The Diary-Game [Senin, 16 Mei 2022] - Falyukrim Dhaifah*(Muliakan Tamu)
Sejak hari Sabtu (14/5) Aku menyebrang dari Kota Sabang menuju Kota Banda Aceh dalam rangka menghibur diri dengan bermain bola dan menonton bola di Stadion DI Moertala Lampineung Banda Aceh. Hanya dua malam dan tiga hari Aku berkelana di kota Gemilang yang baru berulang tahun ke 817. Usia yang sangat tua dengan segala problematika yang dihadapi dalam mempertahankan keberadaan dan kemajuan serta kegemilangan kota idaman warga Kota Banda Aceh.
Kini saatnya Aku kembali ke kota pariwisata, Sabang Island (16/5). Aku sudah bertugas selama 13 bulan di Sabang. Aku menyimpan rindu jika telah melancong ke kota sebelah atau kota lain. Namun rindu ini bisa lama muncul tatkala Aku berjumpa keluarga di Medan. Lalu aku bertanya, "Apakah pertanda hati sudah menyatu?" Apakah anak hilang sudah kembali? Atau mungkin Aku putra asli Tanah Rencong yang tidak pernah bosan hadir disetiap waktu di negeri para aulia ini?
Aku pastikan bahwa diriku tak suntuk atau bosan dinas di Sabang walau hidup membujang karena sang istri di Medan merawat dan mendidik anak-anak. Sekali waktu datang berkunjung dan juga diriku bisa menjenguk keluarga tatkala ijin diberi. Kehidupan prajurit menjaga ibu pertiwi tak boleh mati semangat walau harus menjalani sendiri. Hingga saat ini Aku masih bertahan dan mampu menghibur diri dan tentunya Allah yang senantiasa memberikan kekuatan hati dalam mengarungi lautan hidup ini.
Minum kopi di Pelabuhan Ulee Lhee
Agenda kembali ke Sabang dengan Kapal Cepat Express Bahari 2F pukul 10.00 WIB kupastikan. Memang ada jadwal pukul 08.00 WIB. Untuk menikmati hidup maka perlu enjoy alias santai. Santai bukan kebablasan sehingga telat tiba di pelabuhan dan ditinggal kapal.
Waktu luang bisa sarapan pagi dengan tenang. Tidak tergopoh-gopoh macam dikejar setan. Aku sarapan pagi di salah satu kedai nasi sekitar wilayah Desa Lambung. Ada pemandangan unik saat makan disana. Aku melihat sang Ibu makan dengan anak balitanya. Santai. Mungkin sudah biasa dikedai kopi atau dirumah, ala duduk ibu muda ini asyik banget dengan naikkan kakinya diatas kursi. Yang bersangkutan tak menyadari bahwa Aku perhatikan cara duduknya. Inilah adab. Perlu diperhatikan tidak hanya oleh pria, wanita pun harus memahami bahwa cara duduk disaat makan perlu sopan.
Sarapan selesai, Aku lebih awal meluncur ke Pelabuhan Ulee Lhee. Menanti kapal berangkat bergabung dulu bersama rekan lainnya minum kopi bersama. Kopi Aceh tiada lawan rasanya. Apalagi minun kopi gratis alias dibayari. Asyik kali bro. Hehehe.
Bersama kami ada Captain Kapal, untuk itu tak perlu kuatir ditinggal kapal. Barulah sekitar pukul 10.15 WIB kapal bertolak ke Pelabuhan Balohan Sabang.
Salah seorang ABK kapal membisik kepadaku, "alunnya mulai terasa Pak". Aku senyum simpul menanggapinya godanya. Keakraban Aku bersama crew kapal sudah lama terbina. Murah senyum dan saling menghargai menjadi salah satu kunci kenyaman diri dimana saja berada. Kapal mulai membelah samudera. Laut pasang. Alun gelombang bekerja mengarahkan kapal untuk bergoyang. Penumpang saat itu berjumlah 233 orang. Aku berada di ruang VIP dan sekali-kali bergabung di ruang kemudi. Sebagai informasi bahwa jika menuju ke Sabang ada dua jenis kapal. Naik Kapal cepat menempuh waktu kurang lebih satu jam dan Kapal lambat sekitar satu setengah jam.
Didalam kapal cepat
Seperti yang Aku sampaikan perjalanan menempuh waktu sekitar satu jam.Pukul 11.15 WIB Aku tiba di Pelabuhan Balohan. Aku dijemput sama anggota dan mampir terlebih dahulu berjumpa syedaraku, Walad namanya. Bersama Walad aku belajar suatu ilmu manfaat. Setiap kebaikan ilmu yang diberikan maka menjadi manfaat dalam kehidupan. Manfaat bagi yang memberi dan juga yang menerimanya. Dalam tiga hari ini Aku rajin berkomunikasi dengan Adoe meutuwah teman baruku. Beliau dengan sabar mengarahkanku.
