Yang Tersisa Dari Sebuah Ciuman
Duduk sini Nai, akan aku ceritakan satu kisah bersama perempuan lainnya…..
Semalam diguyur hujan, berpapasan dengan suara azan magrib disurau belakang rumah. Ingin beranjak namun tak kuasa bergerak sebab tubuh sudah terlanjur lengket dengan kasur, ditambah dengan suasana hujan yang semakin lihai memainkan rintiknya menjadi rima-rima yang mengalun indah bak alunan instrumen klasik yang dimainkan oleh Mozart, semakin membuat tubuh malas bergerak namun berbeda dengan pikiran ia beranjak dengan cepat mencari sepotong mozaik kenangan tentang suasana yang membuat hangat ruang ingatan.
Dalam keadaan bermalas-malasan kenangan mencuri tempat untuk muncul, bersama bayangan seorang perempuan yang telah lama dilupakan. Kenangan itu muncul seakan-akan baru saja terjadi padahal ia telah lama berlalu. Kenangan itu muncul perlahan memasuki alam kenyataan, kembali kepada ruang dan waktu dimana semua itu terjadi. Sedikit parah, dari kejauhan kamu tersenyum nakal yang membuat aku kembali mengingat detail kejadian yang kita lalui dulu.
Masih didalam kamar yang berserakan dengan kata malas, baju kotor menumpuk tak tersentuh di dekat jendela kamar yang berdebu, asbak rokok yang sudah sesak, berontak dan tumpah dibiarkan begitu saja dilantai. Sedangkan diluar sana hujan masih saja meluncur deras dengan semua ritme alam semesta, mengisyaratkan tak akan berhenti dalam waktu dekat. Sementara kenangan terus bermain dalam ingatan, tentang sebuah ciuman yang masih hangat terasa, tentang dua bibir yang bercumbu dan menyatu berbagi kisah dalam desah yang basah, berulang dan terus berulang menghentikan waktu dan kata.
Malam itu, setelah lelah mengitari kota, kamu berbisik “mampir dulu kerumah yok”. Tanpa mengiyakan sepeda motorku langsung mengarah menulusuri jalan menuju rumahmu. Dalam perjalanan, sengaja ku pelankan laju sepeda motor agar waktu berjalan lambat sehingga pelukan erat yang kamu berikan bisa aku nikmati seperti di film-film romansa yang sangat kamu sukai. Bagaimanapun ingin ku pelankan waktu, takdir tetap tak bisa dibelok-belokkan. Akhirnya sepeda motorku berhenti jua tepat di depan rumahmu, sembari turun, kamu dengan nakalnya berujar ”rumah lagi kosong, ayok masuk dulu”.
Tanpa berpikir panjang, langsung saja ku parkirkan sepeda motor diteras rumah, “kesempatan tidak datang dua kali”, pikiran liar mulai menguasai diri, bagaimana bisa ku tolak ajakan seorang gadis yang membuat birahiku naik turun sejak pertama berkomunikasi. Ku ikuti langkah kakimu menuju kedalam rumah, perlahan aku berhenti di ruang tamu untuk segera duduk dan membiarkan kamu melangkah menuju kamar, sengaja ku ulur waktu agar kau tak cepat menangkap hasratku yang sudah tak terbendung. Tepat di pintu kamar, kamu menoleh ke arah ku “tidak ikut masuk?” ujarmu. Sembari menyulut rokok, aku menjawab “jangan terburu-buru, kita punya waktu yang panjang malam ini, rapikan dulu apa yang mesti dirapikan dan jangan lupa simpan hati didalam lemari, nanti aku menyusul setelah rokokku habis”, Kamu tersenyum nakal.
