Ada Segala Rasa dalam Sekantong Mangga
Kali ini bercerita lain dari biasa. Menulis bebas saja. Apalagi, sudah belasan jam tidak ada postingan di komunitas ini. Entah kenapa, tetiba ingat konsistensinya Dahlan Iskan dalam menulis. Pria yang kini sudah "agak laen" itu sedang di Amerika Serikat. Dia menulis banyak hal, saat bertemu dengan pribadi-pribadi dari Indonesia.
Warung Kopi MK Premium
Tak semua tulisannya cadas. Tak juga semua tulisan itu bermutu. Tapi perlu. Itu yang membuat saya makin candu. Sampai-sampai dalam sebuah status di WhatsApp saya menulis begini; jangan meleas asa meski 01 dan 02 sudah lama tak menyapa, karena itu bukan tujuan. Tuju kita adalah menulis 350-600 kata per hari. Sebab menulis itu seperti angsa putih melihat leher jenjang itik betina.
Kontan saja, banyak warga sApp (sebutan asal-asalan saya untuk pengguna WhatsApp) memberi reaksi. Ada yang salah memahami. Ada pula yang salah mengerti. Mereka memahami dalam konteks politik. Di dunia nyata 01 itu adalah Bustami-Fadhil. Dan 02 itu Mualem-Dek Fadh. Semua bisa beresonansi dengan cara sendiri-sendiri.
Meski mereka sendiri tidak tahu ke mana sasaran tembaknya. Saya juga. Tahu tahu, ke mana panah ini dituju. Sebab, saat ide itu muncul, tidak ada sasaran tembak. Maka, lahirlah kalimat di atas tadi. Semua terpulang dari cara mereka menyikapi. Begitu pula dengan kondisi kemarin. Bertemu penulis penuh bakat seperti @firyfaiz itu adalah untuk mengikis kejumudan pikiran.
Rasa Sekantong Mangga
Pukul 12 siang kamu nyager di MK Premium Rumpet. Warung kopi kekinian itu berada persis dekat jembatan Limpok. Jembatan baru yang dibangun masa Pemerintahan Zaini Abdullah alias Abu Doto. Kehadiran jembatan ini sangat membantu.
Memangkas waktu dan jarak tempuh mahasiswa dan warga yang berurusan di Kota Suci Darussalam. Begitu Firya menyebutnya. Saya pun sepakat. Mungkin karena ada aura-aura gaya cerita di novel yang sedang saya baca belakangan ini.
Seperti layaknya orang bersilaturrahmi, saya juga tak ingin mengikis habis cara kita ke rumah tetangga. Membawa buah tangan. Karena di rumah sedang ada mangga, maka itu yang menjadi buah tangannya. Ini pertemuan ketiga. Membahas perkembangan Steemit dan urusan sosial lainnya. Ada banyak diskusi yang menarik. Temanya macam-macam.
Persis seperti rasa mangga. Ada yang asam, ada pula yang manis. Seperti alur hidup manusia. Ada yang sukses. Ada yang belum berhasil. Dan ada yang biasa-biasa saja. Namun yang pasti, kodrat kita semua kita pasti mencari yang manis-manis. Bukan berharap dapat yang asam. Apalagi pahit.
 |  |
|---|
Bertemu dengan saudara satu kakek, satu foto dua perbedaan
Sama seperti mereka yang beresonansi hasil pertemuan saya dengan moderator komunitas ini. Saat seorang teman melihat foto yang akan saya tayang di sini, langsung di berceloteh. "Adiknya ya...?" Meski saya menjawab bukan, tapi dia sudah duluan berkomentar. "Dari facenya hampir seirama..," Dia berkata sesuka mulutnya.
Ketika ini di sounding ke pemilik face. "Jangan-jangan satu nenek kita yaa..." balasnya. "Saudara satu kakek, karena kakek kita sama-sama kakek-kakek," sebut dia dalam alunan penuh canda.
Ah, lupakan itu. Kami lebih banyak mereview warung-warung kopi di Banda Aceh yang sudah lebih terbuka. Bukan lagi warung kopi klasik dalam konsep toko empat kali dua belas meter. Sekarang, jauh lebih moderen, tak lain konvensional. Di dalamnya juga ada segala cita rasa. Masing-masing punya keunggulan sendiri.
Tidak ada warung kopi yang sama seleranya. Intinya ada keunggulan masing-masing. Seperti halnya sekontong mangga yang dibawa pulang Firya. Ada yang manis, manis asem, ada yang asam dikit dan asem sekali. Semuanya ada segala rasa. Tinggal kita mensyukurinya saja. Entahlah!
Ahahah, ini jokes awalnya saya dengar dari @radjasalman karena beberapa orang (yang saya juga lupa-lupa ingat) kerap berpikir saya anaknya beliau. Karena wajah yang mirip juga katanya.
Saya sejak awal sudah mau sounding betapa ada kemiripan di gurat-gurat wajah kita, sir (termasuk dengan tuan guru radjasalman juga). Saya pikir itu bukanlah hal asing.
Beberapa kali teman dari luar daerah (terutama teman-teman dari Jawa) menebak saya orang Aceh tulen karena katanya, orang-orang “kita” punya postur dan fitur wajah yang identik. Alis tebal, hidung yang lebih lancip (meski tidak semancung hidung hawk khas orang roman) dan ciri2 lain yang mereka anggap common.
Omon-omon, mangganya sudah saya kupas beberapa buah, sebagiannya manis dan sebagiannya asam2 buah. Rencana yang asam mau saya rujakin. 😃
Iya juga ya kok bisa mirip kali ya, jgn2 benar nenek kita sama2 nenek 😂.
hahaha
Terima kasih
Ya ampun... senangnya bisa ketemuan, diskusi lagi...
Tumben ga berkacamata Pak? Kaya kemarin itu fotonya kita bertiga, kompak matanya sama-sama dibingkai...🤣
Ini pertanyaan serius buat Dek @firyfaiz.. mukanya terlihat pucat, apa adek lagi sakit ya?
Kemarin, di kantin USK, kita terlihat sebagai 3 bersaudara. Terlebih dengan mata yang dibingkai, sebagaimana yang kakak katakan. Kalau di MK Premium, Sir Muna tidak memakai kaca mata, saya juga kurang tahu alasannya apa,
Ihhh kaka memperhatikan sedetail itu yaa… saya jadi terharu. Beberapa hari ini memang terlihat pucat kendati sudah rutin minum obat, vitamin, dan kapsul penambah darah. Tidur pun sudah teratur.
Nanti saya akan tanya penyebabnya pada psikiater saya, kak. Terima kasih sudah memperhatikan detail tentang saya dan semoga kaka sehat dan tidak pucat seperti saya.😉
Mungkin Hb darah yang kurang Dek. Semoga cepat sehat ya Dek.
Alhamdulillah kakak baru kemarin kembali bisa mendonorkan darah setelah 2 minggu yang lalu jatuh motor karena anemia.
Kehidupan terlalu lucu untuk kakak...😅
Benar, bisa diskusi dengan mahasiswi yang satu ini adalah anugerah,
Saya benar-benar melupakan kacamata, pasti akan asyi, sama-sama berkaca mata. Kita doanya Dek Firya sehat-sehat selalu...
Aamiin ya Allah 🤲