Tiongkok. .
Melihat sepak terjangnya dalam dunia tulis menulis. Memang saya merasa patut cemburu atas semangatnya. Motivasinya dalam menulis menjulang. Lebih tinggi dari gedung Graha Pena yang didirikannya. Dahlan tak butuh motivator. Menulis bagi Dahlan seperti menghembus nafas.
Kalau kita — khususnya saya — juga tak butuh motivator. Kenapa? Karena yang sanggup memotivasi kita adalah cicilan dan tagihan. Selebihnya tidak. Karena dua kata itulah yang membuat kita selalu harus termotivasi dalam bekerja. Juga, paling tidak menulis. Apalagi dengan adanya platform steemit ini. Lagee nyan lon, kiban awak droe?
itu salah satu idola saya. dia masuk dereta mantan TEMPO yang mendunia
mantull, kami doakan juga mantan TEMPO yang ini juga bakal mendunia.. hehe, @cicisaja pasti setuju sangat ni...
Loen setuju, tapi gobnyan harus jadi anggota KPU RI juga laah. biar bisa main ke rumah dinasnya..hahaha
Seperti jih, gob nyan hana berminat lom, hehe
Hahaha. That na teuh
Topik-topik sederhana setelah diramu DI jadi tak sederhana lagi, jelas menunjukkan wawasannya yang sangat luas, plus sosok yang selalu suka belajar. Jangankan Bang Muna, Ihan pun kagum dan cemburu pada kepiawaiannya meracik kata-kata.