Bank Aceh Syariah Tersandera Ketidakpastian: Kepemimpinan Mandek, Politik Masuk Terlalu Dalam?
Banda Aceh – Bank Aceh Syariah kembali menjadi sorotan tajam.
Kali ini, bukan soal ekspansi atau inovasi keuangan yang diperbincangkan, melainkan kepemimpinan yang mandek dan penuh ketidakpastian.
Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Utama, Fadhil Ilyas, sudah melewati batas masa jabatan 60 hari sejak diangkat pada April 2024, namun hingga Februari 2025 belum ada kejelasan siapa yang akan menduduki posisi Direktur Utama secara definitif.
Sekretaris Jenderal DPA Laskar Panglima Nanggroe, Umar Hakim Ilhami, menjadi salah satu pihak yang paling vokal mengkritisi kebuntuan ini.
Menurutnya, Bank Aceh Syariah saat ini seperti kapal yang berlayar tanpa nahkoda, sementara roda perekonomian Aceh membutuhkan dukungan kuat dari perbankan daerah yang seharusnya menjadi lokomotif kemajuan ekonomi.
"Bank Aceh ini bank rakyat Aceh, tapi kinerjanya masih jauh dari membanggakan. Bagaimana bisa maksimal kalau pemimpinnya saja masih berstatus Plt selama hampir setahun? Ini mencerminkan betapa buruknya manajemen dan tata kelola di internal Bank Aceh Syariah, juga betapa lemahnya perhatian pemerintah dalam mengurus aset penting ini," kata Umar Hakim, Kamis (6/2/2025).
Menurutnya, Fadhil Ilyas bukan hanya gagal menghadirkan kepastian kepemimpinan, tetapi juga belum menunjukkan langkah signifikan dalam membawa Bank Aceh Syariah ke level yang lebih kompetitif.
"Selama Fadhil menjabat, apa gebrakan besar yang dibuat Bank Aceh? Sejauh ini belum ada. Bank ini masih jalan di tempat, kalah bersaing dengan bank-bank swasta dan BUMN lainnya. Seharusnya, bank daerah bisa lebih progresif dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Aceh, bukan malah terjebak dalam tarik-menarik politik yang tak ada ujungnya," ujar Umar yang juga Relawan Pendukung Mualem-Dek Fadh.
Kepemimpinan Plt yang Berlarut-larut: Manajemen Bank Aceh Syariah Gagal?
Fenomena jabatan Plt yang terlalu lama jelas menimbulkan efek negatif.
Dalam dunia perbankan, kepemimpinan yang tidak stabil akan berdampak langsung pada kebijakan strategis, kepercayaan nasabah, hingga daya saing bank di pasar keuangan.
Menurut aturan yang berlaku, status Pelaksana Tugas biasanya diberikan untuk sementara waktu, hingga ada pejabat definitif yang ditunjuk melalui mekanisme RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham).
Namun dalam kasus Bank Aceh Syariah, RUPS memang sudah dilakukan, tapi kepastian soal Dirut definitif masih terkatung-katung.
Lebih buruk lagi, muncul spekulasi bahwa jabatan Fadhil Ilyas sebagai Plt Dirut bukan sekadar kebuntuan administratif, melainkan sarat dengan kepentingan politik.
Rumor beredar bahwa Fadhil disebut-sebut memiliki kedekatan dengan salah satu kandidat Gubernur Aceh dalam Pilkada 2024, Bustami Hamzah.
Namun kini, realitas politik telah berubah: Muzakir Manaf (Mualem) resmi memenangkan Pilkada dan akan menjabat sebagai Gubernur Aceh periode 2025-2030.
"Kalau benar Fadhil punya keterlibatan politik mendukung Bustami Hamzah, maka jelas ini bisa jadi batu sandungan baginya. Dengan kemenangan Mualem, tentu kepentingan politik akan berubah. Ini akan jadi dilema besar, apakah ia tetap bertahan atau akan disingkirkan?"
Situasi ini semakin diperkeruh oleh langkah DPR Aceh yang membentuk Panitia Khusus (Pansus) untuk mendorong agar Muhammad Syah kembali menjabat sebagai Direktur Utama Bank Aceh.
Namun, Umar Hakim menilai langkah tersebut tidak lebih dari manuver politik yang hanya menguntungkan kelompok tertentu, bukan solusi bagi Bank Aceh Syariah.
"Mengembalikan Muhammad Syah bukan solusi. Jangan sampai bank ini dijadikan alat permainan politik. Apa kita mau terus menerus melihat Bank Aceh Syariah dikelola oleh orang-orang yang dipilih berdasarkan kepentingan elite, bukan berdasarkan kompetensi?" kritiknya.
Bank Aceh Syariah Belum Jadi Kebanggaan: Mualem Harus Tegas!
Realitas di lapangan menunjukkan bahwa Bank Aceh Syariah masih belum memberikan kebanggaan bagi masyarakat Aceh.
Alih-alih menjadi motor penggerak ekonomi daerah, bank ini justru lebih sering muncul dalam pemberitaan terkait kisruh kepemimpinan.
Umar menegaskan bahwa Gubernur Aceh terpilih, Muzakir Manaf (Mualem), harus segera mengambil langkah strategis dalam menentukan siapa yang akan memimpin Bank Aceh ke depan.
"Mualem harus benar-benar mempertimbangkan siapa yang layak memimpin Bank Aceh Syariah. Jangan hanya pilih orang karena kedekatan politik, tapi pilih yang benar-benar punya kapasitas dan kredibilitas. Karena kalau ini salah langkah, dampaknya langsung ke ekonomi Aceh," ujarnya.
Jika masalah kepemimpinan ini terus dibiarkan, maka jangan heran jika Bank Aceh Syariah akan semakin tertinggal dari bank-bank lain.
Bahkan, bukan tidak mungkin kepercayaan masyarakat akan semakin merosot, yang berujung pada stagnasi atau bahkan kemunduran bank tersebut.
"Saat ini yang dibutuhkan adalah seorang pemimpin yang visioner, yang paham bagaimana membuat Bank Aceh lebih kompetitif dan benar-benar menjadi bank daerah yang bisa bersaing. Bukan sekadar pemimpin yang hanya sibuk mengamankan posisinya sendiri," tandas Umar Hakim.
Kini, bola panas ada di tangan Pemerintah Aceh dan Mualem.
Apakah mereka akan segera mengambil langkah tegas untuk menyelamatkan Bank Aceh Syariah dari stagnasi?
Ataukah bank ini akan terus terjebak dalam permainan politik tanpa akhir?
Publik Aceh tentu menunggu jawabannya.