Formasogi: Panggung Ide, Promo Steem, dan Revolusi yang Tertunda
Tahun ajaran baru memang selalu membawa romantisme tersendiri, terutama bagi mahasiswa yang baru pertama kali melangkah ke dunia perkuliahan. Di antara kerumunan mahasiswa baru, terdengar sayup-sayup pembicaraan mengenai acara yang digelar oleh Himpunan Mahasiswa Sosiologi, atau yang lebih dikenal sebagai Himasio.
Konon, acara ini diberi nama Formasogi, singkatan dari Forum Mahasiswa Sosiologi yang didedikasikan untuk memperkenalkan lingkungan kampus kepada mahasiswa angkatan 2024.
Kali ini saya harus terjun dalam Formasogi sebagai seorang narasumber. Ada kesan seolah kegiatan ini adalah hasil rembukan mendalam antara intelektual muda yang kebanyakan begadang. Tapi, siapa saya untuk mengkritik? Toh, saya sendiri kalau disuruh kasih nama acara mungkin malah akan menghasilkan sesuatu yang lebih tak terduga, kendati isinya diskusi ringan soal nasi ayam geprek paling sedap seantero kampus.
Beberapa kawan dari divisi Politik dan Hukum Himasio menginisiasi forum ini sebagai ajang pertemuan lintas ide bagi mahasiswa baru. Premis awalnya sederhana, menjadi mahasiswa itu tidak boleh pasif, apalagi sampai tenggelam dalam anomi. Premis ini berangkat dari kenyataan mahasiswa baru, khususnya di prodi sosiologi, cenderung bersikap apatis dan tidak terlibat aktif dalam kehidupan kampus, baik di dalam maupun luar ruang akademik.
Misi mulia dari forum ini adalah membentuk mahasiswa yang tidak hanya kritis dalam pikiran, tetapi juga aktif dalam tindakan. Mirip-mirip dengan menjadikan kampus sebagai miniatur demokrasi deliberatif yang ideal. Pasivitas bukanlah pilihan, sama seperti meminta ikan untuk tidak berenang.
Saya sebenarnya tidak pernah benar-benar menyetujui untuk menjadi pembicara dalam forum ini. Ketidaksetujuan ini bukan tanpa dasar, saya diminta membawakan materi soal akademik dan prestasi. Sebagai mahasiswa yang masuk kelas senin-kamis, saya tidak merasa kapabel untuk bicara soal prestasi akademik.
Teman-teman dari divisi Politik dan Hukum (Polhukam) Himasio begitu gigih meyakinkan saya, sampai-sampai membuatkan surat undangan sebagai narasumber tanpa lebih dulu mendapatkan persetujuan saya. Sebelum saya menganggukkan kepala tanda setuju, informasi mengenai saya sebagai pemateri sudah terlebih dahulu tersebar di laman Instagram resmi Himasio. Kurang ajar, pikir saya.
Sudah terlanjur basah, berenanglah sekalian. Anyhow, dengan yang didasari quo vadis terhadap keberadaan diri, saya terpaksa berdiri di hadapan mereka. Tatapan polos para mahasiswa baru yang belum sepenuhnya mengenal dunia perkuliahan membuat saya merasa tuwir, meski kenyataannya saya juga masih seorang noob yang tak jauh dari mereka, hanya saja lebih tua secara administratif.
Saya memutuskan untuk memulai dengan topik yang sedikit lebih bisa saya kendalikan: kepenulisan. At the end of the day, kecakapan menulis adalah salah satu hal yang fundamental dalam dunia akademik. Saya jelaskan kepada mereka bahwa di prodi sosiologi, tugas-tugas akademik cenderung berorientasi pada produksi teks (esai, makalah, artikel jurnal, dan tugas akhir skripsi). Tanpa kemampuan menulis yang mumpuni, semua pengetahuan itu hanya akan terjebak dalam pikiran tanpa dapat disampaikan dengan baik.
Maka, saya merasa perlu membagikan beberapa kiat untuk menulis dengan baik—tentu saja dengan gaya ala saya sendiri.
Saya pun melanjutkan dengan menyampaikan beberapa prinsip dasar dalam menulis. Salah satu yang paling krusial adalah membangun rasa curiosity. Mahasiswa harus terdorong oleh keinginan untuk memahami, bukan hanya sekedar menyelesaikan tugas.
