10 % Payout To @steemseacurator || Sekilas Tentang Pemilu
Setelah beberapa hari ini aku tidak membuat postingan karena sedang fokus pada pembuatan legal document yang harus segera kuselesaikan. Hari ini aku ingin berbagi pendapat sederhana tentang Pesta Demokrasi di negara ini, meskipun Pemilu masih lama lagi baru digelar, namun aku tertarik untuk membahas sekilas mengenai pemilu yang kupahami.
Pemilu merupakan sarana melihat indikator kemajuan kehidupan Demokrasi di suatu negara, jika Pemilu nya berjalan baik saja tanpa hambatan maka bisa di pastikan kehidupan Demokrasi di Negara tersebut bergerak maju. Sebaliknya, jika Pemilu di suatu Negara mendapatkan terlalu banyak intervensi dari berbagai pihak didalam kekuasaan atau pihak lainnya maka juga dapat di pastikan bahwa Demokrasi di Negara ini bermasalah dan cenderung bergerak mundur.
Kemajuan dan kemunduran Pemilu di suatu Negara tentunya tidak dapat di pisahkan dari peran dari Penyelenggara Pemilu itu sendiri. Penyelenggara Pemilu benar - benar harus Independen dalam melaksanakan tugasnya, sehingga tak Intervensi dari luar yang bisa menggoyahkan Penyelenggara Pemilu. Konsep ini sebenarnya sudah berkembang di Indonesia dengan Pembentukan KPU sebagai Lembaga Negara Independen yang tidak condong ke salah satu cabang kekuasaan yaitu Eksekutif, Legislaslatif dan Yudikatif sebagaimana Teori Trias Politica yang dikemukakan oleh Montesquieu.
Kedudukan KPU sebagai lembaga independen adalah amanat konstitusi yakni Pasal 22E Ayat (5) Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang
menyebutkan bahwa :
“Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap dan mandiri”.
Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, tentunya KPU dibantu oleh sekretariat KPU yang bertanggung jawab terhadap administrasi organisasi. KPU juga memiliki perangkat organisasi (kelembagaan) dari tingkat nasional sampai tingkat yang paling bawah, yakni Tempat Pemungutan Suara (TPS). Secara hierarki mereka disebut KPU, dan berturut-turut ke bawahnya adalah KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK)/Panitia Pemilihan Distrik (PPD), Panitia Pemungutan Suara (PPS) di tingkat Desa/Kelurahan, dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) di tingkat TPS dan di luar Negeri dibentuk Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) dan Kelompok Panitia Pemungutan Suara Luar Negeri (KPPSLN). Sedangkan kita di Aceh memiliki KPU Provinsi dengan nama berbeda, yakni Komisi Independen Pemilihan (KIP) sejak berlakunya UUPA, tentunya tugas dan fungsinya sama saja seperti KPU Provinsi, hanya perekrutan nya saja yang berbeda.
Sebagai Lembaga Independen tentunya perekrutan anggota KPU pada setiap tingkatan pun secara terorinya harus lah secara Independen, namun apa demikian pada saat praktek. Mari kita berhusnudzan, kita anggap saja perekrutannya, lurus - lurus saja tanpa ada proses transaksional yang terjadi disana, kalaupun ada tinggal hajar saja oknum tersebut di Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) saja, biar tahu rasa dia.
Berbeda dengan rekrutmen KPU Provinsi di berrbagai daerah, KIP Aceh maupun KIP Kabupaten/Kota berbeda dalam perekrutan nya setelah berlakunya Undang - Undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh. Kemudian pelaksanaanya diatur dalam Qanun Aceh Nomor 7 Tahun 2007 tentang penyelenggara Pemilihan Umum di Aceh, untuk rekrutmen anggota KIP Provinsi dalam Pasal 10 ayat (1) menyebutkan bahwa:
“DPRA membentuk tim independen yang bersifat ad hoc, untuk melakukan penjaringan dan penyaringan calon anggota KIP Aceh, paling ambat 10 (sepuluh) hari setelah Qanun ini disahkan”.
Hal serupa juga berlaku untuk rekrutmen anggota KIP Kabupaten/kota, disebutkan dalam Pasal 14 ayat (1):
“DPR Kabupaten/Kota membentuk tim independen yang bersifat ad. hoc. Untuk melakukan penjaringan dan penyaringan calon anggota KIP kabupaten/kota, dengan keputusan pimpinan DPR Kabupaten/Kota, paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja
setelah qanun ini disahkan."
Jika mengacu pada sifat lembaga yang harus Independen dan mandiri tentunya sistem perekrutan KIP saat ini sangat di ragukan Independensi nya. Masih hangat dalam memori kita ketika DKPP memutuskan memberhentikan anggota KIP Aceh Selatan yang terbukti sebagai seorang kader partai sekaligus Caleg pada pemilu 2014 lalu dan juga Juru Kampanye salah satu pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati pada Pilkada Aceh Selatan Tahun 2018.
Dari hal itu kita dapat belajar, bahwa dengan sistem perekrutan KIP sekarang berpotensi melahirkan penyelenggara pemilu yang tidak independen, walaupun tidak semua. Kasus diatas bisa menjadi bahan evaluasi bagi kita semua rakyat Aceh untuk mengawal setiap rekrutmen anggota KIP yang dilakukan oleh Tim Seleksi yang dibentuk oleh legislatif di Aceh.
Udah bahas Pemilu aja ya ki 😄
Abg ada rencana daftar komisioner Bawaslu bg, kek bg @hendrasusoh dulu 🤭🤭.
Aku siap jadi staff Abg nntik..😂
Nggak ki, nnti tebalek awasi.. kt yg diawasi bukan pemilunya 😅🤣
Kalo @hendrasusoh mmg jago dia dlm itu
😂😂😂
Konsep sudah idealis, penerapan yang masih kurang
Itulah selalu jadi kendala di Indonesia bg, das sein (seharusnya) berbeda dengan das sollen (senyatanya). Dari awal pembentukan negara ini permasalahan kita selalu sama bg, bnyak pemegang amanah yang tidak amanah..🤭🤭