Kopi Margorejo, Mempopulerkan Aroma Kopi Nusantara dari Semarang

in #history7 years ago

IMG_20170318_145441_HDR (2).jpg

A cup of Java, sebuah terma yang dikenal luas di gerai-gerai kopi utamanya di Inggris dan Amerika Serikat. Menurut penjelasan dari laman milik National Coffee Association (NCA) Amerika Serikat, dijelaskan bahwa tanaman kopi pada mulanya tumbuh di Jazirah Arab, hingga pada abad ke 17 pedagang-pedagang Belanda yang pada masa itu berkongsi dibawah bendera Veerenidge Oostindische Compagnie (VOC) mencoba untuk membudidayakannya. Usaha untuk membudidayakan kopi diluar Jazirah Arab ternyata membutuhkan suatu upaya yang keras, dari usaha pembudidayaan di koloni VOC di wilayah India gagal, ternyata justru membuahkan hasil saat dibudidayakan di koloninya yang berada di pulau Jawa. Segera, tanaman ini menjadi salah satu primadona dagang VOC bahkan hingga saat kekuasaan langsung dipegang oleh Den Haag pasca keruntuhan VOC pada 1799. Komoditas kopi dari Jawa ini dikenal luas di seluruh belahan dunia, dan kata Jawa atau Java, akhirnya menjadi dikenal pula sebagai kata yang diasosiasikan dengan kopi. Bahkan sebuah bahasa pemrograman yang diluncurkan pada 1995 oleh James Gosling yang dikenal luas sebagai Java, menggunakan secangkir kopi juga sebagai ikonnya. Data tahun 2015, Indonesia berhasil mengekspor 660.000 ton bijih kopi dan menempati peringkat empat dunia dibawah Brazil, Kolombia dan Vietnam.

IMG_20170907_171147_HDR.jpg

Kota Semarang, kota pelabuhan utama di Jawa bagian tengah dahulu merupakan saksi bisu betapa berjayanya perdagangan komoditas kopi di tanah Jawa. Pada tahun 1913, tercatat pemerintah kolonial Belanda mencatat 25.852 ton ekspor bijih kopi dari Hindia Belanda yang senilai 16 juta gulden. Kebanyakan perusahaan-perusahaan Eropa, utamanya Belanda yang memperdagangkan kopi ke berbagai belahan dunia. Namun, pada abad ke 20 muncul seorang pedagang non-eropa dari Semarang yang berhasil masuk dalam jajaran pedagang kopi kelas dunia dari Hindia Belanda.

IMG_20170907_175156.jpg

Adalah Tan Tiong Ie, pria yang lahir di Semarang pada 1883 ini awalnya mencoba peruntungannya sebagai pedagang garam. Hingga akhirnya usaha yang dijalaninya ini bangkrut dan membuatnya harus berpindah ke Bandung dan membuka toko roti. Tan Tiong Ie kemudian kembali ke kota kelahirannya, Semarang dan membuka perusahaan produsen es, dan akhirnya pada 1928, Ia membuka usaha perdagangan kopi yang akan melambungkan namanya yakni Kopi Margorejo. Basuki Dharmowijono, cucu dari Tan Tiong Ie yang kini melanjutkan keberlangsungan bisnis Kopi Margorejo menuturkan jika awal mula usaha ini dimulai di Kebon Karang Semarang, yang kini lebih dikenal sebagai daerah Wotgandul. "Dinamakan Kebonkarang karena dahulu terdapat kebun yang berupa susunan karang-karang, atau semacam batu-batu koral di daerah ini", tandas Pak Basuki.

IMG_20170907_162549_HDR.jpg

Menurut buku karangan Alexander Claver berjudul “Dutch Commerce and Chinese Merchants in Java: Colonial Relationships in Trade and Finance, 1800-1942”, disebutkan bahwa Tan Tiong Ie merupakan pengusaha Tionghoa pertama yang sukses sebagai pedagang dan produsen kopi di Hindia-Belanda. Disebutkan pula bahwa pada masa-masa depresi ekonomi yang melanda dunia pada dekade 1930an, Margorejo berhasil melwati masa-masa sulit ini. Hal ini salah satunya karena faktor diversifikasi produk yang dijalankan oleh perusahaan yang bernama resmi Koffie Branderij Margoredjo ini, dengan membuat bermacam produk berdasarkan kelas. Produk termahal jelas yang bermerk Margorejo, dan yang termurah bernama Tjap Grobak Idjo. Diantara dua produk tadi, adalagi merk-merk lain seperti Tjap Pisau, Tjap Orang-Matjoel, Koffie Sentoso, Koffie Mirama dan lain-lain. Merk Mirama, kelak lebih dikenal sebagai merk produk kecap manis yang sangat terkenal di Kota Semarang yang juga dijalankan oleh anak keturunan Tan Tiong Ie.

IMG_20160116_114747.jpg

Kejayaan perusahaan ini mulai surut pasca terjadinya Perang Pasifik, yang kemudian merembet hingga ke Hindia-Belanda dan menyebabkan akhir kekuasaan Belanda di bumi Nusantara hingga akhirnya dikuasai Jepang hingga tahun 1945. Di masa-masa awal invasi Jepang ke Hindia-Belanda muncul kepanikan diantara para warga Hindia-Belanda, tak terkecuali pemilik pabrik kopi Margorejo yang juga turut mengalami kepanikan itu. Mesin-mesin pabrik terpaksa diamankan ke Surakarta, tepatnya di lingkungan Keraton Kasunanan Surakarta.

IMG_20170809_104951_HDR.jpg

Pasca kemerdekaan Indonesia, dan kondisi kembali normal pada dekade 50an, agaknya sulit bagi Margoredjo untuk bangkit kembali menempati posisinya seperti sediakala sebagai produsen dan distributor kopi kawakan. Kini, sisa kejayaan Kopi Margorejo masih bisa dijumpai di Jalan Wotgandul Timur 14 yakni sebuah rumah dua lantai berarsitektur Indies. Persis disamping rumah ini, terdapat sebuah gerai penjualan bijih kopi yang dijalankan oleh Basuki Dharmowiyono hingga kini. Ditempat ini lah bermacam bijih-bijih kopi mentah diolah untuk kemudian dipasarkan dalam bentuk bijih yang telah di roasting. Bermacam pilihan bijih kopi nusantara mulai dari jenis robusta dan arabika dari bermacam lokasi di Indonesia seperti Bengkulu, Gayo-Aceh, Mandailing, Flores, dan lain sebagainya tersedia disini. Gerai ini melayani para pelanggannya yang utamanya dari berbagai kafe-kafe di Semarang mulai pukul 09.00 hingga 15.00.

Omong-omong, sudahkah kawan-kawan Steemians ngopi hari ini? ;)

Terimkasih untuk dukungan kawan-kawan Komunitas Steemit Indonesia, juga kepada para Kurator Indonesia yakni @aiqabrago dan @levycore

Salam Komunitas Steemit Indonesia!

Sort:  

Selamat malam mas @yogifajri dan salam kenal dari Blora, ngomong ngomong masalah kopi saya jadi ingat kalau di tempat saya Blora, tepatnya di desa jepangrejo yang terkenal kopi santen, padahal banyak lho warung kopi di desa saya.

Selamat pagi mbak @nenyandriyany, waaaah iya mbak saya penasaran aslinya mana sajian ini ternyata Blora toh. Wah kapan-kapan pas mampir harus nyobain nih, nuwun infonya mbak :)

Coin Marketplace

STEEM 0.22
TRX 0.27
JST 0.041
BTC 104601.56
ETH 3878.85
SBD 3.32