Dari mana rasa ingin tahu itu lahir? Tentu saja dari membaca. Reading is fundamental. Kalau mau jadi penulis yang baik, bacalah sebanyak mungkin. Mustahil untuk menciptakan narasi yang baik tanpa bekal bacaan yang cukup.
Bukan hanya membaca, tetapi juga penting untuk memiliki kemampuan penalaran yang baik. Penalaran yang tajam akan cukup membantu untuk menghindarkan mahasiswa dari jebakan batman yang namanya logical fallacy. Saya ambil contoh klasik, ad hominem, sebuah kesalahan logika di mana seseorang menyerang pribadi lawan bicara alih-alih argumennya. Misalnya dengan mengatakan pendapat satu orang tidak dianggap valid karena dia belum mandi dua hari. Itu kan geblek namanya.
Dalam pembicaraan yang tampaknya mulai serius itu, saya mencoba menyelipkan sesuatu yang sedikit lebih quirky—saya mulai mempromosikan Steemit. Saya ceritakan bahwa platform ini telah membantu saya meningkatkan kemampuan menulis, meskipun tulisan-tulisan saya di sana juga jauh dari kata sempurna.
Tentu saja, saya tidak lupa menyisipkan promosi terselubung tentang bagaimana Steemit bisa jadi ruang ekspresi kreatif bagi para mahasiswa yang ingin berlatih menulis. Ya, siapa tahu beberapa dari mereka tertarik dan berniat “memonetisasi” kreativitas mereka.
Saya tidak banyak berbicara soal prestasi akademik karena (jujur saja) saya tidak punya banyak prestasi yang bisa dibanggakan. Mungkin satu atau dua prestasi kecil yang pernah saya raih, tetapi tidak cukup untuk membuat saya merasa pantas berdiri di sana sebagai narasumber. Namun, saya percaya bahwa berbagi pengalaman menulis melalui Steemit bisa membantu dalam mengasah kemampuan tersebut adalah sesuatu yang layak untuk mereka dengarkan.
Setelah sesi saya berakhir, saya tidak menyangka bahwa ada beberapa peserta yang kemudian menghubungi saya secara pribadi. Mereka ingin tahu lebih banyak tentang Steemit dan bagaimana cara bergabung dengan platform ini. Beberapa dari mereka bahkan menyarankan agar kami mengadakan pertemuan lanjutan untuk membuat akun Steemit secara kolektif.
Ide ini sebetulnya menarik. Siapa tahu, komunitas Steemit cabang Sosiologi USK atau bahkan cabang Darussalam mungkin akan lahir dari pertemuan-pertemuan kecil seperti ini. Tentu, saya tidak berani berharap terlalu banyak, tapi siapa tahu?
Boleh ini di coba. Bikin kayak di MIN Bg Salman aja acaranya dek. Yg waktu itu lagi bulan puasa. Klo ada waktu Insya Allah siap memback up
Saya menunggu server steemit normal kembali dulu pak bos @anroja. Beberapa kali saya kadung malu karena gagal mendaftarkan akun mereka. Padahal semangat beberapa kawan-kawan calon steemian ini sudah meapui untuk mulai menulis.
Apa sudah ada kabar untuk bisa mendaftarkan akun kembali dengan normal sekarang ini? Kalau memang sudah, akan mulai kita pikirkan untuk tindak lanjutnya.
Belum ada kabar dedek, malah saya belum tau kalau sekarang sedikit susah untuk mendaftar akun. Benar-benar ketinggalan informasi saya nie...😀
😂😂😂
Upvoted. Thank You for sending some of your rewards to @null. It will make Steem stronger.
Congratulations! Your post has been upvoted through steemcurator06.
Good post here should be . . .
Curated by : @𝗁𝖾𝗋𝗂𝖺𝖽𝗂
Terima kasih
Congratulations!
Your post has been upvoted by @steemladies.
The community where the Steemian ladies can be free to express themselves, be creative, learn from each other, and give support to their fellow lady Steemians.
Manually curated by liasteem for Steem For Ladies
Sukses terus adik cantik
Komenannya ke saya atau ke kaka moderator steemladies nih😂😂
Thank you sist 🫶
You are welcome💕
Good job bu firyfaiz.
Terima kasih kaa