Matahari mulai meninggi. Lokasi sang mentari hampir tepat diatas kepala. Bayangan diri jelas tampak. Apalagi berada di Pelabuhan yang langsung lautan jelas dipandang maka semakin marak panas membara. Aku tak lama berjumpa. Selain waktu dhuhur sudah didepan mata, tubuhku masih lelah terasa.
Aku tinggalkan pelabuhan menuju rumah yang beberapa hari kutinggal pergi. Istana nyaman setiap hari. Tempat rehat penuh arti. Mobil yang disupir anggota melaju sedang. Aku tak suka berkendaraan kencang. Hanya satu pesanku jika naik tanyakan semen jangan sampai salah masukkan gigi mobil. Kalau gigi palsu akan mundur. Gigi palsu maksud saya gigi empat. Gunakan gigi dua agar kuat mengigit tanjakan. Saranku dilaksanakan dan mobil berjalan normal tanpa gangguan.
Sekitar pukul 12.30 WIB aku tiba dirumah. Tak ada waktu istirahat.Persiapan salat dhuhur. Tentunya harus mandi agar kebugaran muncul kembali. Azan pun tiba. Suara muazin memanggil sang hamba untuk berserah diri pada Maha Pencipta. Mesjid Agung Babussalam menjadi tujuan utama.
Aku melihat panggilan telpon masuk dari teman bernama Doni Piliang. Panggilan sementara waktu dilupakan karena waktu salat tegak dimulai. Usai salat barulah Aku hubungi dan janjian berjumpa di meja makan. Aku sarankan berjumpa warung Rumah Makan Lumbung Sari. Rumah makan Padang tempatku yang sering makan disana. Kemasan lauk enak dirasa. Tak heran jika banyak tamu dan pengunjung wisata makan disana.
Aku telpon Uda Doni. Beliau urang awak maka Uda kupanggjlny. "Don, tunggu Aku lima menit, "jelasku. Aku bersegera kesana dan tiba tepat waktu. Nasi sudah mulai dihidang.Kami makan diluar agar asyik bercerita sambil tertawa liar. Aku sudah delapan tahun tak berjumpa dengan Uda Doni. Beliau dulunya juga prajurit samudera. Kini sudah berhenti dengan alasan hanya beliau yang memahami. Namun hubungan silaturahmi tetap terjaga abadi. Terbukti Allah pertemukan dalam suasana penuh arti.
Makan siang di RM Lumbung Sari
Beliau dan temannya Ade merupakan komunitas Bikers. Suka touring dengan sepeda motor setianya. Berkelana dan mengembara mengelilingi nusantara yang merupakan bagian dari cinta tanah air. "King Kebersamaan Kota Biru", apaan sih, tanyaku.
Ade temannya Uda Doni menjelaskan, "Kebersamaan artinya bahwa kita tak ada perbedaan". Konsep tidak ada perbedaan sesama adalah perintah Allah. Allah memperlakukan semua hamba sama.Bukan pangkat, jabatan, hartawan, kekayaan dan lain sebagainya dalam ukuran seseorang. Hanya ketaqwaan yang membuat orang mulia. Namun ingat bahwa membawa konsep tidak ada perbedaan satu dengan lainnya atau istilah kebersamaan tidak segampang caption atau kata yang disandangkan. Harus benar tegak dan benar-benar tak ada yang dianak emaskan.
"Kenapa tambahan Kota Biru. Mengapa tidak Kota Merah, Kuning dll, "tanyaku penasaran. Rupanya Kota Biru salah satu kota yang terletak di Paya Kumbuh, Sumatera Barat. Demikian penjelasan tambahan dari Uda Ade.
Keakraban terpancar disaat saling membagi cerita. Konsep yang kuambil dari perintah Nabi Muhammad SAW yaitu Falyukrim Daifah artinya muliakan tamu, pada saat itu Aku praktekkan. Mereka hadir di Kota Sabang dan Aku tuan rumahnya, maka makan dan minum harus Aku selsaikan secara jantan. Lelaki sejatinya. Maju tak gentar membela yang bayar. Hehe.
Alhamdulillah, kalau rezeki anak saleh memang ada, Aku diberi cenderamata baju kaos King Kebersamaan Kota Biru. Usai makan pertemuan diakhiri dengan berfoto kenangan dan kebersamaan ini berlalu dengan agenda masing-masing berjalan. Mereka meninggalkan kota Sabang dan Aku meninggalkan warung makan.
