Sejarah singkat Pulau Weh, Sabang
Pesona Sabang menawarkan keelokan garis pantai yang indah, air laut yang biru dan bersih serta pepohonan nan hijau. Akan tetapi, bukan wisata bahari saja dapat ditemukan di Sabang. Ada gunung, danau, pantai, laut, serta hutannya yang masih alami dan terjaga menunggu dikunjungi. Belum lagi interaksi Anda dengan masyarakat setempat akan memberikan pengalaman yang berkesan.
Pada masa Kerajaan Aceh, wilayah Pulau Weh sendiri merupakan tempat pengusiran atau dipindahkan ”geupeuweh” (bahasa Aceh) bagi seseorang yang dikenakan hukuman berat dari kerajaan. Sebutan geupeuweh tersebut lalu dilekatkan kepada nama pulau itu sendiri dan beriring dengan berjalannya waktu kemudian pelafalannya menyingkat menjadi Weh dan diartikan sebagai pulau yang terpisah.
Kata "sabang" berasal dari bahasa Aceh yaitu "saban" (sama hak dan kedudukan dalam segala hal). Hal ini dikaitkan dengan keberadaan Sabang yang dulunya banyak didatangi oleh pendatang dari luar negeri maupun dalam negeri sendiri untuk membuka kebun (seuneubôk) atau usaha lainnya.
Pendatang tersebut berasal dari berbagai daerah dengan budaya yang berbeda, baik sikap, nilai, maupun adat istiadat. Lambat laun terjadi asimilasi dimana beragam perbedaan tersebut akhirnya memudar dan kedudukan mereka menjadi sama. Istilah saban ini telah lama melekat kepada Pulau Weh yang kemudian perlahan berubah penyebutannya menjadi "Sabang".
Sabang merupakan satu-satunya daerah Kerajaan Aceh yang bisa dikuasai penuh oleh Pemerintah Hindia Belanda. Sejak tahun 1881, Sabang ditetapkan sebagai pelabuhan alam yang disebut Kolen Station.
Perang Dunia II telah menghancurkan Sabang hingga tahun 1942 diduduki Jepang dan menjadikannya sebagai basis maritim Angkatan Laut Jepang. Belum selesai perbaikan akibat perang, kerusakan fisik pulau ini semakin parah setelah Pasukan Sekutu membombardirnya pada saat itu sehingga membuat Sabang pun ditutup.
Barulah setelah masa kemerdekaan Sabang ditetapkan sebagai pusat Pertahanan Angkatan Laut Republik Indonesia Serikat (RIS) dan semua aset Pelabuhan Sabang Maatschaappij dibeli oleh Pemerintah Indonesia kala itu.
Tahun 1965 dibentuk pemerintahan Kotapraja Sabang dan dirintis upaya untuk membuka kembali Sabang Pelabuhan Bebas dan Kawasan Perdagangan Bebas. Upaya ini baru resmi dikukuhkan pada tahun 2000.
Aktifitas Pelabuhan Bebas dan Perdagangan Bebas Sabang pun mulai berdenyut dengan masuknya barang-barang dari luar negeri ke Kawasan Sabang. Akan tetapi, tahun 2004 Sabang kembali terhenti karena pemerintah pusat menetapkan status darurat militer bagi Aceh.
semoga bermamfaat.