The Diarygame 190124: Menghadiri Acara BELKAGA

Bulan Eliminasi Kaki Gajah

Meninggalkan kasur adalah hal yang terpaksa kulakukan. Rasanya, masih mengantuk. Semalam aku tak bisa tidur cepat. Akhirnya tubuhku merasa pegal juga. Entah jam berapa mata terpejam.

Hari ini, aku enggan menjahit pagi-pagi. Aku memilih berbaring lagi disamping bungsuku setelah melepas dua anakku kesekolah.

Tak lama bungsuku bangun. Tapi ia masih ingin berguling-guling dikasur. Emak membuka pintu. Memberi bungsuku sepotong roti kelapa. Ia tersenyum menampakkan gigi susu yang mulai mencoklatnya sambil mengucapkan terimakasih. Cuci mulutnya dengan roti kelapa oi. Tak mau kuajak mandi dulu dan gogok giginya. Katanya, "mulut adek bersih."

Setelah emak berlalu aku meminta sedikit roti kelapa bungsuku. Ia menyuapiku. Katanya sedikit saja dan jangan dipegang. Baiklah. Baiklah. Daripada tak kebagian.

Memang benar kata pujangga. Emak lebih sayang dengan cucunya. Padahal aku anak kandung.

Setelahnya aku beranjak. Bersiap-siap memenuhi undangan dari wali kelas 1 yang ditanda tangani oleh kepala SDN 12 Syamtalira Aron untuk mengikuti penyuluhan pemeriksaan darah untuk anak perempuanku.

Jam 9 aku berangkat. Kurang 5 menit aku tiba disekolah. Acara belum dimulai. Wali murid telah berkumpul. Tak lama, petugas puskesmas dan dinas kesehatan kabupaten Aceh Utara dan jajarannya tiba. Aku menuju ruang yang telah disediakan dengan bungsuku.

Acarapun dimulai. Bapak-bapak dan Ibu-ibu yang berperan sebagai tutor mulai menjelaskan tujuan pengambilan darah yang akan dilakukan serta menjelaskan pula alat yang akan digunakan. Yang ternyata tujuannya adalah untuk mengetahui apakah sianak beresiko meterjangkit penyakit kaki gajah atau tidak!

Setelah penjelasan yang panjang lebar selesai, tim medis mulai beraksi dengan alat yang dinampakkan tadi. Aku mendampingi anak perempuanku.

Setelah mendapatkan hasil negatif dari alat modern yang hanya beberapa menit saja, aku pulang dengan membawa cendera mata.

Tiba dirumah aku mulai mengukur ukuran beludru untuk menjahit bordiran peci lagi.

Tak lama dua anakku juga pulang. Menyalamiku, dan aku meminta mereka bermain deng adiknya. Emaknya menjahit.

Hampir jam 12 aku meninggalkan mesin jahit. Sulungku harus kemesjid. Berbagai alasan kudengar. Tapi aku wajib menang. Setelah melambai kearahnya yang mendayung sepeda, aku kembali kemesin jahit. Bungsu dan anak perempuanku masih bermain.

Perut mulai lapar. Aku mengajak anak-anakku makan. Rupanya mereka sudah makan dengan emak dan adikku. Tak lama, aku kembali menjahit. Yang punya, telah meneror. Sore ini harus siap setidaknya setengah. Yaitu 35 lembar beludru.

Hingga ashar aku masih berkutat dengan mesin jahit. Alhamdulillah bungsuku sangat bersahabat. Walau tak mau tidur siang, ia aman.

Lepas ashar aku melanjutkan lagi. Biarlah lebih setengah yang siap. Jika cepat selesai, aku bisa lanjut ke jahitan selanjutnya dengan pemilik yang berbeda.

Jam 6 aku istirahat. Anak-anakku sudah berbedak. Sangat bersahabat. Walau bak mandi harus kukuras karena mereka mandi waterbak. Sedikit berkorban tak apa. Untungku sudah banyak. Lagipun tinggal membasuh. Karena air bekas mandi sudah dibuang sulungku.

Usai magrib aku bermain sejenak dengan anak-anakku. Membimbing mengerjakan PR dan menyimak mengaji. Ba'da isya aku mengajak anak-anakku makan malam. Emak memanggil. Lalu aku kembali menjahit. Bungsuku tak ingin tidur. Ia ingin bermain dengan kakak dan abangnya. Aku? Diminta menjahit lagi.

Tak ada yang sempurna. Takdir, bukan dariku. Tapi kami bahagia.

Salam sayang dan cinta.
@dhafwa