Pertemuan telah berlalu. Aku tak langsung pulang karena waktu Ashar akan tiba. Aku pacu mobil menuju Penjagaan Kamla Lanal Sabang.Sesaat tiba disana waktu Ashar tiba. Suara muazzin lantang membahana memanggil umat untuk berserah diri padaNya. Ada pemandangan menarik ketika melihat anak-anak kecil salat. Lucu dan senang melihatnya. Kalau dijaga pura-pura serius salatnya, ntar kalau ditinggal maka meriahlah suasana. Namanya saja anak kecil. Salat Ashar sore itu Aku tegakkan di Meunasah Babur Rasyad.
*Anak-anak salat Ashar di Meunasah Babur Rasyad *
Waktu Ashar usai. Jamaah pun bubar. Perutku terasa lapar. Aku putuskan makan mie ayam pangsit Cilacap yang terletak disamping Meunasah. Mienya enak dan satu porsi saja sudah membuat perut yang awalnya keroncongan menjadi kenyang. Aku kira tak mahal harganya hanya Rp 14.000 satu porsi, plus minum teh botol dingin, total pembayarannya Rp 20.000,-. Mie ayam enak ini sering habis dan banyak digemari warga. Kalau ada KRI yang sandar didermaga Lanal Sabang maka sebentar saja sudah habis diserbu makan.
Selesai sudah acara makan, perut kenyang dan pulang kerumah idaman.Aku masih diseputar dermaga Lanal Sabang. Duduk menikmati pemandagan ditepi dermaga. Hingga masuk waktu magrib. Magrib usai ditegakkan dan pulang kerumah melalui rute Sabang Fair. Situasi malam hari gemerlap lampu menghias jalan. Habis magrib belum ramai warga yang duduk santai dan membeli jajanan. Kelihatan masih sepi.
Suasana malam hari di Sabang Fair
Aku hanya sekedar lewat dan sebelum kerumah mampir di mini market didepan kantor Lanal Sabang. Aku berjumpa dengan gadis kecil yang comel nan cantik. Namanya seperti nama anak gadisku, Az-Zahrah nama belakanganya. Aku melihat dan gemas dibuatnya. Seketika Aku gendong untuk bisa berfoto sama, malah si gadis balita menangis terisak hebat. Mungkin belum kenal maka agak takut. Padahal walau kulit hitam dan kelihatan sangar, diriku mempunyai hati selembut sutra. Jampok kata orang Aceh. Hehe.
Waktu memang cepat.Azan Isya pun tiba. Kali ini tunaikan tugas suci di Mesjid Ar-Rahman Mako Lanal Sabang.Sang imam Aku tunjuk Serda Sunardi Gajah. Biar ada keberanian dan bergantian. Terbukti mampu. Bacaan dan tajwidnya bagus. Gajah itu adalah marga. Kali ini aku menjadi makmum. Tut Wuri Handayani, memberikan dorongan dan motivasi dari belakang.
Malam itu usai salat isya pulang kerumah dan rasa kantuk menyerang. Ingin langsung rebahkan badan namun masih ada tugas menanti yaitu mencuci pakaian kotor yang seharian direndam. Bawaan jalan-jalan dari kota Gemilang, Banda Aceh nun jauh di seberang. Lagu yang mengelitik para bujang lokal pernah didengar baitnya, bahwa semua serba sendiri. Makan, minum, tidur, masak, cuci pakaian dan lain sebagainya serba sendiri. Harus dilewati dan dijalani dengan kuat hati. Hanya pada ilahi menyerahkan diri.
Proses mencuci selesai tanpa basa basi Aku melompat ke tempat tidur. Kasur empuk dan bantal lembut menjadi teman yang menemani tidur. Sampai jumpa esok hari. Semoga esok masih ada umur untuk memuliakan insan, seperti kisah memuliakan tamu yang bernilai ibadah. Ayo semangat kawan ***
Maaf jika salah.. saya tidak membaca bapak hoesniy menang apa kalah main bola di stadion di moertala 😀
Hehe. Tim saya seri bang, 2-2, yang kalah timnas. Hehe
Hahahaha hehehe
Kota Sabang sudah lama tak kusinggahi, jauh waktu dulu sebelum tsunami. Saat ini hanya ada niat yang terpatri, apalah daya diriku belum ada rezeki.
Sebagai Hamba, aku yakin Allah selalu memberi. Karena rezeki bukan saja berbentuk materi.
Yakinlah jika kemampuan sudah mumpuni, aku akan berlayar menjumpai pak Husni. Tunggulah aku dan Jamulah aku sehinggaku aku puas hati.
King persamaan Kota Birunya kalo sampek Lhokseumawe bolehlah saya jamu, tapi bukan karena Bajunya 🤭
Salam buat Uda Genk Motor 💪💪
Diary yang menyihir... Harus belajar banyak dari pak @hoesniy, nih. Sepertinya saya akan banyak singgah di postingan anda, meski hanya meninggalkan setitik vote yang gak seberapa mana.
Siap. Masih belajar. Sama2 belajar ya
Sama2 belajar ya dek