Pohon Kata : The Short Story | Bagian-1

in Steem SEA4 days ago



Cerpen @ayijufridar

“Ayah, dari mana semua kata berasal?” tanya Tania ketika melihat ayahnya sedang membaca surat kabar di teras samping. Tania menatap ayahnya penuh minat, seolah pemandangan itu akan langka dalam beberapa tahun ke depan. Seorang lelaki bersarung, membentang surat kabar hingga menutupi sebagian tubuhnya, segelas teh hangat di atas meja, dan sebuah gadget membeku di samping gelas. Gadget yang sudah lelah bersuara karena hanya lampu indikator saja yang berkedip, entah bereaksi atas apa.

Lelaki bersarung itu menurunkan koran sesaat setelah Tania mengulang pertanyaannya. Dia memikirkan jawaban yang tepat untuk putrinya yang berumur empat tahun. “Dari pohon kata,” sahutnya kemudian.

“Pohon kata,” ulang Tania. “Seperti pohon jambu itu?” ia menunjuk pohon jambu air di pinggir pagar samping rumah. Tangan mungilnya menggenggam mainan yang diperoleh dari susu yang setiap bulan dibelikan Bunda. Tania lebih tertarik dengan mainannya yang unik dibandingkan susunya.

"Iya, begitulah. Seperti pohon jambu itu.”

“Jadi, kita harus menyiramnya agar berbuah?”

Lelaki itu meletakkan koran di meja dan memperbaiki posisi duduk lebih tegak seperti pesakitan hendak menjawab pertanyaan majelis hakim. “Bukan hanya menyiram, Nak. Tapi harus merawat dengan sabar. Harus memberi pupuk, memeriksa jangan sampai ada hama agar kita bisa memanen buahnya yang segar.”

“Jambu itu sekarang banyak ulatnya.”

“Benar. Daun-daunya juga banyak yang bolong. Tentunya ulat itu tidak datang tiba-tiba,
‘kan? Pasti ada serangga yang membawa telur…”

“Bagaimana merawat pohon kata, Yah?”

“Sama seperti merawat tanaman, termasuk pohon jambu itu. Dari kecil sudah dirawat dan diberi pupuk. Cukup gizi dan sinar matahari.”

“Dikasih susu juga?”

Lelaki itu tertawa pelan. “Cukup disiram saja. Dia tidak minum susu dan tidak perlu mainan. Dia hanya perlu udara dan sinar matahari yang cukup.”

“Pohon kata juga perlu matahari?”

Lelaki itu diam sekejap, lalu mengangguk kuat. “Agar dia mendapatkan gizi cukup. Pohon kata akan berbuah dengan cara membaca. Semakin banyak membaca, mengingat, dan mengamalkan, pohonnya akan berbuah lebat. Kita bisa memanennya kapan suka.”

“Bisa dijual?”

“Kalau buahnya segar dan menyehatkan, pasti ada yang mau beli. Tapi kalau busuk dan berulat, dikasih gratis pun orang menolak.”

Tania memandangi pohon jambu di dekat garasi yang salah satu sisinya tidak berdinding, tetapi langsung berhadapan dengan taman di samping rumah. Hanya ada satu pohon jambu di sana, entah siapa yang menanamnya. Di bawah pohon jambu itu, ia sering bermain dengan teman-temannya.

“Bisakah kita punya pohon kata yang banyak, Yah?”

“Dengan kerja keras, pasti bisa. Pohon kata itu banyak dan ada beberapa jenis. Seperti Tania lihat di sekitar kita. Ada pohon jambu, mangga, dan ada pohon yang buahnya tidak bisa dimakan, seperti pohon jarak di pagar itu. Pohon yang baik itu memberi manfaat bagi alam, bagi makhluk hidup, meski ada buahnya yang tidak bisa dimakan, banyak manfaat lain bagi alam, bagi makhluk hidup. Makanya, harus hati-hati memilih pohon kata. Tidak semuanya baik bagi raga, apalagi jiwa. Pohon kata yang baik itu…”

“Iya, seperti apa, Yah?”

“Yang bisa membuat manusia semakin berbudi. Santun tutur katanya, baik pula hatinya. Bukan sekadar santun tetapi menyimpan niat jahat. Itu seperti buah jambu kita yang di luarnya licin, tetapi dalamnya berulat. Dimakan tidak sehat. Tania harus pintar-pintar memilih pohon kata. Jangan sembarangan memegang, memetik, apalagi sampai memakannya. Menyentuh pohon kata yang busuk saja tidak boleh, apalagi sampai memakannya.”

“Ada durinya, ya, Yah?”

“Hmm… Tidak semua pohon kata yang berduri itu jelek. Ada pohon kata berduri, tapi buahnya sehat. Ada buah berduri, tapi isinya lezat seperti durian. Ada pohon berduri, tapi bunganya indah dan harum seperti mawar. Pohon kata seperti ini memancarkan cahaya kebaikan yang menuntun manusia dalam kegelapan. Jangan lihat durinya. Ambil kata-katanya yang sehat bagi pikiran, bagi jiwa,” dia diam sejenak dan melihat reaksi Tania. Ketika melihat putrinya masih terdiam, buru-buru ia melanjutkan sebelum Tania memotong dengan pertanyaan yang bisa membuat lupa dengan kalimat yang terlintas dalam pikirannya.

“Makanya, kita harus memiliki banyak pohon kata. Kita malah harus punya taman yang penuh pohon kata. Taman ini bisa jadi sedekah bagi umat manusia yang belum punya. Bukan cuma kata-katanya yang bisa jadi sedekah, pohon dan tamannnya kalau sudah banyak, bisa disedekahkan.”

“Kalau ada yang ambil pohon kata kita gimana, Yah?”

“Hm, benarkah itu pohon kata kita? Jangan-jangan itu milik orang lain yang kita ambil tanpa sengaja…”

“Boleh ngambil pohon kata orang lain?”

Bersambung ke Bagian-2....



Coin Marketplace

STEEM 0.17
TRX 0.23
JST 0.033
BTC 94091.76
ETH 2634.46
SBD 0.43