Kita (Tak) Butuh Pelayan Wisata

in Steem SEA3 years ago (edited)

mi lobster.jpeg
Mie lobster. Foto hanya sebagai ilustrasi ;-)

Aku sempat berpikir, apa susahnya dia membuat telur ceplok sebagai toping hidangan sepiring mi instan kuah yang kupesan. Toh, sebelum menumis bumbu, dia hanya perlu memecahkan telur dan mencemplungkannya ke minyak panas. Barulah setelah itu dia memasak minya.

Namun, setelah mendengar jawaban ngototnya yang mengatakan, "Tidak bisa. Kami tidak menyediakan telur ceplok, kalau telurnya langsung dimasukkan ke dalam mi, bisa." Aku jadi urung memesan mi. Padahal, tadinya aku akan memesan dua piring mi kuah. Rasa lapar mendadak sirna dari lambungku.

Kalau saja dia mengatakannya dengan ramah, mungkin aku bisa lebih terima. Misalnya, dia menjadikan stok minyak yang terbatas sebagai alasan. Hanya cukup untuk menumis bumbu mi saja. Itu lebih masuk akal ketimbang mengatakan tidak menyediakan telur ceplok. Itu benar-benar konyol, untuk seseorang yang berprofesi sebagai... penjual mi.

Aku masih terbayang wajahnya yang masam. Senyumnya mungkin sedang dia sembunyikan di bawah penggorengan. Bahkan saat berbicara, dia tak benar-benar menghadapkan wajahnya padaku. Mungkin dia baru habis bertengkar dengan suaminya. Mungkin juga ada pelanggan yang kabur tanpa membayar pesanannya. Tapi, aku hanya ingin mendapatkan sedikit sunggingan dari bibirnya. Karena aku adalah pelanggannya.

Tadinya kupikir dengan memesan dua porsi mi, dua cangkir minuman, dan beberapa makanan ringan, itu bisa membuat dia bersikap ramah. Aku bukan hendak berutang, jadi tak pantas mendapatkan wajah cemberut yang bikin pagi Minggu-ku jadi berantakan.

Tapi, setelah kupikir-pikir lagi, alasannya cuma ada satu yang agak masuk akal. MALAS! Ya, itu jawaban yang tepat atas pertanyaanku. Dia hanya malas. Tapi, seharusnya dia tidak semalas itu karena berjualan adalah sumber nafkahnya. Dan lagi, dia berjualan di tempat, yang, bolehlah kusebut sebagai spot wisata.

Berenang.jpeg
Akhirnya pindah lokasi deh, berenang kitahhh

Kedainya di tubir bukit. Hanya sebuah pondok kayu kecil. Di bawah sana terdapat beberapa pondok kecil. Di pondok-pondok itulah para pelesir duduk menghabiskan waktunya untuk menikmati panorama pantai di sekitarnya. Ada yang memancing. Ada yang berenang. Tapi, lebih banyak yang seperti aku; duduk dan mengobrol dengan seseorang. Bahkan, tak sedikit pun tertarik untuk mendekat ke bibir laut.

Lucu sekali rasanya, pemandangan muka masam dan perlakuan tak ramah itu justru kudapatkan di lokasi wisata. Lokasi yang selalu digadang-gadangkan agar siapa pun yang berada di sana, khususnya orang-orang setempat yang mengelola lokasi wisata idealnya bersikap ramah dan melayani. Salam, senyum, sapa, tampaknya hanya jargon saja. Menemukan realitasnya di lokasi seperti kita mencari serpihan emas. Langka dan mahal. Ada yang pernah mengalami pengalaman serupa?

Coin Marketplace

STEEM 0.16
TRX 0.13
JST 0.027
BTC 59226.54
ETH 2603.16
USDT 1.00
SBD 2.42