Beberapa menit kemudian kamu keluar dari kamar dan membawa segelas air menuju ke arah ku diruang tamu. Aku sedang asyik memainkan gawai larut dalam dunia maya, berselancar di twitter, Ig dan facebook. Kamu duduk disampingku, untuk sesaat kita terdiam tanpa kata hanya saling beradu pandang dan segala suara hilang menjadi sunyi dan sepi, waktu seperti berhenti. Tak ada yang menghentikan tatapan yang mengisyaratkan untuk terus mendekat sehingga nafas terasa begitu lekat, perlahan bibirku dan bibirmu menyatu, berdecak basah namun terasa hangat, ada sengatan listrik mengalir diantara tubuh kita yang tidak dapat dibendung. Kita semakin larut dan tenggelam dalam kenikmatan tiada tara, mengatur ritme dalam tarikan nafas yang tak sempat menemukan kata jeda, seperti tarikan pedal gas, kita melaju perlahan dan semakin kencang berbagi desah dengan percikan air liur yang basah dan legit, lagi dan lagi terus berulang.
Perlahan tapi pasti
Kita memulai sebuah gerakan
Tanpa kata, tanpa aba-aba
Namun menjadi kalimat yang sangat panjang
Tak ada jeda untuk menarik nafas
Sepakat dan saling mengikat dalam desahan
Basah, sebuah ciuman mendarat bebas
Dengan lembut kamu memainkan peran, mengambil jeda dan sedikit beranjak sambil merapikan baju yang kusut dengan kancing terlepas oleh ulah tanganku tadi, sementara aku mengambil sebatang rokok, menyulutnya untuk membuat peredaran darahku normal kembali dengan sisa-sisa nafas yang masih ter engah-engah.
Sembari merebahkan kepalamu dipundakku, kamu berucap “yang tersisa dari sebuah ciuman, apa?”. Dengan menghela nafas aku menjawab “Basah, Lengket, Legit dan Membekas, itulah yang tersisa dari sebuah ciuman, hanya akan menjadi kenangan diantara kita berdua atau bisa juga kita ulang terus-menerus sampai kita yang akan menjadi kenangan”.
“Serius….berikan aku jawaban yang masuk akal” ujarmu dengan memelas manja sambil membentangkan kedua tanganmu dileherku. “Tak jadi kamu simpan hati didalam lemari?, kan sudah aku katakan tadi, simpan dulu hati didalam lemari, lantas kenapa masih kamu bawa kemari?”. Jawaban yang segampang tarikan nafas keluar saja dari mulutku, kamu cemberut.
Tiba-tiba gawai yang terletak disamping tempat tidur bergetar, ada panggilan masuk dari seorang teman. Dalam kondisi hujan dan mati lampu tidak mungkin berdiam diri didalam kamar. Bangun dari tempat tidur, aku tersenyum mengingat kenangan yang tadi sempat terlintas. Begitulah sebuah kenangan kadang ia muncul di waktu yang tepat dalam kondisi yang di inginkan oleh hasrat dan semesta. Hujan menjadi jemari semesta untuk membangunkan sebuah kenangan yang telah lama tidur dalam bilik ingatan.
Dalam perjalanan menuju ruang tamu, Masuk satu notif pesan di Ig, “apa kabar bang? Lama kita tak berkomunikasi.” Langsung saja aku balas “tumben nih, kabar baik kok, kamu? Iya, lama banget malahan. Lah kok gak di WA aja”. Kembali notif muncul di layar gawai “baik juga. Wa ab gak punya lagi, udah terhapus kemarin itu. Oh iya bang, kapan main-main ke kota?”. Ingin ku balas, “kan sudah dikatakan jangan pake hati, jadinya membenci kan”. Kembali ku hapus, lalu ku ketik kembali “rencana minggu depan kekota. Di tunggu ya, ada rindu disana”.
Yang tersisa dari sebuah ciuman;
Kenangan
Penyesalan
Penghakiman
Pengulangan
Seperti pasir yang dicumbui air
Asin, basah, legit dan hangat
Seperti pantai yang dipeluk jingga
Merona, indah, menenangkan
Begitulah sebuah ciuman
Selalu ada kenangan yang manis
Sebuah pemikiran yang cerdas menjelang mimpi malan👍
Obat tidur bang 😁
Memang mantap abang kita ne, bahasa2 nya bagus...👍🏻👍🏻👍🏻
Pembahasannya gak ya bang 😂
Di tunggu versi bangbros nya ya.. 😜
Target masuk netflix aja bang
Bangbros ngerih kali kita 🤣